Dukung SDM Sehat dan Produktif, Pemerintah Sesuaikan Tarif CHT

SP- 188/KLI/2022 

 

Jakarta, 16 Desember 2022 – Pemerintah melakukan penyesuaian tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) untuk dua tahun ke depan. Penetapan kebijakan penyesuaian tarif CHT tersebut telah mempertimbangkan aspek ekonomi, ketenagakerjaan, keberlanjutan industri rokok, dan upaya pengendalian peredaran rokok ilegal. Tarif cukai dan batasan minimum Harga Jual Eceran (HJE) yang baru, mulai berlaku sejak 1 Januari 2023 dengan pengaturan lebih lanjut melalui Peraturan Menteri Keuangan. Komitmen tersebut juga tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 - 2024, di mana Pemerintah menetapkan target penurunan prevalensi merokok khususnya usia 10 - 18 tahun sebesar 8,7% di tahun 2024.

Dalam proses penyusunan PMK ini telah melalui konsultasi dengan DPR dan juga audiensi dengan petani tembakau. Pada prinsipnya, dari Komisi XI DPR RI telah menyetujui kebijakan besaran tarif Cukai Hasil Tembakau yang diusulkan Pemerintah. Sementara itu, dari hasil audiensi dengan para petani tembakau, Pemerintah dalam menjalankan kebijakan kenaikan tarif CHT ini akan memperhatikan kepentingan petani tembakau dan tenaga kerja industri tembakau nasional, termasuk dengan meningkatkan upaya dalam mencegah beredarnya rokok ilegal dan memperkuat pengendalian impor tembakau untuk melindungi kepentingan petani tembakau.

Kenaikan tarif cukai sigaret rata-rata sebesar 10% pada tahun 2023-2024 dilakukan untuk mendukung target penurunan prevalensi merokok anak. Khusus tarif cukai untuk jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT), kenaikan maksimum sebesar 5% dengan pertimbangan keberlangsungan tenaga kerja. Selain itu, hasil tembakau berupa Rokok Elektrik (REL) dan Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) tarif cukainya juga dinaikkan rata-rata sebesar 15% dan 6% setiap tahunnya untuk dua tahun ke depan. Administrasi cukai REL dan HPTL disederhanakan dengan penetapan tarif cukai berlaku cukup terhadap setiap varian volume kemasan penjualan eceran per HJE serta pemberian fitur personalisasi pada pita cukai REL dan HPTL.

Pengambilan kebijakan penyesuaian tarif CHT juga telah mempertimbangkan sisi makro ekonomi, terutama di tengah situasi ekonomi domestik yang terus menguat dalam masa pemulihan ekonomi nasional. Kebijakan ini diperkirakan memberikan dampak yang terbatas pada inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) dan sudah terkelola dengan baik. Kenaikan rata-rata tarif CHT 10% diperkirakan akan menyebabkan kenaikan inflasi pada kisaran 0,1-0,2 percentage point sehingga dampak pada pertumbuhan ekonomi dan ketenagakerjaan juga diperkirakan relatif kecil.

Dari aspek anggaran untuk kesehatan, alokasi anggaran penanggulangan dampak merokok mencapai sebesar Rp17,9 triliun – Rp27,7 triliun per tahun. Dari total biaya ini, terdapat Rp10,5 triliun -Rp15,6 triliun yang merupakan biaya perawatan yang dikeluarkan BPJS Kesehatan atau setara dengan 20% - 30% dari subsidi Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN per tahun sebesar Rp48,8 triliun. Penyesuaian tarif CHT ini diperkirakan juga akan berdampak pada beberapa hal seperti penurunan prevalensi merokok anak menjadi 8,92% di 2023 dan 8,79% di 2024 dan naiknya indeks kemahalan rokok menjadi 12,46% di tahun 2023 dan 12,35% di tahun 2024. Penurunan prevalensi merokok anak ini dapat berdampak positif bukan hanya dari sisi aspek anggaran kesehatan namun juga dapat meningkatkan kesehatan masyarakat sebagai bentuk komitmen untuk terus meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang menjadi salah satu prasyarat untuk penguatan produktifitas nasional dalam rangka mencapai visi Indonesia Maju 2045.

Selain untuk pengendalian konsumsi rokok, penyesuaian tarif CHT juga telah mempertimbangkan petani tembakau, pekerja, serta industri hasil tembakau, penerimaan negara, dan pengawasan Barang Kena Cukai (BKC) ilegal. Kebijakan tarif cukai berupa sigaret akan berlaku untuk 2023 dan 2024. Hal ini bertujuan untuk menyederhanakan proses perumusan kebijakan CHT setiap tahunnya dan memberikan kepastian bagi pelaku industri dan seluruh stakeholders terkait.

Adanya penerimaan negara yang berasal dari penyesuaian tarif ini akan disalurkan kembali untuk masyarakat terdampak dalam bentuk Dana Bagi Hasil Cukai (DBH) CHT. Nilai penyaluran DBH CHT ini akan naik dari 2% menjadi 3% dan akan digunakan untuk peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan pemberantasan BKC illegal. “Melalui Dana Bagi Hasil CHT, kami terus meningkatkan dukungan terhadap para petani dan buruh serta buruh tembakau maupun buruh rokok. Kalau kita lihat tahun 2022 dan 2023 dibandingkan policy mengenai DBH CHT Tahun 2020 dan 2021, terlihat sekali keberpihakan dari kebijakan DBH ini,” ujar Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati.

Besaran alokasi DBH CHT akan diberikan sebanyak 50% untuk bidang kesejahteraan masyarakat yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan pekerja industri tembakau yang terdampak. Adapun untuk bidang kesehatan, DBH CHT dialokasikan sebesar 40% dan DBH CHT untuk bidang penegakan hukum sebesar 10%.

Selanjutnya dari sisi implementasi dan pengawasan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) akan melakukan langkah-langkah guna memastikan kelancaran proses transisi dari kebijakan tahun sebelumnya menuju ke tahun 2023. Langkah pertama, yaitu, mulai tanggal 15 Desember 2022, DJBC akan melakukan penetapan kembali terhadap seluruh merek sigaret yang masih berlaku yang terdaftar pada administrasi DJBC. Pelaksanaan penetapan kembali dilakukan terotomasi melalui aplikasi ExSis tanpa permohonan dari Pengusaha Pabrik atau Importir. Sementara, untuk Pengusaha Pabrik/Importir Rokok Elektrik dan HPTL, mulai tanggal 15 Desember 2022 perlu untuk mengajukan permohonan penetapan tarif cukai merek baru karena adanya perubahan administrasi cukai.

Terkait pemesanan pita cukai, proses Permohonan Penyediaan Pita Cukai (P3C) Tahun Anggaran 2023 sudah dapat dilakukan melalui aplikasi ExSis oleh Pengusaha Pabrik/Importir sesaat setelah proses penetapan kembali berhasil dilakukan. Terkait ketersediaan pita cukai, DJBC telah berkoordinasi dengan konsorsium penyedia pita cukai untuk menilai kesiapan konsorsium dalam mencetak pita cukai T.A. 2023. Dari koordinasi tersebut, pihak konsorsium menjamin ketersediaan pita cukai Tahun Anggaran 2023 pada awal Januari 2023. Untuk menunjang kelancaran masa transisi ini, DJBC akan melakukan sosialisasi kebijakan kepada asosiasi pelaku usaha Industri Hasil Tembakau.

Dengan adanya penyesuaian tarif ini, diperkirakan akan ada potensi bertambahnya rokok ilegal. Untuk itu, upaya pengawasan dan penindakan akan terus ditingkatkan, baik yang bersifat preventif maupun represif. Di tahun 2022, lebih dari 37 ribu penindakan terhadap rokok ilegal berhasil dilakukan. Angka ini meningkat hampir 28% dari penindakan di tahun 2021. Keberhasilan penindakan tersebut merupakan buah dari strategi pengawasan yang terdiri dari kolaborasi dan sinergi lintas Kementerian/Lembaga dalam rangka pengawasan dari hulu ke hilir, kolaborasi internal DJBC mulai dari unit pengawasan, unit pelayanan, unit kehumasan, dan unit kepatuhan internal. Kebijakan cukai hasil tembakau mengakomodasi kepentingan banyak pihak, sehingga kolaborasi dengan para pihak terkait merupakan prasyarat keberhasilan perumusan dan pelaksanaan kebijakannya. “Kementerian Keuangan akan terus mendorong penguatan kolaborasi antara Bea Cukai bersama aparat penegak hukum dan TNI untuk pencegahan dan penindakan rokok ilegal,” tutup Menkeu.

Baca