RUU P2SK Mempercepat Pendalaman Sektor Keuangan untuk Pembangunan

SP- 166 /KLI/2022   


Jakarta, 10 November 2022 - Pembangunan ekonomi membutuhkan pendanaan investasi yang sangat besar. Namun demikian, kebutuhan pendanaan tersebut belum dapat dipenuhi karena adanya celah (gap) yang cukup besar antara kebutuhan investasi dengan dana yang tersedia dalam bentuk tabungan masyarakat. Hal ini merupakan tantangan fundamental di sektor keuangan yang perlu diantisipasi sedini mungkin.

Salah satu penyebab utama gap pendanaan investasi tersebut adalah proporsi aset di sektor keuangan yang belum cukup merata. Sektor perbankan, sebagai salah satu sumber pembiayaan jangka pendek, masih sangat dominan dibanding dengan sektor yang lain. Porsi aset di industri keuangan nonbank, seperti asuransi dan dana pensiun yang berfungsi sebagai sumber dana jangka panjang untuk mendukung pembiayaan pembangunan, relatif masih kecil.

“Porsi aset di industri keuangan nonbank sebagai sumber dana jangka panjang yang dapat diharapkan untuk memberikan sumber pembiayaan pembangunan relatif masih kecil kita juga melihat dari sisi berbagai indikator dari sektor-sektor keuangan terhadap PDB, Indonesia masih relatif di bawah negara-negara peers, ASEAN-5 atau bahkan ASEAN-6. Kondisi ini mengindikasikan bahwa penghimpunan dana masyarakat oleh industri keuangan, masih sangat terbatas dan potensi pendalaman pasar berarti masih sangat besar,” jelas Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Kerja dengan DPR-RI.

Di sisi yang lain, di tengah dominasi perbankan, fungsi yang dijalankan perbankan untuk mendukung perekonomian juga belum optimal. Biaya operasional (overhead) perbankan Indonesia masih relatif tinggi dibandingkan dengan negara peers. Hal ini terlihat dari tingginya keuntungan selisih bunga pinjaman dan tabungan (net interest margin) yang berimbas pada tingginya tingkat suku bunga pinjaman.

Dari sisi jumlah simpanan di bank, terdapat ketimpangan karena jumlah nasabah besar masih sedikit, namun jumlah tabungannya mendominasi dana pihak ketiga di perbankan. Sebaliknya, nasabah kecil sangat dominan dari segi jumlah rekening, namun sangat kecil dari sisi total tabungannya.

Di pasar keuangan, kapitalisasi pasar saham Indonesia juga relatif masih tertinggal dibanding negara lain di kawasan Asean. Hal yang sama terjadi di pasar obligasi, di mana persentase kapitalisasi obligasi Indonesia terhadap PDB masih tertinggal cukup jauh dari negara emerging lain. Selain itu, mekanisme perlindungan terhadap risiko (hedging) melalui ketersediaan instrumen keuangan yang bervariasi untuk manajemen risiko terhadap aktivitas dan transaksi keuangan yang bersifat rumit (sophisticated) dan berisiko tinggi (high risk) relatif masih terbatas.

Terbatasnya instrumen keuangan sangat terkait dengan keterbatasan dalam hal ketersediaan instrumen keuangan untuk investasi dan pengelolaan risiko. Instrumen keuangan yang tersedia di dalam negeri baru meliputi tabungan, giro, deposito, reksadana, saham, obligasi dan produk derivatif yang masih terbatas.

Di saat yang bersamaan, munculnya suatu instrumen keuangan yang sophisticated seperti aset kripto, mendapatkan minat yang cukup tinggi dari masyarakat dan dimanfaatkan sebagai alternatif dalam berinvestasi. Jumlah investor pasar kripto terus mengalami peningkatan dan meskipun baru muncul di tahun 2020, jumlahnya sudah berada di atas investor di pasar modal. Masyarakat melihat kripto sebagai alternatif investasi selain produk keuangan konvensional. "Oleh karena itu, perlu dibangun mekanisme pengawasan dan perlindungan investor yang cukup kuat dan handal untuk investasi yang bersifat high risk seperti ini" sebagaimana disampaikan oleh Menteri Keuangan dalam Rapat Kerja dengan DPR-RI.

Selain itu, beberapa penilaian (assessment) dan survei yang dilakukan di tingkat regional menunjukkan bahwa aspek tata kelola dan penegakan hukum sektor keuangan menempati peringkat terendah dibandingkan dengan negara peers. Kondisi tersebut tercermin dari tingginya jumlah pengaduan masyarakat ke OJK, yang jumlahnya meningkat cukup tajam sejak akhir 2020.

Ke depan, sektor keuangan Indonesia akan menghadapi beberapa tantangan, antara lain disrupsi teknologi serta munculnya risiko keuangan baru yang terkait dengan perubahan iklim. Sumber daya manusia di sektor keuangan juga masih mengalami ketertinggalan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Selain profesi di sektor keuangan, tentu juga diperlukan profesi-profesi pendukung, seperti akuntan, aktuaris, dan penilai. Pemerintah siap mendiskusikan lebih lanjut tantangan-tantangan sektor keuangan ini dalam RUU P2SK dengan DPR RI.


Narahubung Media:

Rahayu Puspasari
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi
Kementerian Keuangan
kemenkeu.prime@kemenkeu.go.id

Baca