PMI Manufaktur dan Inflasi Agustus Membaik, Pemulihan Ekonomi Akan Terus Diperkuat

SP – 25 /BKF/2021 


Jakarta, 2 September 2021 –
Purchasing Managers’ Index (PMI) sektor manufaktur Indonesia pada bulan Agustus 2021 berada pada angka 43,7, lebih baik dibandingkan dengan bulan Juli 2021 yang sebesar 40,1. “Penyebaran Covid-19 masih menjadi penyebab terbebaninya sektor manufaktur selama dua bulan berturut-turut sejak Juli 2021. Namun demikian, mulai menurunnya kasus Covid-19 per 31 Agustus 2021 sebanyak 10.534 kasus per hari setelah mencapai puncak hingga 56.757 kasus per hari di 15 Juli 2021, telah mampu memperbaiki indikator produksi dan permintaan, meski masih dalam level yang kontraktif” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu. 

Kontraksi PMI Manufaktur di Indonesia sejalan dengan kontraksi di beberapa negara, termasuk keenam negara konstituen PMI lainnya di ASEAN yakni Myanmar (Juli 33,5; Agustus 36,5), Vietnam (45,1; 40,2), Malaysia (40,1; 43,4), Singapura (56,3; 44,3), Filipina (50,4; 46,4), dan Thailand (48,7; 48,3). PMI Manufaktur di ASEAN sebagian besar mengalami penurunan dari bulan Juli akibat tren kasus yang masih cukup tinggi dan bervariasinya kebijakan re-opening yang dilakukan negara-negara tersebut. 

Meski angkanya membaik dibandingkan posisi Juli, output dan permintaan baru masih terkontraksi pada bulan Agustus. Hambatan pada produksi dan permintaan ini disebabkan oleh eskalasi kasus Covid-19, meski tekanan tersebut sedikit mereda seiring puncak kasus di bulan Juli yang telah terlewati. Permintaan ekspor baru juga masih tercatat menurun meski dalam kisaran yang lebih lambat. 

Perusahaan masih mewaspadai gelombang kedua Covid-19, sehingga masih terdapat pengurangan tenaga kerja. Kebijakan WFH dan absen kerja karena Covid-19 menyebabkan penurunan kapasitas perusahaan. Hal ini tercermin dari peningkatan akumulasi penumpukan pekerjaan. 

Dari sisi pembelian dan stok, perusahan juga mengurangi aktivitas pembelian meski pada laju yang lebih rendah dibandingkan Juli. Kendala pengiriman yang masih disebabkan oleh gangguan Covid-19 menyebabkan perpanjangan waktu pemenuhan pesanan selama 19 bulan berturut-turut. Selain karena kendala tersebut, permintaan yang masih menurun juga membuat stok barang jadi di sektor manufaktur tercatat meningkat. 

Sementara dari sisi harga, Covid-19 terus menyebabkan kenaikan biaya input dan output. Kenaikan harga bahan baku membuat akselerasi inflasi harga input yang tercepat sejak Januari 2014. Perusahaan masih meneruskan sebagian beban biaya kepada klien sehingga biaya output juga tercatat menguat. 

Secara keseluruhan, sentimen pada perusahaan manufaktur Indonesia melemah sejak bulan Juli seiring diberlakukannya PPKM Jawa-Bali sebagai upaya pengendalian pandemi. Namun demikian, tingkat kepercayaan bisnis terkait perkiraan produksi setahun ke depan masih berada di atas rata-rata survei. Hal ini mencerminkan harapan perbaikan dalam situasi Covid-19. “Pemerintah akan terus melakukan percepatan vaksinasi serta memberikan stimulus bagi dunia usaha melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) agar pandemi Covid-19 semakin terkendali dan kepercayaan dunia usaha dapat kembali meningkat. Kerja sama masyarakat juga harus terus didorong untuk menjaga momentum pemulihan yang sedang berlangsung sehingga lebih lanjut mendorong pemulihan sektor manufaktur yang strategis bagi perekonomian”, ujar Febrio. 

Sementara itu laju inflasi Agustus tercatat 1,59% (yoy), meningkat dari angka Juli 1,52% (yoy). Inflasi yang tetap terjaga ini dipengaruhi oleh masuknya tahun ajaran baru dan kenaikan beberapa harga bahan pangan di tengah permintaan yang masih tumbuh terbatas karena dampak pemberlakuan PPKM. Secara bulan ke bulan, terjadi inflasi sebesar 0,03% (mtm) sehingga kumulatif sebesar 0,84% (ytd). 

Inflasi inti mengalami perlambatan mencapai 1,31% (yoy). Berlanjutnya kebijakan PPKM Level 3 dan 4 di beberapa daerah, berdampak pada masih terbatasnya tingkat permintaan masyarakat, termasuk komoditas jasa. Inflasi volatile food mengalami peningkatan, mencapai 3,80% (yoy), naik dari angka Juli 2,97% (yoy). Inflasi ini dipengaruhi oleh peningkatan harga pangan seperti minyak goreng, ikan segar, dan beberapa jenis sayuran. Di sisi lain, penurunan harga terjadi juga pada komoditas aneka cabai dan stok yang melimpah pada daging ayam serta beberapa jenis sayuran. Pemerintah akan tetap berupaya menjaga pengendalian harga terutama untuk pangan dengan memastikan ketersediaan pangan yang memadai serta terus melakukan penyaluran bantuan sosial dan melakukan pengaturan harga pangan pokok dan stabilisasi seperti pada beras. 

Inflasi administered price mengalami kenaikan tipis, mencapai 0,65% (yoy). Peningkatan harga rokok kretek filter terjadi sebagai dampak transmisi kenaikan cukai dan HJE. Sementara kelompok energi relatif stabil karena kebijakan Pemerintah dalam menjaga harga energi domestik untuk mendukung pemulihan aktivitas rumah tangga dan industri. 

“Melihat perkembangan inflasi hingga Agustus, inflasi diperkirakan memungkinkan untuk kembali menguat karena relaksasi PPKM dan kasus harian Covid-19 yang berada dalam tren positif”, tutup Febrio. Penguatan diperkirakan dapat terjadi menjelang akhir tahun, terutama masa perayaan Natal dan Tahun Baru serta liburan akhir tahun. 

Baca