KAJIAN: KEBIJAKAN SUBSIDI LPG TABUNG 3KG TEPAT SASARAN

Penulis: Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (2020)

Latar Belakang

Sebagai konsekuensi dari program konversi minyak tanah (mitan) bersubsidi ke LPG tabung 3 kg bersubsidi, Pemerintah telah mengalokasikan subsidi LPG tabung 3 kg sejak tahun 2008. Dari tahun 2008 hingga tahun 2018, kebutuhan belanja subsidi LPG tabung 3 kg terus meningkat, dan tumbuh rata-rata 31,05% per tahun.

Pada tahun 2018 belanja subsidi LPG tabung 3 kg telah menjadi komponen terbesar dalam subsidi energi, yang mencapai Rp58,14 triliun, atau 37,87% dari total subsidi energi sebesar Rp 153,52 triliun atau meningkat 14,95 kali lipat dibanding realisasinya pada tahun 2008.  Peningkatan realisasi tersebut diantaranya dipengaruhi oleh peningkatan volume konsumsi LPG tabung 3 kg yang telah mencapai Rp6,54 miliar kg pada tahun 2018, atau meningkat 11,9 kali lipat dibandingkan volume konsumsi tahun 2008.

Peningkatan volume konsumsi tersebut setidaknya dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu (i) perluasan wilayah program konversi mitan ke LPG tabung 3 kg, dan (ii) pertumbuhan alami kebutuhan konsumsi masyarakat. Faktor lainnya yang mempengaruhi peningkatan kebutuhan belanja subsidi LPG yaitu tingkat harga LPG tabung 3 kg tidak pernah mengalami penyesuaian sejak 2008 sebesar Rp4.250,00.

Dalam pelaksanaannya, masih dijumpai permasalahan, diantaranya yaitu (i)  pendistribusiannya masih dilakukan secara terbuka, sehingga semua golongan masyarakat masih dapat mengkomsumsi; (ii) tingkat harga LPG tidak pernah disesuaikan sejak tahun 2008 (Rp4.250,00), yang berakibat sebagian konsumen yang awalnya menggunakan LPG nonsubsidi juga ikut berpindah mengkonsumsi LPG bersubsidi; dan (iii) golongan masyarakat mampu juga menikmati subsidi LPG 3 kg, sehingga mendorong ketimpangan dalam masyarakat.

Berdasarkan hal-hal tersebut, perlu disusun kajian dalam rangka untuk mendorong peningkatan efektifitas belanja subsidi Pemerintah. Studi yang didukung oleh PROSPERA ini bertujuan untuk mengidentifikasi alternatif subsidi LPG tabung 3 kg yang lebih tepat sasaran, serta menganalisis dampak fiskal dan ekonomi penerapan kebijakan subsidi LPG 3 kg yang tepat sasaran, termasuk langkah-langkah mitigasi risiko yang perlu dilakukan

Metodologi Penelitian

Metodologi yang digunakan dalam kajian meliputi analisis kuantitatif dan kualitatif.

  • Analisis kualitatif dalam bentuk FGD, deep dive discussion, dan survei lapangan digunakan dalam menghimpun berbagai pandangan para pemangku kepentingan termasuk usulan-usulan perbaikan kebijakan subsidi LPG ke depan.
  • Sementara analisis kuantitatif berupa Almost Ideal Demand System (AIDS), Price Shifting Model (PSM), Multi-Regional Input-Output (MRIO), dan micro data simulation digunakan dalam menganalisis dampak penerapan kebijakan subsidi LPG yang lebih tepat sasaran

Hasil Penelitian

  1. Temuan kajian: masih dijumpai permasalahan dalam implementasi kebijakan subsidi LPG tabung 3 kg eksisting, baik dari aspek desain kebijakan, pengelolaan anggaran, maupun pendistribusiannya.
    1. Permasalahan desain kebijakan subsidi LPG tabung 3 kg, yaitu: (i) pentargetan sasaran yang lemah; (ii) tidak tersedianya data penerima subsidi LPG yang kredible; dan (iii) Harga Jual Eceran (HJE) LPG bersubsidi yang belum pernah mengalami penyesuaian.
    2. Permasalahan pengelolaan anggaran subsidi LPG tabung 3 kg, yaitu: (i) ketidaksesuaian kuota dengan konsumsi aktual; (ii) ketidakpastian dalam penentuan besaran kebutuhan anggaran; dan (iii) beban fiskal yang diproyeksikan semakin membesar.
    3. Permasalahan pendistribusian LPG tabung 3 kg, yaitu: (i) distribusi dan kompetisi di pasar yang masih terbatas; (ii) pengendalian dan pemantauan distribusi produk; (iii) masih terjadinya inclusion error dalam penerima manfaat; serta (iv) variasi harga yang cukup tinggi di pengecer.
  2. Pengalaman negara lain.
    Pengalaman di India, Thailand, dan Meksiko yang sudah lebih dahulu melakukan reformasi dalam implementasi subsidi LPG menunjukkan bahwa keberadaan diskriminasi harga di pasar (produk subsidi dan nonsubsidi) menimbulkan inefisiensi dan praktik arbitrase.
  3. Perspektif pemangku kepentingan.
    Perlu dilakukan reformasi atas kebijakan subsidi LPG tabung 3 kg, diantaranya yaitu:
    1. Dari urutan prioritas, tujuan dari subsidi LPG seharusnya diarahkan untuk keadilan sosial (pengentasan kemiskinan dan pemerataan), pertumbuhan ekonomi dan stabilitas harga, ketahanan energi, serta pelestarian lingkungan dan peningkatan kesehatan.
    2. Sasaran penerima subsidi LPG dapat diprioritaskan dengan pembatasan berdasarkan: (i) status sosio-ekonomi yaitu kelompok rumah tangga 40 persen termiskin; dan (ii) status pekerjaan sesuai sektor yang diprioritaskan menerima sesuai peraturan perundangan, yaitu usaha mikro, nelayan dan petani sasaran.
    3. Penyediaan dan penyempurnaan basis data penerima subsidi LPG tabung 3 kg terutama yang berkaitan dengan kelompok usaha mikro, nelayan, dan petani sasaran, menjadi sangat penting dalam mendukung upaya peningkatan efektivitas anggaran subsidi LPG tabung 3 kg.
    4. Transformasi dari subsidi harga menjadi subsidi langsung (direct transfer) yang diberikan kepada target penerima (by name by address).
      Implikasinya yaitu harga seluruh komoditas LPG akan mengikuti harga pasar. Mekanisme ini akan beroperasi lebih baik dibandingkan sistem distribusi tertutup, karena tidak ada lagi perbedaan harga LPG di pasar, serta dapat mengurangi inclusion error.
    5. Konsekuensi/dampak dari kebijakan transformasi kebijakan subsidi LPG tabung 3 kg terhadap inflasi, kemiskinan, ketimpangan, dan beban fiskal:
      1. Pencabutan subsidi LPG tanpa dibarengi pemberian kompensasi kepada golongan yang terdampak, terutama rumah tangga (RT), akan dapat memicu:
        1. tambahan inflasi nasional sebesar 1,32% di atas inflasi awal. Dampak peningkatan inflasi akan berbeda-beda antarwilayah tergantung besaran konsumsi LPG bersubsidi di masing-masing wilayah.
          Dampak peningkatan inflasi tertinggi berada di DKI Jakarta (1,58%) dan Bali (1,34%), sementara terendah berada di Papua dan Papua Barat (0,99%).
        2. penurunan daya beli, yang akan mendorong peningkatan kemiskinan secara nasional sebesar 0,47%, serta peningkatan rasio gini nasional sebesar 0,002.
      2. Transformasi kebijakan subsidi LPG yang diikuti dengan pemberian bantuan langsung sebesar Rp45.000,00 per rumah tangga (RT) per bulan, dapat membantu menurunkan angka kemiskinan 0,13% dan ketimpangan sebesar 0,002, dibandingkan kondisi awal.
      3. Transformasi kebijakan subsidi LPG tabung 3 kg yang diikuti dengan pemberian bantuan langsung sebesar Rp60.000,00 per RT per bulan, dapat menurunkan angka kemiskinan 0,36%, dan ketimpangan 0,003 dibandingkan kondisi awal.
      4. Transformasi kebijakan subsidi LPG tabung 3 kg juga berdampak positif pada penghematan beban fiskal, yang dapat dialihkan alokasinya pada belanja produktif hingga mencapai Rp120 triliun (dalam periode 2020 – 2023).

Rekomendasi Kebijakan

Beberapa rekomendasi dari hasil hasil kajian ini adalah sebagai berikut:

  1. Pemerintah perlu segera melakukan transformasi kebijakan subsidi LPG tabung 3 kg dari subsidi harga ke subsidi berbasis target penerima. Transformasi dilakukan mengacu pada dua konsep utama, yaitu (i) “getting the price right”, yaitu meletakkan harga LPG tabung 3 kg sesuai harga pasar, dan (ii) “protect the poor”, memberikan subsidi/bantuan secara selektif pada masyarakat yang membutuhkan.
    1. Transformasi kebijakan subsidi LPG tabung 3 kg dapat diawali dengan penghapusan perbedaan harga komoditas LPG bersubsidi dan nonsubsidi. Harga LPG yang berlaku adalah harga tunggal, yaitu harga yang mengikuti harga keekonomian yang efisien, (mencerminkan optimalisasi dan efisiensi produksi dari Badan Usaha selaku produsen).
    2. Penghapusan perbedaan harga LPG bersubsidi dan nonsubsidi harus diikuti dengan perubahan desain kebijakan subsidi untuk LPG menjadi berbasis transfer langsung dengan golongan penerima yang berhak, berdasarkan basis data yang handal. Dengan demikian, mekanisme perlindungan terhadap kelompok-kelompok masyarakat yang rentan dapat berjalan. Pemberian bantuan berbasis transfer langsung diyakini dapat menyelesaikan permasalahan inclusion error dan arbritase sehingga ketepatan sasaran dari kebijakan dapat lebih dipastikan.
    3. Penajaman target sasaran penerima subsidi LPG secara bertahap perlu dilaksanakan. Penajaman sasaran dapat diawali dari kelompok rumah tangga yang basis datanya tersedia. Selanjutnya, perbaikan dan penguatan basis data untuk status pekerjaan, yaitu data pelaku usaha mikro, nelayan, dan petani sasaran harus menjadi fokus Pemerintah dalam jangka pendek.

  2. Penentuan besaran subsidi LPG dalam bentuk bantuan langsung yang akan diberikan perlu dipertimbangkan secara matang.
    • Jumlah bantuan harus cukup untuk mengkompensasi penurunan daya beli dari golongan penerima yang terkena dampak perubahan kebijakan.
    • Pemberian bantuan sejumlah minimum tersebut diharapkan dapat menjaga budget line dari golongan penerima yang berhak, sehingga utilitas konsumsi tetap pada titik optimum.

      Jika dilaksanakan dengan baik, reformasi kebijakan subsidi LPG tabung 3 kg diyakini dapat memberikan dampak positif baik dalam hal penurunan kemiskinan dan ketimpangan, maupun penurunan beban fiskal. Selanjutnya, penghematan anggaran dari reformasi kebijakan subsidi LPG harus dapat dimanfaatkan secara optimal pada pos-pos belanja yang bersifat produktif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.

  3. Agar transformasi kebijakan subsidi LPG dapat berjalan dengan baik dan dapat memberikan manfaat secara optimal, diperlukan langkah-langkah mitigasi yang tepat diantaranya yaitu:
    • Penetapanan target sasaran penerima harus disertai dengan proses pengumpulan data yang valid sesuai dengan kondisi dan kriteria yang ditetapkan (misal: 40 persen golongan masysarakat berpendapatan rendah)
    • Desain kebijakan transformasi subsidi LPG harus mempertimbangkan kepentingan dari seluruh golongan target sasaran (rumah tangga miskin dan rentan, usaha mikro, nelayan dan petani kecil)
    • Penyediaan sarana dan prasarana penunjang yang dapat berfungsi dengan baik dan teruji, yang dibutuhkan dalam implementasi kebijakan baru.
    • Sosialisasi kebijakan dengan komunikasi yang baik agar semua pihak yang terdampak dapat memahami pentingnya langkah yang diambil Pemerintah, sehingga dapat dihindari gejolak sosial yang mungkin terjadi di masyarakat.
    • Pendekatan politik untuk memperkuat penerapan kebijakan baru, baik secara legal (peraturan perundang-undanngan) maupun kelembagaan.