Kajian Efektivitas Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping Terhadap Impor Produk Keramik Dari Republik Rakyat Tiongkok

Penulis: Pusat Kebijakan Pendapatan Negara (2015)

Pengenaan BMAD (Bea Masuk Anti Dumping) dapat dilakukan jika harga ekspor suatu barang yang diimpor bernilai lebih rendah dari harga normalnya dan menyebabkan kerugian bagi industri dalam negeri. BMAD dapat dikenakan paling tinggi sebesar marjin dumping. Tujuan pengenaan BMAD adalah untuk memulihkan kerugian serius atau mencegah ancaman kerugian serius yang dapat diderita oleh industri dalam negeri. Kerugian tersebut sebagai akibat dari lonjakan jumlah barang impor terhadap barang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing. Pengenaan BMAD dapat mendorong industri dalam negeri yang mengalami kerugian serius maupun ancaman kerugian serius untuk melakukan penyesuaian yang diperlukan.

Mekanisme pengenaan BMAD secara garis besar telah tercantum pada Pasal 18 dan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Undang-Undang Kepabeanan). Guna mengatur lebih lanjut terkait hal penyelidikan dan kewenangan Menteri Keuangan untuk menetapkan besaran tarif serta jangka waktu pengenaan BMAD sesuai dengan keputusan Menteri Perdagangan, pemerintah menyusun Peraturan Pemerintah  Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Anti Dumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengaman Perdagangan.

Salah satu kebijakan pengenaan BMAD yang telah ditetapkan adalah pengenaan BMAD atas impor produk keramik dari RRT (Republik Rakyat Tiongkok). Proses pengenaan BMAD diawali dengan permohonan industri dalam negeri kepada Komisi Anti Dumping Indonesia (KADI) untuk melakukan penyelidikan anti dumping terhadap impor produk perangkat makan dari keramik (Ceramic Tableware) dengan pos tarif nomor 6911.10.00.00, 6911.90.00.00, dan 6912.00.00.00 yang berasal dari RRT. Penyelidikan tersebut membuktikan adanya: (i) barang dumping berupa produk keramik dari RRT, (ii) kerugian pemohon yang ditunjukkan oleh penurunan, baik secara absolut maupun relatif, atas beberapa indikator yang digunakan, yaitu produksi, produktivitas, utilitas, tenaga kerja, upah, penjualan dalam negeri, pangsa pasar, harga jual dalam negeri, laba, kemampuan meningkatkan modal, dan peningkatan persediaan karena berkurangnya pangsa pasar, (iii) hubungan sebab akibat (causal link) antara barang dumping dan kerugian oleh negara pengimpor. Oleh karena itu, dalam rangka melindungi industri dalam negeri dari praktik unfair trade, pemerintah melalui PMK (Peraturan Menteri Keuangan) Nomor 58/PMK.011/2012 mengenakan BMAD terhadap impor produk keramik berupa perangkat makan, perangkat dapur, peralatan rumah tangga lainnya, dan peralatan toilet dari RRT.

Mengingat pentingnya tujuan pengenaan BMAD, maka tim melakukan kajian terhadap efektivitas pengenaan BMAD yang ditetapkan dengan PMK Nomor 58/PMK.011/2012 tersebut. Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah sebagai berikut:

  1. Analisis Regresi, sebagai metode untuk mengetahui besar pengaruh pengenaan BMAD terhadap arus impor produk keramik dari RRT;
  2. Trend Ratio, sebagai metode untuk melihat kemampuan instrumen BMAD dalam membendung impor produk keramik dalam rangka perlindungan industri keramik dalam negeri;
  3. Revealed Comparative Advantage (RCA), sebagai metode untuk melihat kemampuan instrumen BMAD dalam meningkatkan daya saing industri keramik dalam negeri;
  4. Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP), sebagai metode untuk memberikan gambaran tentang prospek di masa yang akan datang terhadap industri keramik dalam negeri; dan
  5. Kuadran Industri, sebagai metode untuk mengetahui posisi industri keramik dalam negeri sebelum dan setelah implementasi BMAD.

Analisis yang telah dilakukan memberikan hasil bahwa: (i) dengan menggunakan estimasi model regresi linier berganda, terlihat variabel-variabel dalam model ini, yaitu BMAD, Standar Nasional Indonesia, dan Produk Domestik Bruto, berpengaruh signifikan terhadap nilai impor keramik dari RRT, (ii) sedangkan metode ekspor-impor menunjukkan bahwa tren impor keramik dari RRT menurun, (iii) dengan menggunakan metode RCA, terlihat bahwa daya saing industri keramik Indonesia di dunia meningkat, (iv) dengan menggunakan metode ISP, terlihat bahwa kematangan industri keramik Indonesia dalam perdagangan internasional meningkat dan dapat dikatakan mempunyai daya saing yang kuat atau cenderung sebagai pengekspor komoditas keramik (suplai domestik lebih besar daripada permintaan domestik), (v) metode kuadran industri menunjukkan posisi industri keramik Indonesia telah meningkat dari potensial loser menjadi forever winner. Berdasarkan hasil analisis yang telah dipaparkan tersebut, pengenaan BMAD memberikan pengaruh terhadap impor produk keramik dari RRT.

 

*Untuk informasi lebih lanjut mengenai kajian ini, dapat menghubungi Pusat Kebijakan Pendapatan Negara di nomor 021-3842542