Kajian Arsitektur Kebijakan Fiskal dalam Akselerasi Pencapaian Kesejahteraan Masyarakat yang Berkesinambungan (Wellbeing Budget Policy)

Penulis: Wahyu Utomo, Muhammad Romli, Dewi Puspita, Ginanjar Wibowo, Sukma Hadi, Irsyan Maududy, Winarso Tri Rahayu, Agung Romy Hasiholan (2023)

Produk Domestik Bruto (PDB) telah lama digunakan sebagai indikator untuk mengukur kondisi umum suatu perekonomian yang handal, tepat waktu, berlaku umum dan dapat dibandingkan secara internasional. Namun, terdapat peningkatan kesadaran akan keterbatasan indikator konvensional tersebut sebagai ukuran tunggal untuk perkembangan kesejahteraan masyarakat. Hal ini mendorong tumbuhnya inisiatif untuk mencari dan menggunakan indikator lainnya dalam mengukur kesejahteraan.

Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa negara secara resmi mengadopsi pendekatan kesejahteraan dalam proses pengambilan keputusan walaupun terdapat variasi. Beberapa negara menggunakan kerangka kerja kesejahteraan terbatas untuk monitoring dan feedback tanpa mengintegrasikan indikator kesejahteraan ke dalam proses pengambilan keputusan, sementara beberapa negara lainnya telah membangun mekanisme formal. Selandia Baru merupakan negara pertama yang mengadopsi kerangka kerja kesejahteraan ke dalam proses penganggarannya pada tahun 2019 diikuti oleh Kanada di tahun 2021, serta Australia di tahun 2022.

Indonesia saat ini masih menerapkan sistem penganggaran yang menitikberatkan pada indikator konvensional yang cenderung mengabaikan peran kebijakan fiskal agar berdampak optimal bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Untuk itu, diperlukan pengukuran baru yang dapat menunjukkan hubungan yang jelas antara kinerja APBN dengan capaian peningkatan kesejahteraan masyarakat secara langsung atau yang dikenal dengan wellbeing budget. Pemerintah sedang mengkaji rancangan wellbeing framework yang sesuai dengan best practices dan sesuai dengan sistem penganggaran di Indonesia. Rancangan wellbeing framework Indonesia dapat disusun melalui 3 tahapan yaitu: 1) menyeleksi indikator-indikator kesejahteraan berdasarkan benchmark internasional seperti OECD How’s Life, Living Standard Framework Selandia Baru, dan Quality of Life Kanada; 2) pemetaan dan penyesuaian indikator-indikator internasional dengan ketersediaan sumber data di Indonesia; dan 3) analisis data indikator- indikator yang tersedia di Indonesia ke dalam Principal Component Analysis (PCA) untuk menemukan indikator-indikator yang memiliki kontribusi besar terhadap kesejahteraan Indonesia.

Kerangka kerja kesejahteraan Indonesia yang dibentuk menunjukkan bahwa kesejahteraan Indonesia terutama dipengaruhi oleh faktor yang terkait dengan pendapatan, pendidikan, kesehatan, perumahan, pekerjaan, dan keterlibatan masyarakat. Sementara itu, faktor terkait lingkungan, hubungan sosial, kesejahteraan subjektif, dan keamanan cenderung bergerak dengan arah berlawanan. Kondisi ini cukup relevan dengan karakteristik Indonesia sebagai negara berkembang.

Wellbeing framework Indonesia dapat menjadi tonggak awal untuk menerapkan Sistem Penganggaran Berbasis Kesejahteraan (wellbeing budget) dalam rangka mewujudkan proses penganggaran yang lebih efektif dan akseleratif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Wellbeing budget merupakan salah satu perwujudan dari transformasi dan konsolidasi kebijakan fiskal untuk mendukung terciptanya sustainabilitas fiskal, baik dalam jangka menengah maupun panjang. Ke depan, wellbeing framework perlu terus dikembangkan agar semakin mencerminkan dan menangkap aspek fundamental dari tingkat kesejahteraan. Dalam tatanan implementasi nantinya, wellbeing framework dapat menjadi acuan dalam melakukan asesmen dan penelaahan terhadap inisiatif strategis atau usulan anggaran dari Kementerian Lembaga/Pemda.