Memahami Dinamika Demografi Masyarakat: Sistem Informasi Sosial Ekonomi dan Dana Desa Indonesia

Penulis: Bondi Arifin, Lazuardi Zulfikar Wicaksana, Raden Ardi Prasadya, Ahmad Fikri Aulia, Eko Wicaksono, Asqolani, Kusnul Hidayati, Winarso Tri Rahayu, Wiyarto, Rendi Armayasa, Luhur Priyantoko Aji, dan Syamsa Ardha Zain (2023)

Dinamika perubahan demografi penduduk Indonesia yang besar, meliputi populasi, pendapatan, komposisi keluarga, pendidikan, kesehatan, struktur tenaga kerja serta infrastruktur memerlukan monitoring baik secara longitudinal dan spasial untuk perbaikan kebijakan berkesinambungan yang adaptif. Badan Kebijakan Fiskal (BKF) bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), PKN STAN dan Central Transformation Office (CTO) Kementerian Keuangan membentuk sistem informasi berbasis web yang memanfaatkan data output/outcome dari data survei (PODES dan SUSENAS) serta menggabungkan data realisasi anggaran (SPAN) dana desa yang interaktif dan dapat dimanfaatkan pusat maupun daerah.

Konsumsi rata-rata rumah tangga per kapita telah meningkat dari rata-rata Rp 632 ribu per kapita pada tahun 2011 menjadi Rp 1,4 juta per kapita pada tahun 2021 atau lebih dari dua kali lipat dalam 10 tahun. Besarnya proporsi usia angkatan kerja dibandingkan usia lanjut menjadikan bonus demografi yang berpotensi meningkatkan perekonomian. Namun, kebijakan memanfaatkan bonus demografi menjadi faktor penting. Sebagai contoh, sektor pertanian dan perkebunan yang merupakan salah satu sektor dengan penyerapan tenaga kerja tinggi masih didominasi oleh tenaga kerja dengan pendidikan rendah (SD) dan usia lanjut (46-50), sehingga menjadi tantangan memperkenalkan teknologi pertanian untuk meningkatkan produktivitas dari bonus demografi.

Identifikasi multi dimensi diperlukan untuk perbaikan kebijakan berkelanjutan sosial ekonomi masyarakat serta pengentasan kemiskinan. Hal ini diberikan oleh sistem informasi sosial ekonomi dan dana desa, meliputi karakteristik rumah tangga dan individu (a.l konsumsi, usia, pendidikan, pekerjaan, kesehatan, dan perlindungan sosial), pendapatan utama rata-rata masyarakat desa, tren 2 industri mikro dan infrastruktur serta realisasi penyaluran dana desa di seluruh Indonesia baik pada level nasional, propinsi, kabupaten maupun desa/kelurahan. Program perlindungan sosial menjadi elemen penting program pengentasan kemiskinan. Evaluasi benefit incidence memperlihatkan Program Keluarga Harapan (PKH), Sembako, Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa, Bantuan Sosial Tunai (BST), Pra-Kerja dan Program Indonesia Pintar (PIP) bermanfaat meningkatkan 10-20% tingkat konsumsi masyarakat. Namun, terdapat exclusion dan inclusion error dalam implementasinya. Berbagai studi menyarankan peningkatan targeting melalui Proxy Means Testing. Informasi komposisi rumah tangga, atribut rumah, aset rumah tangga, pendidikan, dan pekerjaan diperlukan dalam identifikasi sosial ekonomi masyarakat. Sistem informasi mengindikasikan atribut rumah seperti luas bangunan dan kepemilikan asset berkorelasi positif terhadap tingkat pendapatan. Sebaliknya, keluarga yang tinggal di wilayah kumuh, memanfaatkan toilet dan sumber air minum bersama (al. danau, air hujan) mengindikasikan keluarga miskin atau rentan. Edukasi dan pemanfaatan sistem oleh pemerintah daerah diharapkan dapat meningkatkan targeting program pengentasan kemiskinan.

Lingkungan kumuh, pemanfaatan toilet dan sumber air bersama juga mengisyaratkan dimensi lain pengentasan kemiskinan dan perbaikan sosial ekonomi masyarakat selain program perlindungan sosial. Keberadaan Infrastruktur lingkungan berpengaruh terhadap perkembangan sosial ekonomi masyarakat. Sebagai contoh, tingkat ketersediaan transportasi publik berkorelasi dengan tingkat pendidikan masyarakat usia 7-18 tahun. Teridentifikasi hanya 32% desa di Provinsi Papua yang memiliki jalan yang dapat dilalui kendaraan roda 4 pada tahun 2021. 62% desa di Papua dan 54% desa di Kalimantan Barat tidak memiliki transportasi umum. Bahkan sebagian desa yang telah memiliki jalan teridentifikasi tidak memiliki transportasi umum. 36-40% desa di provinsi Aceh, Bengkulu dan Riau tidak memiliki angkutan umum. Sistem menyajikan hingga tingkat desa 3 ketersediaan infrastruktur di Indonesia sehingga pengambil kebijakan dapat melakukan perencanaan pembangunan lebih tertarget hingga identifikasi wilayah.

Penggunaan dana desa sebagian besar dimanfaatkan untuk pembangunan desa (infrastruktur) pada tahun 2018, 2019. Namun, pandemi COVID-19 merubah fokus pemanfaatan dana desa menjadi penanggulangan bencana (BLT Desa) sejak tahun 2020. Pemberdayaan masyarakat melalui program dana desa masih relatif rendah, realisasi sebagian besar dimanfaatkan untuk pemberian alat produksi dan bibit pertanian dan peternakan, sedang pembinaan masyarakat desa lebih dimanfaatkan untuk penyelenggaraan festival kesenian, adat/budaya, agama serta PKK. Realisasi anggaran dana desa untuk pembangunan jalan mengurangi desa dengan jalan utama masih berupa tanah.

Realisasi anggaran dana desa berkorelasi dengan tingkat pendidikan masyarakat, terutama pendidikan usia dini. Desa yang menyalurkan dana desa untuk kegiatan PAUD/TK memiliki jumlah PAUD/TK per 1.000 penduduk yang lebih besar, berdampak lebih besar di luar Jawa. Di bidang kesehatan, sebagian besar realisasi anggaran dana desa dimanfaatkan untuk pembangunan desa siaga COVID-19 dan pembangunan posyandu.

Sistem ini memberikan informasi demografis dan infrastruktur di Indonesia. Sehingga dapat digunakan untuk perencanaan pembangunan yang lebih baik hingga lokasi pemerintahan terkecil (desa/kelurahan). Walaupun dana desa dapat bermanfaat bagi masyarakat, luasnya dimensi sosial ekonomi masyarakat membutuhkan perencanaan dan evaluasi keseluruhan dari anggaran pemerintah lebih luas. Pengembangan sistem dapat dilakukan dengan anggaran, infrastruktur dan sumber daya manusia yang memadai sehingga dapat menjangkau anggaran selain dana desa dan output/outcome yang lebih luas. Saat ini sistem informasi ini telah dikembangkan dengan mengintegrasikan monitoring prevalensi stunting dengan faktor-faktor yang berhubungan dengannya hingga pada level kabupaten / kota. Hal ini mempermudah pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk bisa melakukan intervensi tertarget untuk penanganan stunting di Indonesia.

File Terkait:

Baca   Download