Tingkat Kemiskinan Maret 2022 Menurun di Tengah Risiko, APBN akan Terus Menjadi Shock Absorbe

SP – 32/BKF/2022


Jakarta, 17 Juli 2022 – Pemulihan ekonomi berdampak positif pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal ini tercermin dari tingkat kemiskinan Indonesia per Maret 2022 yang kembali menurun menjadi 9,54%, dari semula 9,71% di Bulan September 2021 (Maret 2021: 10,14%). Hal ini menunjukkan kualitas pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2022. !Tingkat kemiskinan terus dalam tren menurun di tengah tekanan harga komoditas global, khususnya harga pangan dan energi yang berdampak pada harga-harga domestik dan daya beli masyarakat. Ini merupakan hal yang positif, mengindikasikan efektif dan perlu dilanjutkannya fungsi APBN sebagai peredam goncangan (shock absorber),” jelas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu.

Angka kemiskinan menurun meskipun ambang batas garis kemiskinan Indonesia meningkat seiring meningkatnya berbagai risiko perekonomian. Ambang batas garis kemiskinan pada Maret 2022 meningkat sebesar 4,0% menjadi Rp505.469 dari sebelumnya Rp486.168 pada September 2021. Meskipun garis kemiskinan mengalami peningkatan, angka kemiskinan Indonesia tetap dapat diturunkan. Studi Bank Dunia (Juni 2022) menyebutkan bahwa kenaikan harga komoditas di dalam negeri, yang dipicu oleh pergerakan harga komoditas global, diperkirakan akan menaikkan angka kemiskinan sebesar 0,2 poin persentase. “Program PC-PEN yang diimplementasikan oleh Pemerintah, yang salah satunya menyasar kesejahteraan penduduk turut berperan dalam menjaga daya beli masyarakat dan mendukung perbaikan indikator tingkat kemiskinan, di samping program yang dinikmati langsung oleh masyarakat seperti subsidi dan bantuan sosial. Selain itu, penguatan pemulihan ekonomi yang terus berlanjut juga turut mendorong perbaikan tingkat kemiskinan”, lanjut Febrio.

Perbaikan tingkat kemiskinan pada Maret 2022 terjadi secara merata baik di seluruh pulau di Indonesia maupun di tingkat perdesaan dan perkotaan. Secara spasial, tingkat kemiskinan di perkotaan menurun menjadi sebesar 7,50% (September 2021: 7,60%; Maret 2021: 7,89%). Sementara itu, angka penduduk miskin di perdesaan mengalami penurunan menjadi 12,29% (September 2021: 12,53%; Maret 2021: 13,10%). Sektor pertanian yang menyerap lebih banyak pekerja serta produksi padi yang lebih tinggi pada awal tahun 2022 dibandingkan pada 2021 turut menopang perbaikan kondisi pendapatan di perdesaan.

Tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur dengan Rasio Gini sedikit meningkat, dari semula 0,381 pada posisi September 2021 menjadi sebesar 0,384 pada Maret 2022. Kenaikan Rasio Gini didorong oleh meningkatnya ketimpangan di perkotaan per Maret 2022 menjadi 0,403 dari 0,398 pada September 2021. Sedangkan, ketimpangan di perdesaan per Maret 2022 tidak mengalami perubahan dibandingkan September 2021, yaitu sebesar 0,314. Meskipun meningkat sangat tipis, mengacu pada Bank Dunia tingkat ketimpangan di Indonesia masuk ke dalam kategori ketimpangan yang rendah. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) juga mengalami perbaikan dari semula 6,49% pada Agustus 2021 menjadi sebesar 5,83% per Februari 2022.

Kebijakan lain yang cukup krusial dalammenjaga daya beli masyarakat adalah kebijakan untuk tetap mempertahankan harga jual energi domestik meskipun dengan konsekuensi naiknya belanja subsidi energi dan kompensasi. APBN telah mengambil peran penting sebagai shock absorber dengan meredam kenaikan tekanan harga komoditas global. Jika tekanan harga komoditas global dibiarkan tertransmisi pada harga-harga domestik, inflasi Indonesia kemungkinan akan setinggi inflasi di banyak negara. Dampaknya adalah kenaikan tingkat kemiskinan penduduk. Oleh karena itu, kebijakan Pemerintah untuk mempertahankan harga jual energi domestik menjadi sangat krusial untuk mencegah naiknya angka kemiskinan penduduk.

"Ke depan, Pemerintah akan terus berupaya menjaga keberlanjutan pemulihan ekonomi nasional sehingga akan menciptakan kesempatan kerja baru. Upaya menjaga kesehatan fiskal juga cukup krusialsehingga dapat berperan optimalsebagaishock absorber yang mampu meredam gejolak yang terjadi sehingga masyarakat khususnya kelompok miskin dan rentan dapat tetap terlindungi,” tutup Febrio. Pemerintah akan terus meningkatkan kualitas dan efektivitas belanja serta memperkuat program-program yang memberikan perlindungan pada masyarakat.


Narahubung Media:

Endang Larasati
Kepala Bagian Informasi dan Komunikasi Publik
Badan Kebijakan Fiskal
Kementerian Keuangan
ikp.bkf@kemenkeu.go.id

Baca