Kementerian Keuangan Terus Memperkuat Strategi Pemulihan Ekonomi di Tengah Peningkatan Ketidakpastian

SP–180/KLI/2022   


Nusa Dua, Bali, 6 Desember 2022 – Kementerian Keuangan berkomitmen untuk terus memperkuat perumusan kebijakan ekonomi dalam menghadapi berbagai tantangan, termasuk meningkatnya ketidakpastian, serta memanfaatkan sumber pertumbuhan baru. Pada the 11th Annual International Forum on Economic Development and Public Policy (AIFED) “Post Pandemic Economic Policy: Coping with Uncertainties and Seizing New Growth Opportunities”, Wakil Menteri Keuangan RI, Suahasil Nazara menyampaikan empat pelajaran penting dari pengambilan kebijakan di masa krisis akibat pandemi. Pertama, pentingnya ketersediaan dan kualitas data sebagai dasar kebijakan publik. Kedua, pentingnya tata kelola yang baik dalam perumusan kebijakan, bahkan sejak sebelum terjadinya pandemi. Ketiga, bauran kebijakan dan koordinasi yang kuat antar otoritas/lembaga, karena tidak mungkin mengharapkan kebehasilan dari kebijakan tunggal dari sebuah institusi dalam menyelamatkan Indonesia dari krisis. Keempat, keterkaitan antara keberhasilan penanganan kesehatan dan kinerja perekonomian. “Satu pelajaran terpenting dari penanganan pandemi adalah kita tahu bagaimana menurunkan tingkat penularan setiap ada peningkatan kasus. Tetapi di saat bersamaan, kita juga harus terus ingat bahwa ketika tingkat penularan menurun, bukan berarti virusnya telah hilang.” Artinya, dalam krisis akibat pandemi, penanganan kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari penguatan pemulihan ekonomi.

AIFED merupakan kegiatan tahunan yang menggalang partisipasi akademisi, ekonom, profesional, dan pembuat kebijakan untuk membahas solusi konkret bagi masalah ekonomi dan sosial yang muncul di Indonesia. Acara ini merupakan kerja sama antara Kementerian Keuangan dengan berbagai mitra seperti ADB, PROSPERA, dan GIZ. “Krisis kesehatan telah mendorong kita untuk memikirkan ulang paradigma baru kebijakan ekonomi. Hal ini membutuhkan serangkaian kebijakan yang tidak hanya menjaga momentum pemulihan, tetapi juga untuk beradaptasi dengan dinamisnya ekonomi global sehingga kita dapat tumbuh berkelanjutan dan tahan terhadap guncangan,” jelas Luky Alfirman, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dalam sambutannya pada pembukaan acara AIFED ke-11 ini. Dalam kesempatan yang sama, The Honorable Stephen Jones MP, Assistant Treasurer and Minister for Financial Services, Australia dan Ramesh Subramaniam, Director General Southeast Asia Department of ADB juga menekankan peran vital kebijakan fiskal dalam penanganan pandemi dan mendorong pemulihan ekonomi pascapandemi.

Pemulihan ekonomi dan penanganan pandemi yang berangsur membaik memerlukan dukungan dan arah kebijakan yang dapat mengurangi tekanan fiskal, sekaligus kesiapan ruang fiskal untuk menghadapi krisis, guncangan, dan bencana di masa depan. Sebelum perang RusiaUkraina 2022, banyak negara merencanakan penarikan stimulus fiskal selama pandemi mengingat pemulihan ekonomi diproyeksi akan terus menguat secara bertahap. Kekhawatiran terhadap peningkatan beban utang publik di negara berpenghasilan rendah dan berkembang pun menjadi pendorong percepatan rencana konsolidasi fiskal dalam rangka menjaga kesinambungan fiskal. Di saat yang sama, para pembuat kebijakan dihadapkan dengan dilema antara upaya kesinambungan pemulihan ekonomi dalam situasi yang penuh ketidakpastian dan kemuraman ekonomi global vis a vis menahan tekanan inflasi global yang terus meningkat.

Di dalam negeri, kebijakan fiskal terus melakukan peran strategisnya dalam penguatan pemulihan dan memberi arah pembangunan perekonomian Indonesia ke depan. Di saat yang sama, Pemerintah Indonesia terus memperkuat arah konsolidasi fiskal dengan menekan kembali angka defisit APBN di bawah 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB), termasuk melalui reformasi fiskal di tengah tren kenaikan harga komoditas global. Di samping itu, berbagai upaya untuk menumbuhkan perekonomian secara lebih kuat dan inklusif terus dilakukan. Langkah-langkah tersebut vital dalam jangka panjang dalam mewujudkan kesinambungan fiskal dan meningkatkan potensi perekonomian Indonesia untuk tumbuh lebih tinggi. Penguatan kembali sisi suplai terus dilakukan dengan peningkatan produktivitas dan transformasi ekonomi melalui penguatan sektor manufaktur, pengembangan ekonomi digital, dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

Meskipun ruang optimalisasi dan inovasi bauran kebijakan dan reformasi semakin terbuka, namun tantangan multidimensi yang akan dihadapi ke depan akan semakin besar. Kerangka kebijakan fiskal pascapandemi perlu terus dikalibrasi sesuai dengan dinamika perekonomian dan sekaligus untuk mendukung agenda peningkatan pertumbuhan ekonomi yang lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan. Oleh karena itu, diskusi AIFED ke-11 selama dua hari pada 6 dan 7 Desember 2022 di Nusa Dua, Bali mengambil fokus pada kerangka kebijakan pascapandemi dalam menghadapi tantangan-tantangan masa depan. Pembahasan hari pertama mencakup pengelolaan makro-fiskal pascapandemi, menavigasi pemulihan ekonomi di tengah meningkatnya ketidakpastian, dan mengoptimalkan pemanfaatan sumber-sumber pertumbuhan baru. Fokus ini juga juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembahasan Presidensi G20 Indonesia pada tahun 2022, terutama untuk memperkuat pemulihan sesuai tema Recover Together, Recover Stronger.

Dalam keynote lecture tentang pengelolaan kebijakan makro-fiskal pascapandemi, Prof. Alan Auerbach menekankan betapa pentingnya kebijakan fiskal dalam penanggulangan krisis. Tersedianya ruang fiskal sangat penting dalam mendukung kebijakan countercyclical. Akan tetapi, pendekatan kebijakan countercyclical tradisional saja tidaklah cukup karena kinerja ekonomi secara keseluruhan tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh kemampuan penggunaan ruang fiskal. Respon ekonomi terhadap pandemi dan kondisi awal masing-masing negara yang berbeda akan menentukan arah pemulihan ekonomi masing-masing negara. Oleh karena itu, pengambilan kebijakan juga perlu menggunakan pendekatan yang inovatif dan relevan dengan kondisi sebuah negara. Prof. Auerbach juga menekankan perlunya fleksibilitas desain fiscal rule dalam menghadapi siklus perekonomian yang fluktuatif, namun di saat yang sama juga harus mampu menunjukkan kredibilitas kebijakan fiskal. Salah satu solusi untuk memastikan fiscal rule yang fleksibel namun kredibel adalah dengan adanya independent fiscal councils. Terakhir, Prof. Auerbach juga menggarisbawahi bahwa kebijakan countercyclical tidak selalu bertentangan dengan twin goals, yaitu pertumbuhan ekonomi dan sustainabilitas. Beberapa kebijakan fiskal seperti perlindungan sosial yang tepat sasaran dan kebijakan perpajakan yang tepat dapat menghasilkan pendapatan yang sesuai kebutuhan sehingga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan sekaligus mampu menjaga keberlanjutan fiskal.

Isu strategis lainnya adalah pentingnya Indonesia bernavigasi dalam dinamika ekonomi global di tengah pelemahan pertumbuhan global, tekanan inflasi yang tinggi, percepatan pengetatan kebijakan moneter, volatilitas di pasar keuangan dan komoditas, serta gangguan pasokan. Pertumbuhan di kawasan Asia Timur dan Pasifik diperkirakan akan meningkat pada tahun 2023 karena proyeksi pemulihan parsial di Tiongkok. Namun, pertumbuhan di kawasan lainnya terutama di Eropa diperkirakan akan melambat karena permintaan yang belum sepenuhnya pulih di tengah tingginya tekanan inflasi. Kondisi geopolitik di tingkat global maupun regional diharapkan membaik ketika memasuki tahun 2023. Ke depan, dukungan kebijakan fiskal dibutuhkan untuk memperkuat pemulihan ekonomi dari guncangan dan transisi menuju model pertumbuhan yang lebih berkelanjutan dan inklusif dengan tetap memperhatikan aspek keadilan pada kelompok miskin dan rentan.

Terakhir, penciptaan sumber pertumbuhan baru di Indonesia dapat diupayakan melalui pengembangan ekosistem digital dan pemberdayaan industri digital. Indonesia memiliki potensi dalam mengembangkan sektor digital diantaranya peningkatan akses internet, pasar yang cukup besar di kawasan Asia Tenggara, serta tingginya pengguna moda e-commerce dalam bisnis. Digitalisasi menjadi menjadi peluang untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing Indonesia, walaupun dalam pengembangannya juga disertai tantangan di antaranya perlunya peningkatan keterampilan pekerja menuju high skilled labor yang menjadi kunci utama dalam meningkatkan daya saing investasi Indonesia. Tantangan lain yang tak kalah penting adalah pembiayaan penetrasi digital di Indonesia yang memerlukan dukungan tidak hanya dari pembiayaan publik melalui APBN namun juga dari sektor swasta. Pengembangan dan pendalaman sektor keuangan, termasuk dana pensiun, dapat menjadi salah satu solusi pembiayaan pengembangan ekonomi digital dalam jangka panjang.


Narahubung Media:

Rahayu Puspasari
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi
Kementerian Keuangan
kemenkeu.prime@kemenkeu.go.id

Baca