Kajian Manfaat Dana Desa dalam Percepatan Pembangunan dan Pengentasan Kemiskinan Desa

Penulis: Pusat Kebijakan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (2018)

Sejalan dengan amanah Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, kebijakan Dana Desa menjadi salah satu program unggulan Pemerintah dalam rangka membangun perekonomian di tingkat desa maupun mengurangi kesenjangan dan kemiskinan desa. Hal tersebut dapat dilihat dari keseriusan Pemerintah dalam mengalokasikan Dana Desa yang meningkat signifikan tiap tahun pada periode 2015 sampai dengan 2017. Tahun 2015 dialokasikan sebesar Rp20,77 triliun, meningkat menjadi Rp46,98 triliun pada tahun 2016, dan tahun 2017 alokasinya kembali meningkat menjadi Rp60 triliun. Dengan total alokasi Dana Desa sebesar Rp127,75 triliun selama 3 tahun, diharapkan dapat memberi manfaat yang optimal dalam pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang dapat mengurangi kesenjangan, mengentaskan kemiskinan, serta meningkatkan perekonomian desa.

Dalam 3 tahun implementasi kebijakan Dana Desa (2015-2017), distribusi Dana Desa ke semua desa dihitung berdasarkan rasio Alokasi Dasar (AD) : Alokasi Formula (AF) = 90:10 yang lebih diarahkan pada pemerataan alokasi. Alokasi Formula (AF) merupakan formula distribusi Dana Desa yang mempertimbangkan kondisi desa yaitu jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis desa. Korelasi distribusi dana desa dengan jumlah penduduk miskin desa dan Indeks Kesulitan Geografis (IKG) menunjukkan bahwa distribusi Dana Desa masih belum berkeadilan. Desa-desa yang berpenduduk miskin tinggi justru mendapatkan Dana Desa yang relatif sama atau lebih kecil dibandingkan dengan desa yang jumlah penduduk miskinnya lebih rendah. Demikian pula halnya dengan korelasi distribusi dana desa dengan tingkat kesulitan geografis desa yang menunjukkan bahwa desa-desa dengan tingkat kesulitan geografis tinggi justru mendapatkan Dana Desa yang relatif sama atau lebih kecil dibandingkan dengan desa yang tingkat kesulitan geografisnya lebih rendah. Oleh karena itu, reformulasi distribusi dana desa menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan dengan memperbesar porsi AF agar pemanfaatan dana desa lebih efektif dalam mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan publik melalui pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.

Pemanfaatan Dana Desa selama periode 2015-2017 lebih banyak digunakan untuk prioritas pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan, drainase, irigasi, embung, dan lainnya. Namun demikian, masyarakat desa menilai masih belum merasakan manfaat besar yang didapatkan dari pelaksanaan pembangunan desa tersebut. Sementara itu, pemanfaatan Dana Desa untuk pemberdayaan masyarakat desa masih belum optimal padahal banyak desa yang mempunyai kegiatan ekonomi kreatif desa yang dapat didorong untuk menjadi mata pencaharian bagi masyarakat desa.

Sehubungan dengan beberapa latar belakang yang telah disampaikan sebelumnya, dipandang perlu untuk melakukan kajian yang lebih komprehensif untuk mengetahui bagaimana manfaat dana desa dalam percepatan pembangunan dan pengentasan kemiskinan desa. Kajian ini bertujuan untuk: a) melakukan evaluasi distribusi Dana Desa dalam memenuhi prinsip pemerataan dan berkeadilan; b) mengindentifikasi kendala/permasalahan yang terjadi dalam implementasi kebijakan Dana Desa; dan c) melakukan evaluasi manfaat Dana Desa dalam percepatan pembangunan dan pengentasan kemiskinan desa. Hasil kajian ini diharapkan dapat merumuskan rekomendasi kebijakan yang tepat sebagai dasar pengambilan keputusan bagi pimpinan untuk menetapkan langkahlangkah strategis bagi perbaikan implementasi kebijakan Dana Desa untuk mencapai tujuan dan sasaran kebijakan yang lebih optimal.

Berdasarkan evaluasi dan analisis atas data dan informasi mengenai implementasi kebijakan Dana Desa berupa data sekunder dan hasil survei di 13 daerah sampel yang tersebar di wilayah/pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Nusa Tenggara dapat disampaikan beberapa hal penting sebagai berikut:

  1. Analisis korelasi distribusi Dana Desa tahun 2015-2017 dengan jumlah penduduk miskin dan tingkat kesulitan geografis di tingkat kabupaten/kota maupun di tingkat desa menunjukkan bahwa distribusi Dana Desa dari APBN dengan formula AD:AF=90:10 hanya memenuhi prinsip pemerataan namun belum berkeadilan karena masih terdapat ketimpangan distribusi Dana Desa. Ketimpangan distribusi Dana Desa tersebut mengakibatkan desa dengan jumlah penduduk miskin tinggi dan tingkat kesulitan geografis tinggi, memiliki kapasitas fiskal yang kurang memadai untuk percepatan pembangunan desa dan mengurangi kemiskinan desanya.
  2. Ditinjau dari jumlah penduduk miskin, ketimpangan distribusi Dana Desa di wilayah/pulau Maluku dan Papua sangat tinggi karena terdapat gap yang cukup besar antara desa yang memiliki jumlah penduduk miskin tinggi dan rendah namun mendapatkan distribusi Dana Desa yang relatif sama. Sedangkan di wilayah/pulau Jawa, sebaran distribusi Dana Desa dilihat dari jumlah penduduk miskin relatif lebih merata dan adil dibandingkan wilayah/pulau lainnya meskipun masih terdapat ketimpangan distribusi.
  3. Ditinjau dari tingkat kesulitan geografis, masih terjadi korelasi negatif antara distribusi Dana Desa dengan tingkat kesulitan geografis di tingkat desa (IKG) yang berarti semakin tinggi IKG (tingkat kesulitan geografis yang makin tinggi) justru memperoleh Dana Desa yang kecil. Kondisi idealnya mempunyai korelasi positif, sehingga semakin tinggi tingkat kesulitan geografis suatu desa maka Dana Desa yang diperoleh akan semakin besar karena diharapkan dapat digunakan untuk percepatan perbaikan infrastruktur yang dapat mempermudah akses masyarakat terhadap pelayanan publik. Ketimpangan yang sangat tinggi terjadi di wilayah/pulau Bali dan Nusa Tenggara yang ditunjukkan oleh korelasi negatif yang paling tajam dibandingkan wilayah/pulau lainnya. Distribusi Dana Desa di wilayah/pulau Jawa dilihat dari tingkat kesulitan geografis relatif lebih merata dan adil dibandingkan wilayah/pulau lainnya meskipun masih terdapat ketimpangan distribusi.
  4. Berdasarkan survei pada 13 daerah sampel ditemukan beberapa kendala/permasalahan yang berhasil diidentifikasi dalam implementasi kebijakan Dana Desa selama periode 2015-2017, antara lain:
    • Aspek Distribusi Alokasi dan Penyaluran
      • Distribusi alokasi Dana Desa ditinjau dari jumlah penduduk miskin dan tingkat kesulitan geografis menunjukkan adanya ketimpangan antardaerah. Masih terdapat desa dengan tingkat kesulitan geografis dan jumlah penduduk miskin tinggi namun memperoleh distribusi Dana Desa yang relatif sama atau bahkan lebih kecil dibandingkan dengan desa yang memiliki jumlah penduduk miskin dan tingkat kesulitan geografis lebih rendah. 
      • Penyaluran Dana Desa hingga pertengahan tahun 2017 masih terjadi keterlambatan yang disebabkan oleh keterlambatan desa dalam menyampaikan prasyarat penyaluran Dana Desa pada tiap tahap penyaluran. Prasyarat tersebut berupa dokumen perencanaan (RKPDes) dan penganggaran (APBDes) serta laporan pertanggungjawaban realisasi dan penggunaan Dana Desa tahap sebelumnya. 
    • Aspek Penggunaan 
      • Penggunaan Dana Desa lebih dari 80 persen dimanfaatkan untuk bidang pembangunan desa. Masih ada penetapan pembangunan yang tidak memiliki efek multiplier bagi perbaikan perekonomian desa. 
      • Prioritas penggunaan Dana Desa sebagian besar ditentukan melalui forum musyawarah desa, namun di beberapa desa masih ada yang ditentukan oleh Kepala Desa/Kecamatan/Kabupaten/Kota sehingga masih ada penggunaan Dana Desa yang belum sesuai dengan kebutuhan prioritas masyarakat desa. 
      • Beberapa desa masih belum mengarahkan penggunaan Dana Desa untuk pembentukan BUMDesa sebagai wadah dalam mengembangkan kegiatan unit usaha ekonomi di desa. 
    • Aspek Monitoring dan Evaluasi 
      • Pelaksanaan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan Dana Desa oleh masing-masing K/L teknis masih belum berjalan sinergi, masing-masing menjalankan sesuai dengan kewenangannya.
      • Pengawasan terhadap pelaksanaan Dana Desa belum sepenuhnya berjalan dengan baik, hal ini dapat dilihat dari semakin banyak terjadi penyalahgunaan/penyelewengan yang terkait dengan Dana Desa. Pengawasan yang dilakukan berjenjang oleh mulai dari Pemerintah Provinsi hingga masyarakat desa masih belum berjalan optimal. 
    • Aspek Pendamping Desa 
      • Peran pendamping desa masih belum efektif. Kuantitas dan kualitas pendamping desa masih belum memadai karena masih ada pendamping desa yang tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan kehadirannya di desa hanya sebatas formalitas. Namun demikian, pada tahun 2017 telah mulai dilakukan perbaikan melalui penambahan jumlah pendamping desa dan peningkatan kualitasnya. 
      • Mekanisme rekruitmen pendamping desa dilakukan terpusat melalui Kementerian Desa dan belum mengikutsertakan pemerintah daerah dalam proses rekrutmen. 
    • Aspek Pembinaan 
      • Permasalahan dualisme regulasi dari Kementerian Desa dan Kementerian Dalam Negeri yang seringkali dimaknai sebagai “diperbolehkan/sesuai aturan” atau “tidak diperbolehkan/tidak sesuai aturan” dapat berpotensi menjadi masalah hukum sehingga dalam implementasi di tingkat desa sering membuat kegamangan dari pemerintah desa maupun masyarakat desa untuk menentukan penggunaan Dana Desa. Untuk menyamakan persepsi atas regulasi tersebut, diperlukan pembinaan yang berkelanjutan untuk menjaga konsistensi penggunaan Dana Desa. 
      • Masih banyak Desa yang mengalami kesulitan dalam penyusunan dokumen perencanaan desa seperti RPJMDes, RKPDes, dan APBDes sehingga diperlukan pembinaan yang lebih intensif untuk membantu Desa. Selain itu, Desa masih sangat memerlukan pembinaan dalam penyusunan laporan pertanggungjawaban penggunaan Dana Desa dan keuangan desa. 
      • Kegiatan sosialisasi kebijakan Dana Desa dan transparansi penggunaannya kepada masyarakat desa masih belum optimal karena masih ada sebagian masyarakat desa belum mengetahui program kebijakan Dana Desa yang merupakan kebijakan pemerintah untuk percepatan pembangunan dan pengentasan kemiskinan desa.
  5. Total Dana Desa dari APBN yang dialokasikan selama tahun 2015-2017 mencapai Rp127,75 triliun dan telah menghasilkan output penggunaan Dana Desa berupa penyediaan sarana prasarana infrastruktur dasar, penyediaan layanan dasar publik di desa, serta pengembangan perekonomian desa. Kinerja Dana Desa dinilai telah memberikan manfaat positif bagi pembangunan desa sehingga diharapkan dapat mengatasi kesenjangan maupun mengurangi kemiskinan desa, meskipun demikian optimalisasi pemanfaatannya masih perlu ditingkatkan.
  6. Sejak Dana Desa mulai diimplementasikan tahun 2015, tingkat kemiskinan perdesaan menurun dari 14,2 persen (tahun 2015) menjadi 13,9 persen (tahun 2017). Jumlah penduduk miskin perdesaan turun dari 17,94 juta jiwa (tahun 2015) menjadi 17,10 juta jiwa (tahun 2017). Sementara itu, gini ratio perdesaan pada tahun 2015 sebesar 0,334 dan turun menjadi 0,320 di tahun 2017. Seiring dengan membaiknya kinerja indikator kemiskinan desa dan ketimpangan antar desa tersebut maka mengindikasikan bahwa program/kegiatan Pemerintah salah satunya Dana Desa dinilai memberikan manfaat positif dalam mengurangi kemiskinan dan ketimpangan di tingkat desa walaupun signifikansi dampaknya belum dapat diukur dalam tiga tahun pelaksanaan Dana Desa.
  7. Dukungan pendanaan dari Pemerintah terhadap program/kegiatan sampai ke tingkat Desa sangat besar antara lain Dana Desa dari APBN, Alokasi Dana Desa (ADD) 10 persen dari Dana Transfer Umum Kabupaten/Kota, 10 persen dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) Kabupaten/Kota, dan bantuan dari Provinsi, namun desa belum cukup siap untuk mengelola dana-dana tersebut dengan baik dan bijak karena keterbatasan kapasitas SDM di desa. Di sisi lain, Pemerintah Pusat juga telah melaksanakan program penanggulangan kemiskinan melalui program PKH, Rastra, dan KUR. Oleh karena itu, diperlukan sinergi kebijakan agar upaya pengentasan kemiskinan desa dapat berjalan lebih efektif. Penguatan penggunaan Dana Desa yang disinergikan dengan pelaksanaan program prioritas PKH, Rastra, dan KUR merupakan salah satu strategi yang dapat ditempuh dalam upaya mengentaskan kemiskinan desa.

Berdasarkan analisis temuan dan kesimpulan tersebut, berikut ini disampaikan rekomendasi kebijakan sebagai berikut:

  1. Untuk mewujudkan distribusi Dana Desa yang lebih berkeadilan dan dapat mengurangi kemiskinan desa, perlu dilakukan reformulasi distribusi Dana Desa dengan memperbesar porsi Alokasi Formula (AF) dalam rasio AD:AF dan meningkatkan bobot jumlah penduduk miskin dalam AF. Di sisi lain, dalam rangka akselerasi pembangunan desa tertinggal dan sangat tertinggal, formulasi dana desa perlu diarahkan untuk mengurangi gap ketimpangan. Meskipun pada tahun 2018 sudah menggunakan formula baru yang lebih baik, namun seiring dengan peningkatan alokasi Dana Desa dalam APBN perlu dilakukan reformulasi dengan meningkatkan porsi AF yang lebih besar lagi agar distribusi Dana Desa makin berkeadilan karena dalam perhitungan AF mencerminkan kondisi riil desa. Selain kebijakan reformulasi, data desa merupakan faktor kunci yang perlu dijaga validitasnya untuk meningkatkan akurasi distribusi Dana Desa yang lebih berkeadilan.
  2. Pemanfaatan Dana Desa ke depan perlu lebih diarahkan untuk penguatan pada kegiatan yang bersifat padat karya (swakelola) masyarakat desa, pengembangan potensi ekonomi desa melalui kegiatan ekonomi kreatif, dan mengoptimalkan program/kegiatan pemberdayaan masyarakat desa. Dana Desa diharapkan menjadi akselerator bagi tumbuhnya sentra-sentra kegiatan ekonomi baru di desa serta dapat mendorong kreatifitas dan komitmen masyarakat desa dalam membangun desanya.
  3. Semakin meningkatnya dana yang dikelola desa, diperlukan kesiapan desa melalui penguatan kapasitas SDM, selain itu Pemerintah juga perlu melakukan pembinaan, pendampingan, dan pemantauan yang lebih terarah dan berkesinambungan kepada desa. Di sisi lain, diperlukan penguatan koordinasi, konsolidasi, dan sinergi terhadap pelaksanaan program/kegiatan yang menjadi prioritas pembangunan desa dari tingkat Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Kecamatan, hingga tingkat desa. 
  4. Potensi dan karakteristik desa dapat menjadi salah satu acuan dalam menentukan prioritas penggunaan Dana Desa. Misalnya: bagi desa dengan karakteristik tertinggal dan sangat tertinggal diutamakan untuk sarana prasarana infrastruktur dasar, penyediaan layanan dasar publik, dan pemberdayaan masyarakat, sedangkan bagi desa dengan karakteristik desa berkembang diarahkan pada pemberdayaan masyarakat dan pengembangan perekonomian desa. 
  5. Beberapa kegiatan yang dibiayai Dana Desa dapat disinergikan dengan pelaksanaan program nasional seperti PKH, Rastra, dan KUR agar upaya pengentasan kemiskinan desa dapat berjalan lebih efektif. Di samping itu, diperlukan terobosan sinergi kebijakan untuk memperkuat pemanfaatan Dana Desa dalam rangka meningkatkan perekonomian desa dan mengentaskan kemiskinan desa antara lain melalui: (a) optimalisasi peran BUMDes untuk membiayai kegiatan-kegiatan ekonomi produktif desa; (b) memberikan kemudahan akses permodalan bagi masyarakat desa melalui kemitraan permodalan dengan BUMDesa, Lembaga Keuangan Mikro Desa, BUMN, maupun swasta; (c) mendorong pengembangan usaha sektor informal terutama pada sektor pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, dan ekonomi kreatif; serta (d) mengoptimalkan pemanfaatan Teknologi Tepat Guna (TTG) untuk mewujudkan usaha produktif yang lebih efisien sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, memberikan nilai tambah produk, dan meningkatkan kualitas hasil produksi.

File Terkait:

Baca   Download