Aktivitas Manufaktur Masih Tetap Ekspansif, Inflasi Terkendali, Namun Kewaspadaan Perlu Terus Dijaga

SP – 26/BKF/2023    


Jakarta, 3 Oktober 2023 - Bank Dunia telah mempublikasikan East Asia and Pacific Economic Update, Oktober 2023 yang bertema “Service for Development”. Bank Dunia memprediksi pertumbuhan global melambat signifikan menjadi 2,1 persen pada 2023, dari sebelumnya 3,1 persen tahun 2022 lalu. Meskipun inflasi menurun di negara-negara utama, inflasi inti di Amerika Serikat dan Uni Eropa tetap tinggi dan pasar tenaga kerja tetap ketat, yang menyebabkan suku bunga tinggi terus berlanjut. Proyeksi pertumbuhan kawasan East Asia and Pasific (EAP) direvisi ke bawah, meskipun masih lebih tinggi dari proyeksi pertumbuhan negara berkembang lainnya, Kawasan EAP diproyeksikan tumbuh sebesar 5,0 persen pada 2023 atau sekitar 0,1 persen lebih rendah dari proyeksi April 2023, yang terutama disumbang oleh melambatnya ekonomi Tiongkok.

Sementara itu, Bank Dunia sedikit merevisi ke atas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2023 ke angka 5,0 persen, dari sebelumnya 4,9 persen. Untuk tahun 2024, pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan tetap di angka 4,9 persen. Tren perlambatan pertumbuhan global, khususnya pada negara mitra dagang utama Indonesia seperti Tiongkok perlu terus diwaspadai karena akan berdampak pada perekonomian nasional. Meskipun diperkirakan dapat tumbuh 5,1 persen tahun ini, di tahun 2024 ekonomi Tiongkok diproyeksikan akan melambat signifikan ke level 4,4 persen.

PMI Manufaktur Indonesia pada bulan September berada di zona ekspansi pada level 52,3, meskipun melambat dibandingkan posisi Agustus (53,9), terutama ditopang oleh pemintaan baru dan permintaan ekspor yang mengalami peningkatan. Sementara itu, PMI Manufaktur di beberapa negara utama dunia, seperti Amerika Serikat dan Jepang, masih terkontraksi, masing-masing ke level 48,9 dan 48,5. Meskipun tercatat di zona ekspansif di level 50,6, PMI Manufaktur Tiongkok mengalami perlambatan dari bulan sebelumnya (51,0).

“Secara keseluruhan sentimen bisnis masih terjaga positif di bulan September dengan masing-masing indeks yang berada di atas level 50,0. Meskipun demikian, kami akan terus memonitor dan memitigasi berbagai risiko dan ketidakpastian global yang menunjukkan peningkatan belakangan ini, termasuk potensi perlambatan lebih dalam dari perekonomian global khususnya ekonomi Tiongkok”, terang Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu.

Sementara itu, inflasi di bulan September menurun menjadi 2,28% (yoy) dari bulan Agustus yang tercatat 3,27 persen, didorong oleh perlambatan inflasi komponen harga diatur pemerintah (administered price/AP) dan inflasi inti. Inflasi AP mengalami penurunan tajam sejalan dengan berakhirnya base effect penyesuaian harga BBM pada September 2022 yang lalu. Meskipun demikian, tekanan terhadap harga BBM nonsubsidi juga perlu diwaspadai seiring dengan tren kenaikan harga minyak mentah dunia akhir-akhir ini.

Komponen inflasi harga bergejolak (volatile food/VF) juga masih melanjutkan tren meningkat, terutama didorong oleh naiknya harga beras akibat dampak El Nino, yang tidak saja terjadi di Indonesia, tetapi melanda berbagai kawasan dunia. Inflasi VF mencapai 3,62% (yoy), naik dari angka Agustus sebesar 2,42% (yoy). Dengan mempertimbangkan pergerakan harga yang masih meningkat, Pemerintah secara cepat merespons dengan upaya menjaga kecukupan pasokan melalui impor beras. Presiden telah menginstruksikan penambahan impor beras sebesar 1 juta ton guna memperkuat cadangan beras nasional. Upaya untuk menjaga stabilitas harga pangan lainnya juga dilakukan dengan berbagai kegiatan operasi pasar dan menggelar pangan murah di berbagai daerah. "Program bantuan pangan nontunai yang telah mulai digulirkan bulan ini juga diharapkan dapat menjaga daya beli masyarakat dan menahan kenaikan harga pangan” tutup Febrio.


Narahubung Media:

Endang Larasati
Kepala Bagian Informasi dan Komunikasi Publik
Badan Kebijakan Fiskal
Kementerian Keuangan 
ikp.bkf@kemenkeu.go.id

Baca