logo-kmu
logo-kmu
  • FAQ
  • Pengajuan
  • Kontak
x
Perpustakaan / Publikasi
buku panduan gcf

Komitmen Indonesia terhadap Perubahan Iklim di tengah Pandemi COVID-19

Tahun 2020 adalah tahun yang menantang bagi kita semua. Di awal tahun kita disentakkan oleh bencana banjir di Jabodetabek dan Banten yang tercatat sebagai banjir dengan curah hujan tertinggi dalam 150 tahun, dengan korban jiwa yang cukup tinggi. Lalu, belum sempat kita berpindah dari bencana tersebut, dunia global dikejutkan oleh datangnya pandemi COVID-19 yang mengubah cara hidup kita selama ini.

Pandemi COVID-19 merupakan krisis kesehatan yang juga menyeret negara-negara di dunia ke dalam resesi ekonomi. Belum lama ini, pada Forum Fourth G20 Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting (14/10/2020), Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi tahun 2020 diperkirakan mengalami kontaksi sebesar minus 1,7% hingga minus 0,6%. Tak hanya itu, kontraksi ini juga menyebabkan angka kemiskinan meningkat menjadi 9,78% dan diperkirakan hingga 5,23 juta orang akan kehilangan pekerjaan akibat pandemi di Indonesia.

Meski telah menjalani tahun yang sulit, nyatanya kita tetap berusaha berjalan maju. Hal ini tercermin dari fakta bahwa saat ini, hampir seluruh negara termasuk Indonesia tengah fokus pada dua hal. Pertama, tentunya menghentikan laju penyebaran virus. Kedua, menyusun strategi pemulihan ekonomi dan tantangan multidimensi termasuk ancaman perubahan iklim serta menurunnya kualitas dan daya dukung lingkungan. Pemerintah Indonesia menyadari ancaman tersebut dan memastikan bahwa kebijakan stimulus yang ada mengintegrasikan kegiatan yang ramah lingkungan dan iklim.

Di tengah pandemi dan ketidakpastian ekonomi yang melanda tahun 2020, Pemerintah Indonesia tetap teguh pada komitmen iklimnya. Sebelum pandemi, Pemerintah telah meletakkan pondasi ekonomi hijau dan membuat beberapa kebijakan strategis terkait iklim. Perubahan iklim telah diarusutamakan ke dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 sesuai dengan kerangka strategi Pembangunan Rendah Karbon Indonesia (Low Carbon Development Indonesia/LCDI) yang lebih luas.

Untuk menangani pandemi, Pemerintah mengalokasikan stimulus fiskal sebesar Rp695,2 triliun. Stimulus fiskal tersebut sebagian besar dialokasikan untuk memberikan dukungan pada sektor kesehatan dan jaminan sosial yang mencerminkan prioritas pemerintah adalah kesehatan masyarakat sebagai prasyarat utama kebangkitan ekonomi.Stimulus ini juga digunakan untuk membiayai berbagai program padat karya, termasuk program hijau seperti proyek restorasi hutan bakau seluas 15 ribu hektar yang mempekerjakan sekitar 25 ribu orang di wilayah pesisir di beberapa wilayah di Indonesia.

Deraan pandemi akibat COVID-19 tidak menyurutkan komitmen pemerintah dalam membiayai program dan kegiatan terkait iklim dan lingkungan . Berdasarkan Laporan Penandaan Anggaran terkait Iklim (Climate Budget Tagging) Kemenkeu, dalam lima tahun terakhir (2016-2020), rata-rata alokasi anggaran penanganan perubahan iklim senilai Rp89,6 triliun per tahun atau rata-rata 3,9% alokasi dari APBN per tahun. Angka ini masih jauh dari proyeksi kebutuhan dana Rp266,25 triliun per tahun selama 2018-2030 untuk mencapai target penurunan emisi Indonesia sebagaimana tertuang dalam Nationally Determined Contribution (NDC).

Selain itu, Pemerintah juga menerbitkan Sovereign Global Green Sukuk setiap tahunnya sejak 2018 dengan total US$2,75 miliar. Dana yang diperoleh dialokasikan untuk membiayai transportasi yang berkelanjutan, mitigasi banjir di daerah yang rentan, peningkatan akses ke energi dari sumber terbarukan, pengelolaan sampah, dan proyek efisiensi energi di seluruh negeri. Dengan adanya berbagai proyek pembangunan hijau ini, lapangan kerja juga diharapkan akan semakin luas dan dapat membantu pemulihan ekonomi pasca pandemi.

Kerja sama dan kemitraan menjadi hal yang penting untuk mengatasi perubahan iklim, termasuk dalam hal pendanaan. Untuk mendanainya, Pemerintah membutuhkan kontribusi sektor swasta dan internasional.

Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk mendorong keterlibatan sektor swasta dan pemerintah daerah untuk mendukung pencapaian target NDC tersebut. Bagi sektor swasta, antara lain, terdapat fasilitas libur pajak (tax holiday) untuk industri pionir, pengurang penghasilan (tax allowance) untuk sektor energi terbarukan, pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta Bea Masuk untuk sektor energi terbarukan termasuk panas bumi. Sedangkan untuk pemerintah daerah, Pemerintah meluncurkan Dana Insentif Daerah (DID) yang memiliki indikator kemampuan pengelolaan sampah dan mekanisme transfer anggaran berbasis ekologi yang saat ini sedang dikembangkan.

Untuk menarik dana swasta lainnya, pada Oktober 2019 lalu Pemerintah juga resmi meluncurkan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) sebagai pengelola dana terpusat, yang sebelumnya tersebar di berbagai program Kementerian dan Lembaga. BPDLH diharapkan mendukung percepatan implementasi pengelolaan lingkungan hidup dengan skema penyaluran yang fleksible, transparan dan akuntabel.

Selain dari Pemerintah dan sektor swasta, komunitas internasional juga memainkan peran kunci dalam aksi iklim. Salah satunya adalah Green Climate Fund (GCF) yang telah menunjukkan komitmennya untuk membantu negara berkembang, termasuk Indonesia, dalam menanggulangi perubahan iklim.

Pada Agustus 2020, Indonesia menerima fasilitas pembayaran berbasis hasil Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD+) sebesar US$103,78 juta dari GCF atas hasil mengurangi emisi sebanyak 20,25 juta tonCO2eq. Pendanaan ini diberikan atas keberhasilan Indonesia mengurangi emisi pada periode 2014-2016.

.

Isu Pendanaan Iklim di Tahun 2021

Menyongsong tahun 2021, Pemerintah semakin meningkatkan komitmennya terhadap aksi iklim. Pemerintah saat ini sedang membentuk Peraturan Presiden tentang Instrumen Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian NDC dan Pengendalian Emisi Karbon dalam Pembangunan, yang akan diterbitkan dalam waktu dekat. Sebelumnya, skema harga karbon ini telah diidentifikasi dalam Peraturan Presiden No. 77 tahun 2018 sebagai salah satu cara untuk mengumpulkan dana lingkungan. Adanya regulasi ini diharapkan dapat membantu pencapaian target penurunan emisi di tahun 2030.

Untuk menetapkan strategi dan kerangka kebijakan fiskal dalam mencapai target pengurangan emisi dan ketahanan terhadap perubahan iklim, Kementerian Keuangan juga sedang mengembangkan Climate Change Fiscal Framework (CCFF). Kerangka kebijakan ini akan menjadi pondasi untuk pengembangan berbagai insentif fiskal dari pemerintah dan kolaborasi dengan pihak lain, termasuk swastaPengembangan kebijakan pemerintah yang strategis, diharapkan akan semakin mendorong mobilisasi pendanaan iklim dari swasta.

Presidensi G20 yang akan dipegang oleh Indonesia pada tahun 2022 akan menjadi kesempatan untuk meneguhkan komitmen Indonesia pada Iklim dan lingkungan.  Pemerintah akan menerapkan ekonomi hijau dan berkelanjutan dalam memulihkan perekonomian nasional. Maka dari itu diperlukan sinergi antara aspek ekonomi, lingkungan dan sosial secara lebih komprehensif.

Banyak yang kita pelajari dari tahun 2020, yang akan berpengaruh pada arah hidup kita ke depan. Salah satunya mengenai kerentanan kita terhadap pandemi, serta dampak perubahan iklim. Oleh karena itu, penting untuk menjaga kualitas dan daya dukung lingkungan dalam usaha memajukan ekonomi. Bagi pemerintah, pemulihan ekonomi melalui proyek dan penciptaan lapangan kerja hijau merupakan jalan yang akan menuntun kita menuju akhir dari terowongan gelap yang saat ini kita lalui.

__________

Foto oleh: Mika Baumeister/Unsplash