Kajian Analisis Spasial Untuk Perbaikan Perencanaan Penempatan Infrastruktur Pendidikan: Analisis Spasial, Simulasi Mikroekonometrik dan Computable General Equilibrium (CGE).

Penulis: (2021)

Pendahuluan 

Kebijakan pendidikan sangat erat kaitannya dengan peningkatan kualitas human capital yang dibutuhkan oleh Indonesia untuk lepas dari middle income trap. Semakin tinggi rata-rata lama sekolah semakin tingginya produktivitas tenaga kerja dan output perekonomian yang dihasilkan.

Saat ini rata-rata lama sekolah penduduk Indonesia adalah 8 tahun, atau dengan kata lain sebagian besar penduduk mengenyam pendidikan sampai dengan tingkat 2 sekolah menengah pertama. Apabila dibandingkan dengan negara tetangga di kawasan Asia Tenggara, rata-rata lama sekolah masyarakat Indonesia merupakan salah satu yang terendah. Rata-rata lama sekolah masyarakat negara maju paling tidak mencapai 11 Tahun.

Selama 10 tahun terakhir anggaran sektor pendidikan telah mencapai 20 persen dari  total belanja, kualitas pendidikan telah meningkat, namun masih terbuka peluang perbaikan yang berkesinambungan. Oleh sebab itu diperlukan terobosan Kebijakan untuk mendorong keberlanjutan pendidikan masyarakat, dan pada saat yang sama meningkatkan efisiensi anggaran.

 

Dinamika Kesinambungan Siswa dan Fasilitas Pendidikan

Dengan membandingkan jumlah lulusan antar jenjang pendidikan, maka diketahui tingkat ketertampungan / keberlanjutan antar jenjang p e n d i d i k a n . Pada tahun ajaran 2016/ 2017, lulusan SD berjumlah 4,28 juta siswa, namun lulusan SMP hanya berjumlah 3,38 juta siswa, sehingga yang bisa melanjutkan ke jenjang Pendidikan SMP hanya 79 persen lulusan SD. Untuk siswa yang melanjutkan dari jenjang Pendidikan SMP ke SMA, diperoleh angka yang lebih tinggi yakni sebesar 92 persen. Tingkat ketertampungan lulusan SD ke SMP yang hanya 79 persen perlu mendapat perhatian khususnya ketersedian sekolah pada tingkat SMP.

Untuk meningkatkan ketertampungan siswa, salah satu alternative yang bisa dilakukan adalah m e l a l u i kebijakan Integrasi sekolah, yaitu jenjang Pendidikan SD, SMP, dan SMA bisa ditampung dalam satu sekolah yang terintegrasi. Dari sisi masyarakat, kebijakan tersebut selain dapat mengatasi keterbatasan fasilitas pendidikan juga berpotensi meningkatkan years of schooling. Dari sisi Pemerintah, kebijakan tersebut dapat meningkatkan efisiensi biaya. Integrasi sekolah dapat menjadi alternatif solusi permasalahan terkait suply side pendidikan, yaitu ketersediaan sekolah dan jarak tempuh ke sekolah.

Kajian ini dilakukan melalui simulasi dampak integrasi sekolah dengan menggunakan model spasial mikroekonomi. Model tersebut mengestimasi hubungan antara jarak dengan tingkat pendidikan (years of schooling) masyarakat usia 7-18 tahun. Berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan masyarakat baik dari sisi supply dan demand telah dikontrol , termasuk faktor demografi penduduk dan geografi wilayah.

Data yang digunakan dal am k aj i an i ni yaitu Data koordinat sekolah (SD, SMP, SMU, SMK), Potensi Desa (2011, 2014, 2018), Survey Sosial Ekonomi Nasional (2011, 2014, 2018), serta Neraca Pendidikan Daerah, Kemendiknas (2015, 2019). Spesifikasi model yang d i h asilkan robust dan sangat baik memprediksi hubungan jarak dan tingkat pendidikan, terutama sampai dengan jarak 55 km. Sekolah terintegrasi dapat meningkatkan akses terhadap pendidikan terutama di daerah akses sulit menuju fasilitas pendidikan, namun kurang efektif untuk pulau-pulau kecil yang tersebar.

Secara nasional penerapan integrasi sekolah dapat meningkatkan years of schooling hingga sebesar 0.45 tahun (meningkat 6.5%). Daerah-daerah di Pulau Papua dan Pulau Kalimantan akan mendapat manfaat terbesar dari sisi perubahan jarak. Rata-rata jarak tempuh menuju sekolah di Pulau Kalimantan berkurang sebesar 20 Km, sedangkan di Pulau Papua rata-rata penghematan jarak tempuh ke sekolah mencapai 50 Km.

Jika difokuskan kepada daerah dengan tingkat kesulitan tinggi, maka tingkat pendidikan di Papua dapat disimulasikan meningkat 0.06 tahun; Sulawesi tenggara meningkat 0.03 tahun; Aceh, Bengkulu, Maluku dan Maluku Utara masing masing meningkat 0.02 tahun; serta Jawa Tengah dan Sumatera Selatan meningkat 0.01 tahun.

Selanjutnya, dengan menggunakan perhitungan simulasi penghematan biaya, maka penghematan anggaran operasional sekolah dari integrasi sekolah dapat mencapai Rp2,42 triliun per tahun dibandingkan jika dibentuk 3 jenjang Pendidikan yang terpisah.

 

Simulasi Dampak Ekonomi dari Peningkatan Years of Schooling 

Dalam kajian dilakukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui dampak peningkatan years of schooling terhadap perekonomian dengan menggunakan model dynamic inter-regional Computable General Equilibrium (CGE). Kenaikan years of schooling, akan meningkatkan labor productivity dan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Produktivitas tenaga kerja di jangka panjang akan meningkat sebesar 5% dari kondisi business as usual, sedangkan economic growth juga akan lebih tinggi dari kondisi business as usual sebesar 2.1%. Manfaat optimal akan dipetik pada jangka panjang, yaitu setelah tahun 2050.

Dekomposisi Analisis di level regional juga menunjukkan pola yang serupa. Provinsi/ region yang memiliki proporsi sektor manufaktur dan jasa lebih besar, akan menikmati tambahan pertumbuhan lebih tinggi, karena mampu menyerap labor lebih otpimal.