logo-kmu
logo-kmu
  • FAQ
  • Pengajuan
  • Kontak
x
Pembaruan / Berita

Komitmen Teguh Indonesia Pada Aksi Iklim di Tengah Pandemi

14 Oktober 2020 – Di acara GCF Private Investment for Climate Conference 2020, Rabu (14/10) Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa meski dihadapkan dengan pandemi, Indonesia tetap teguh pada komitmen iklimnya.

Masa pemulihan dari krisis ekonomi yang disebabkan oleh COVID-19 bertepatan dengan upaya Indonesia dalam melawan krisis perubahan iklim. Hal ini menjadi tantangan ganda bagi negara berkembang yang memiliki kapasitas fiskal dan keuangan terbatas untuk mengatasi kedua persoalan tersebut.

“Diperkirakan hingga 5.23 juta orang akan kehilangan pekerjaan dikarenakan pandemi COVID-19 di Indonesia”, ujar Menkeu.

Untuk merespon krisis di depan mata, dibutuhkan strategi pemulihan yang dapat menjawab persoalan jangka pendek maupun panjang, yaitu dengan membangun ekonomi yang berkelanjutan dan mempertimbangkan peralihan yang adil bagi semua pihak dalam prosesnya. Menkeu menjelaskan bahwa Indonesia telah mengalokasikan Rp 695,2 triliun untuk stimulus fiskal yang 29% dialokasian untuk program perlindungan sosial dan 42% diperuntukkan bagi UMKM, bisnis, dan perusahaan.

“Stimulus ini turut membiayai proyek hijau padat karya, seperti proyek restorasi hutan bakau seluas 15,000 hektar yang mempekerjakan 25,000 orang di wilayah pantai” lanjut Menkeu.

Indonesia telah memiliki beberapa terobosan dalam aksi iklim yang akan terus disempurnakan. Pada aspek pembiayaan, Indonesia menerbitkan Green Sukuk, serta skema kerjasama publik-swasta seperti SDG Indonesia One dan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH). Selain itu, Indonesia juga sedang merancang dua Peraturan Presiden tentang Nilai Ekonomi Karbon dan Harga Beli Listrik Energi Terbarukan yang juga akan mempermudah pihak swasta untuk berkontribusi pada pembangunan rendah karbon Indonesia.

Mengutip Deputi Sekretaris Jenderal PBB Amina J. Mohammed yang turut hadir dalam acara tersebut, bahwa investasi sangat dibutuhkan untuk mendorong respon global terhadap aksi iklim. Oleh karena itu, Menkeu Sri Mulyani pun meminta negara maju untuk memperkuat usaha bersama dalam mengatasi krisis iklim, sesuai dengan janji menyediakan dana sebesar USD 100 miliar per tahun pada tahun 2020 untuk aksi iklim pada Conference of Parties ke-15 (COP-15) tahun 2009.

GCF sebagai dana perubahan iklim terbesar di dunia memiliki kapasitas untuk mengatasi hambatan pembiayaan yang kerap dialami negara berkembang, melalui berbagai instrumen keuangan inovatif untuk mengurangi risiko dan mengkatalisasi investasi publik dan swasta untuk mencapai hasil yang transformatif. Dalam acara ini, GCF menyorot pentingnya keterlibatan swasta dan investasi yang mendukung pembangunan rendah karbon untuk keberlanjutan aksi iklim. Karena selain memiliki modal, sektor swasta pada umumnya memiliki keahlian khusus sektor, serta sumber daya yang lebih dalam hal teknologi, efisiensi dan pengelolaan.

Usaha yang dilakukan oleh GCF sangat dibutuhkan lebih dari sebelumnya untuk mempercepat dekarbonisasi ekonomi global dan meningkatkan ketahanan di negara-negara berkembang, serta terus mencari solusi bersama.