Mewakili Indonesia Dalam COP-27, Wamenkeu Dorong Perlunya Integrasi Isu Perubahan Iklim ke Dalam Dokumen Perencanaan Pembangunan

SP– 167 /KLI/2022   



Jakarta, 11 November 2022 – Pada tanggal 9-10 November 2022, rombongan delegasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang dipimpin oleh Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Bapak Suahazil Nazara, mengikuti rangkaian Pertemuan Tahunan Conference of the Parties (COP)-27 UNFCCC yang dilaksanakan di Sharm El Sheikh, Mesir. Delegasi Kementerian Keuangan memulai pertemuan dalam acara Coalition Meeting at COP27. Tema pembahasan pada pertemuan kali ini adalah perlunya sinergisitas mengatasi dampak perubahan iklim ke dalam berbagai kebijakan ekonomi makro khususnya dari sisi fiskal sebagai upaya perbaikan atas kebijakan ekonomi yang sudah dihasilkan selama ini. Selain tema tersebut, pertemuan juga memfokuskan isu dukungan pengembangan adaptasi perubahan iklim baik dari aspek substansi maupun keterlibatan institusi pendanaan yang selama ini dirasakan masih terlalu dominan ke dalam isu mitigasi perubahan iklim.

Dalam acara yang diprakarsai oleh The Coalition of Finance Minister for Climate Action ini, Wamenkeu menyampaikan pidato pembukaan dengan tema peran Kemenkeu di masing-masing negara dalam upaya mengatasi dampak perubahan iklim ke depannya. “Indonesia berkomitmen untuk menerapkan rencana adaptasi akibat perubahan iklim dan tujuan utama dari program adaptasi tersebut adalah untuk menurunkan risiko dan kerentanan atas perubahan iklim di berbagai sektor. Usaha tersebut juga difokuskan terhadap ketahanan (resilience) di bidang ekonomi, sosial dan lingkungan (ecosystem),” jelas Wamenkeu. Hal ini juga menjadi fokus Sir Nicholas Stern (Chairman Grantham Research Institute) yang mendukung upaya mainstreaming isu perubahan iklim ke dalam dokumen perencanaan ekonomi makro di masing-masing negara.

Sementara itu, penguatan isu adaptasi perubahan iklim juga diberikan oleh beberapa panelis lainnya, diantaranya Sigrid Kaag (Menteri Keuangan Belanda), Mohamed Maait (Menteri Keuangan, Mesir), David Malpass (Presiden Direktur Bank Dunia), Kristalina Georgieva (Managing Director, IMF) serta Achim Steiner (Administrator, UNDP). Dalam pelaksanaan diskusi, pertemuan ini dipimpin oleh Pekka Moren, Coalition Co-Chair Sherpa dari Finlandia bersama dengan Masyita Crystallin, Coalition Co-Chair Sherpa dari Indonesia yang juga menutup jalannya diskusi.

Para menteri yang hadir di dalam pertemuan tersebut menyuarakan pentingnya upaya meningkatkan pendanaan terhadap adaptasi perubahan iklim, namun juga mencatat berapa tantangan pendanaan global seperti inflasi yang tinggi dan aksesibilitas keuangan. Tak lupa beberapa negara anggota dalam pertemuan tersebut juga menyoroti kebutuhan dari para menteri keuangan untuk memperkuat lingkungan yang mampu menarik lebih banyak modal dari sektor swasta.

Selanjutnya, delegasi yang dipimpin oleh Wamenkeu menghadiri pertemuan “Unlocking Financial Resources for Investments in Climate Change and Energy Transition” yang digagas oleh Islamic Development Bank (IsDB), OPEC Fund for International Development dan Arab Coordination Group (ACG) dengan tujuan mengenalkan skema finansial baru (sedikitnya US$20 billion) sekaligus platform dalam mendukung skema transisi energi global. Dalam implementasinya, skema finansial tersebut dapat dimanfaatkan oleh negara-negara berkembang dalam mencapai target net zero emisi hingga 2050.

Dalam acara ini, Wamenkeu menyampaikan komitmen Indonesia dalam mengatasi dampak perubahan iklim, reformasi penganggaran demi mendukung upaya mengatasi dampak perubahan iklim termasuk menciptakan berbagai skema pendanaan inovatif berbasis syariah baik melalui skema Souvereign Green Sukuk, Green Sukuk Retail serta SDG Bonds. Beliau juga mengungkapkan prioritas pemerintah dalam mendukung target komitmen NZE 2060 atau lebih cepat melalui mekanisme Energy Transition Mechanism (ETM) yang nantinya akan melakukan percepatan pengakhiran periode masa operasional PLTU batu bara sekaligus membangun renewable energy (RE) sebagai salah satu alternatif utama.

Pertemuan hari pertama diakhiri dengan kegiatan UNFCCC Mandated Event: High Level Ministerial on New Collective Quantified Goal on climate finance (NCQG). NCQG merupakan target mobilisasi pendanaan baru, yang perlu ditetapkan sebelum 2025, dengan target minimal USD 100 miliar (as floor) di tahun 2025 dan seterusnya. Secara umum, para pihak sepakat bahwa komitmen mobilisasi pendanaan dalam NCQG perlu mencakup aspek kuantitatif dan kualitatif, serta mencerminkan kebutuhan dan prioritas negara-negara berkembang. Beberapa negara berkembang mengungkapkan pentingnya mengatasi isu terkait akses pendanaan untuk negara berkembang, dan bahwa komitmen baru ini tetap dalam kerangka kewajiban dukungan negara maju ke negara berkembang. Sementara itu, negara-negara maju mengungkapkan bahwa NCQG merupakan komitmen pendanaan global dan semua pihak perlu mengambil peran. Untuk mencapai triliunan dolar dana yang dibutuhkan untuk membatasi kenaikan suhu global 1,5 derajat, pendanaan publik saja tidak cukup dan sektor swasta perlu untuk berkontribusi.

Pada hari kedua, Wamenkeu menghadiri Pertemuan Tahunan COP-27 yang dimulai dari acara Breakfast Coalition Meeting dengan World Meteorological Organization (WMO). Wamenkeu menyampaikan apresiasi atas upaya Climate Coalition yang berupaya menghubungkan data keuangan, data iklim, dan kinerja ekonomi. Desain kebijakan ekonomi memang perlu mempertimbangkan data iklim, termasuk untuk mengukur dampak perubahan iklim terhadap masyarakat. “Pentingnya capacity building agar para pegawai di Kementerian Keuangan dapat memahami data iklim, dan mengintegrasikannya dalam mendesain kebijakan. Termasuk upaya Indonesia terkait risiko bencana alam, dan membentuk pooling fund bencana,” jelas Wamenkeu.

Wamenkeu kemudian melanjutkan beberapa pertemuan bilateral dengan Menteri Keuangan Mesir, Bapak Mohamed Maait, selaku tuan rumah pelaksanaan COP-27, dan perwakilan Inggris, Ken O’Flaherty, selaku COP-26 Regional Ambassador for Asia Pasific. Dalam pertemuan bilateral ini dibahas beberapa topik utama terkait komitmen baru pendanaan iklim untuk menggantikan skema 100 billion USD dalam formasi New Collective Quantified Goal (NCQG), pendanaan adaptasi perubahan iklim, support Climate Coalition untuk COP-27, serta pembahasan potensi kerjasama yang lebih luas dalam banyak isu khususnya terkait kolaborasi bersama mengatasi dampak perubahan iklim dan pembangunan rendah karbon, serta potensi kerjasama dalam mendorong mobilisasi pendanaan privat ke dalam isu perubahan iklim.

Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) juga melakukan banyak pertemuan dalam kesempatan kali ini. Mereka banyak membagi pengalaman dalam membangun kerjasama dan pengelolaan dana iklim, dimana hal tersebut diharapkan dapat memberikan jaminan kepercayaan kepada donor atau investor dengan melihat pengelolaan dana yang telah berjalan. Sebagaimana arahan Ibu Menteri Keuangan bahwa BPDLH harus dapat menunjukkan transparansi dan akuntabilitas serta menjaga tatakelola pengelolaan keuangan. Melalui mekanisme ‘soft diplomacy’ ini diharapkan COP-27 dapat menjadi forum untuk mendapatkan masukan demi perbaikan pengelolaan dana lingkungan hidup ke depannya.


Narahubung Media:

Rahayu Puspasari
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi
Kementerian Keuangan
kemenkeu.prime@kemenkeu.go.id

Baca