Keuangan Inklusif

A.    DEFINISI

Keuangan inklusif didefinisikan kondisi ketika setiap anggota masyarakat mempunyai akses terhadap berbagai layanan keuangan formal yang berkualitas secara tepat waktu, lancar, dan aman dengan biaya terjangkau sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

B.     VISI

“Meningkatkan akses seluruh masyarakat terhadap layanan keuangan formal melalui peningkatan pemahaman tentang sistem, produk, dan jasa keuangan, serta ketersediaan layanan keuangan formal yang berkualitas secara tepat waktu, lancar, dan aman dengan biaya terjangkau sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.”

C.     MISI

-  Meningkatkan kesempatan dan kemampuan masyarakat dalam mengakses dan memanfaatkan layanan keuangan.

- Menyediakan produk dan jasa keuangan yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

- Meningkatkan pengetahuan dan rasa aman masyarakat dalam penggunaan layanan keuangan.

- Memperkuat sinergi antar pemangku kepentingan.

- Mendorong pengembangan keuangan inklusif untuk mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) di Indonesia.

D.    DIMENSI

- Akses, yaitu kemampuan untuk menggunakan layanan keuangan formal dalam hal keterjangkauan secara fisik dan biaya.

- Penggunaan, yaitu penggunaan aktual atas layanan dan produk keuangan.

- Kualitas, yaitu tingkat pemenuhan kebutuhan atas produk dan layanan keuangan yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, yang diukur, antara lain, dengan Indeks Literasi.

E.     TARGET

Target keuangan inklusif yaitu persentase jumlah penduduk dewasa yang memiliki akses layanan keuangan pada lembaga keuangan formal sebesar 75%  pada akhir tahun 2019 dan 90% pada akhir tahun 2024.

 F.     PERATURAN TERKAIT

- Perpres Nomor 82 Tahun 2016 Tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif

- Perpres Nomor 114 Tahun 2020 Tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif

Pada tahun 2020, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 114 Tahun 2020 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) menggantikan Peraturan Presiden No.82 Tahun 2016. Penerbitan perpres ini sebagai bentuk komitmen Pemerintah dalam melakukan percepatan inklusi keuangan di Indonesia.

Melalui Perpres 114 Tahun 2020, keuangan inklusif akan dicapai melalui (1) peningkatan akses layanan keuangan formal; (2) peningkatan literasi dan perlindungan konsumen; (3) perluasan jangkauan layanan keuangan digital; (4) penguatan akses permodalan dan dukungan pengembangan usaha untuk usaha mikro dan kecil; (5) peningkatan produk dan layanan keuangan digital; serta (6) penguatan integrasi kegiatan ekonomi dan keuangan inklusif, paling sedikit melalui layanan keuangan digital. Selain itu, akan ditetapkan program tematik Keuangan Inklusif untuk 2021-2024 serta rencana kerja yang diusulkan oleh setiap Kelompok Kerja DNKI.

Pada tahun 2020, juga diluncurkan Strategi Nasional Keuangan Inklusif Perempuan (SNKI Perempuan). Dengan adanya SNKI Perempuan semakin menegaskan bahwa segmen perempuan merupakan salah satu segmen prioritas dalam peningkatan keuangan inklusif di Indonesia. SNKI Perempuan memiliki visi untuk memastikan bahwa semua perempuan di Indonesia memiliki pengetahuan, kapasitas, sumber daya, dan peluang untuk mencapai dan menikmati pemberdayaan ekonomi yang merujuk pada kesetaraan gender.

SNKI Perempuan disusun berdasarkan banyaknya intervensi yang mempertimbangkan kesenjangan gender dan faktor-faktor yang menghambat perempuan untuk mengakses dan mendapatkan manfaat dari berbagai produk dan layanan keuangan. Padahal akses layanan keuangan sangat memungkinkan masyarakat khususnya perempuan untuk keluar dari kemiskinan.

Kelompok sasaran perempuan yang menjadi target intervensi pelaksanaan SNKI Perempuan dibagi kedalam empat kategori, yaitu: 1) perempuan dalam kelompok pendapatan 40% terendah; 2) perempuan pekerja, terutama pekerja migran; 3) perempuan pemilik UMKM; dan 4) perempuan pengurus rumah tangga.

SNKI Perempuan memiliki area prioritas yaitu:

  1. Edukasi dan Literasi Keuangan
  2. Dukungan untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Perempuan
  3. Layanan Keuangan Digital untuk Perempuan
  4. Memperluas Akses ke Asuransi dan Dana Pensiun
  5. Perlindungan Konsumen
  6. Dukungan Komprehensif dan Pemberdayaan bagi Perempuan Pengurus Rumah Tangga (Caregiver)
  7. Pengumpulan Data Terpilah Berdasarkan Gender.

Kedepannya, strategi SNKI Perempuan akan menyediakan program komprehensif bagi semua perempuan di Indonesia. Akses terhadap layanan keuangan formal, memberikan pembekalan keterampilan keuangan (termasuk keterampilan teknologi dan digital), pembekalan untuk membuat keputusan keuangan, termasuk manajemen usaha dan perlindungan konsumen merupakan beberapa upaya untuk meningkatkan keuangan inklusi bagi perempuan. Selain itu, akan dibentuk lembaga keuangan ramah perempuan yang menyesuaikan layanan dan produk sesuai kebutuhan spesifik perempuan yang beragam. Lembaga keuangan ini juga akan memfasilitasi kemampuan usaha perempuan untuk berkembang dan mengakses pasar sehingga dapat berkontribusi pada perekonomian.

BKF selaku anggota Dewan Nasional Keuangan Inklusif, terlibat aktif dalam penyusunan Perpres dan SNKI Perempuan. BKF juga mendukung jalannya program kerja dari Strategi Nasional Keuangan Inklusif dengan menjadi ketua dalam Kelompok Kerja atau Pokja Kebijakan dan Regulasi Dewan Nasional Keuangan Inklusif. Kebijakan dan regulasi memiliki peran penting agar berbagai kegiatan dapat berjalan dan mendukung inklusi keuangan. Pada tahun 2020, Secara khusus, Pokja Kebijakan dan Regulasi menghasilkan beberapa kebijakan salah satunya adalah Regulatory Review Isu Pembayaran Non Tunai Pada Implementasi Penyaluran PKH Non Tunai.

 

G.    KETERLIBATAN BKF

Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi Keuangan (SNLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), indeks literasi keuangan Indonesia pada 2019 mencapai 38,03 persen dan indeks inklusi keuangan mencapai 76,19 persen. Angka ini melampaui target persentase jumlah penduduk dewasa yang memiliki akses layanan keuangan pada lembaga keuangan formal sebesar 75 persen pada akhir 2019.

Namun di kalangan negara-negara ASEAN, tingkat kepemilikan rekening masyarakat di Indonesia di lembaga keuangan formal, masih lebih rendah dibandingkan dengan negara lainnya. Berdasarkan hasil survei Global Findex tahun 2017, tingkat kepemilikan rekening di Singapura adalah sebesar 98 persen, Malaysia sebesar 85 persen, Thailand sebesar 82 persen sementara Indonesia baru sebesar 48,9 persen. Kedepannya, pemantauan dan evaluasi capaian keuangan inklusif akan dilakukan secara komprehensif untuk mendukung capaian target inklusi keuangan sebesar 90 persen pada tahun 2024. Percapaian target keuangan inklusif tersebut diarahkan dengan menggunakan 3 (tiga) dimensi Indikator Kinerja Utama yaitu jangkauan, penggunaan, dan kualitas.

Mencermati kondisi perekonomian Indonesia sebagai dampak dari penyebaran COVID-19, pada tahun 2020 Pemerintah bersama BI dan OJK telah menerbitkan beberapa stimulus kebijakan untuk melakukan langkah-langkah pencegahan terjadinya tekanan di perekonomian, sektor riil dan sektor keuangan. Peraturan-peraturan ini dibuat untuk menghadapi risiko penurunan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan.

Dalam kondisi saat ini, semua segmen prioritas dalam keuangan inklusif terutama sektor UMKM merasakan dampak yang sangat besar akibat restriksi kegiatan ekonomi dan sosial. Untuk mengantisipasi terjadinya penurunan usaha yang lebih besar serta memperkuat UMKM, pemerintah mengeluarkan serangkaian program untuk mendukung ketahanan usaha UMKM mulai dari memberikan stimulus usaha hingga mendorong UMKM melakukan digitalisasi untuk menyesuaikan proses bisnis dengan adanya pembatasan sosial dan kecenderungan kegiatan masyarakat yang beralih ke pemanfaatan teknologi.

BI dan industri jasa keuangan juga melakukan upaya dalam meningkatkan transaksi non-tunai. Penggunaan transaksi non tunai melalui uang elektronik, mobile banking, internet banking dan QRIS tidak hanya membantu konsumen untuk tetap dapat melaksanakan transaksi keuangan namun, sekaligus membantu program physical distancing serta anjuran WFH untuk memutus rantai penyebaran COVID-19. Selain itu, pembayaran non-tunai dilakukan untuk mendukung program-program pemerintah dalam menyalurkan dana bantuan sosial seperti Program Bantuan Sosial PKH dan BPNT, Program Kartu Prakerja, dan Program Kartu Indonesia Pintar-Kuliah.

Untuk mendukung hal tersebut, peningkatan infrastruktur khususnya dibidang teknologi, informasi, dan komunikasi terus dilakukan. Infrastruktur yang sudah dibangun diantaranya Palapa Ring dan pembangunan Base Transceiver Station atau BTS di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar) untuk mewujudkan pemerataan akses internet dan listrik di seluruh Indonesia. Pemerintah juga berupaya mempercepat terciptanya ekosistem digital dengan mendorong perkembangan teknologi keuangan (financial technology) yang tetap mengikuti panduan Bali Fintech Agenda untuk menyeimbangkan manfaat dan risiko dari teknologi keuangan sehingga dapat mendukung potensi pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan.

Ditengah pandemi COVID-19, pemerintah tetap menjalankan program yang telah disusun untuk meningkat keuangan inklusif diantaranya Pemerintah akan terus meningkatkan literasi atau pengetahuan masyarakat tentang produk dan layanan keuangan beberapa diantaranya;

  1. Edukasi keuangan, melalui berbagai sosialisasi terkait Gerakan Nasional Non-Tunai dan layanan keuangan digital.
  2. Perluasan basis program nontunai bantuan sosial dan elektronifikasi atau digitalisasi di sektor primer.
  3. Fasilitasi berbagai layanan keuangan antara lain melalui penyaluran bansos non-tunai, relaksasi kredit Usaha Rakyat dan pembiayaan melalui PNM Mekaar dan Kredit Usaha Mikro (UMi).
  4. Penyusunan peta akses layanan keuangan, serta
  5. implementasi Aksi Indonesia Menabung melalui program Simpanan Pelajar menuju program kepemilikan rekening bagi seluruh pelajar di Indonesia atau One Student One Account (OSOA) pada akhir tahun 2022. Tidak hanya kepada siswa, penambahan jumlah pembukaan rekening baik konvensional maupun syariah ditujukan kepada penerima manfaat program pemerintah, PNS Pemda, pegawai BUMN/BUMD dan masyarakat lintas kelompok.  

Secara umum, Kementerian Keuangan, berperan menjalankan sejumlah kegiatan yang bertujuan untuk membantu meningkatkan tata kelola dalam penyaluran dana pemerintah secara nontunai serta mengupayakan penyediaan layanan dan produk keuangan dan pembiaayaan serta penyediaan sistem pembayaran yang aman, efektif dan efisien. Programnya antara lain penyaluran bantuan sosial dan subsidi bunga UMKM, penyaluran KUR dan UMi, serta penggunaan sistem marketplace yang dikenal dengan nama Digipay. Digipay merupakan sistem layanan pemesanan dan pengadaan barang/jasa sampai dengan barang diterima secara elektronik. Sistem layanan ini digunakan dalam pemanfaatan uang persediaan yang dikembangkan oleh penyedia platform yang telah memenuhi ketentuan pengadaan barang/jasa dan pembayaran pemerintah atas beban APBN. Digipay kedepannya dapat mendukung pemberdayaan UMKM sekaligus modernisasi dan digitalisasi sistem pembayaran Pemerintah.

Secara khusus, untuk memitigasi dampak COVID-19 pada perekonomian, BKF ikut serta dalam penyusunan Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang didalamnya terdapat berbagai kebijakan untuk memulihkan kondisi dari segmen prioritas inklusi keuangan yang terkena dampak pandemi (misal UMKM, Masyarakat Berpendapatan Rendah/MBR, dan Perempuan). BKF juga berperan aktif dalam berbagai kegiatan peningkatan kapasitas, edukasi, dan piloting inisiatif keuangan inklusif selama tahun 2020 seperti mengikuti kegiatan forum internasional dan melakukan dialog dengan organisasi internasional untuk membahas isu terkini terkait keuangan inklusif. Forum internasional tersebut adalah GPFI (Global Partnership for Financial Inclusion) dan WCFIN (Working Committee on Financial Inclusion).  Keterlibatan BKF dalam forum G20 GPFI dan WCFIN yang mendiskusikan strategi dan kebijakan keuangan inklusif di kawasan regional dan global. Tahun 2022 Indonesia ditunjuk sebagai Tuan Rumah KTT G20 dan Presidensi G20, pembahasan terkait isu keuangan inklusif yang akan dibahas di GPFI akan memfokuskan pada pembahasan terkait digital finance dan SMEs Finance sebagai respon pemulihan perekonomian akibat Covid-19.

BKF juga terlibat dalam Tim Satuan Tugas atau Satgas Survei Financial Inclusion Insights yang dilakukan oleh Dewan Nasional Keuangan Inklusif untuk mengukur akses masyarakat kepada layanan keuangan formal di Indonesia pada akhir 2020. Dalam survei ini digunakan pendekatan akses berupa penggunaan layanan keuangan formal dan kepemilikan akun. Laporan yang merupakan hasil dari survei ini akan diumumkan pada Q2-2021.

H.    INKLUSI KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI

Sebagai upaya untuk mendukung penguatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas untuk mencapai kesejahteraan masyarakat yang lebih merata, diperlukan peningkatan pendalaman sektor keuangan baik pada industri bank maupun nonbank sehingga seluruh masyarakat mempunyai akses yang sama terhadap layanan keuangan formal yang berkualitas dengan biaya terjangkau. Pendalaman sektor keuangan antara lain dilakukan melalui peningkatan inklusi keuangan, perluasan inovasi produk keuangan, pengembangan infrastruktur jasa keuangan, dan optimalisasi alternatif pembiayaan.

Inklusi keuangan merupakan bagian penting dalam proses inklusi sosial ekonomi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan stabilitas sistem keuangan, mendukung program penanggulangan kemiskinan, dan mengurangi kesenjangan antar individu atau antar daerah. Penduduk Indonesia memiliki kebutuhan yang besar akan layanan keuangan, terutama terkait layanan keuangan dasar yang mencakup tabungan, transaksi pembayaran tunai atau nontunai, tabungan, kredit atau pembiayaan, dan asuransi.

Dalam kaitannya dengan inklusi keuangan, pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat terutama dari sisi permintaan akan layanan keuangan, seperti (1) akses kepada produk dan lembaga keuangan dan (2) akses kepada penyedia dan instrumen jasa pembayaran seperti uang elektronik. Upaya tersebut antara lain diwujudkan dalam bentuk inovasi produk keuangan dengan pemanfaatan teknologi, peningkatan ketersediaan kualitas data dan informasi, pengembangan infrastruktur di sektor keuangan, serta harmonisasi dan penguatan kebijakan di sektor keuangan. Peningkatan ketersediaan kualitas data dan informasi sendiri dapat difokuskan melalui peningkatan koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi kegiatan statistik yang diselenggarakan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan swasta serta dengan peningkatan sarana dan prasarana untuk kegiatan statistik.

Inklusi keuangan dapat digunakan sebagai subpilar arah kebijakan dalam rangka peningkatan nilai tambah ekonomi pada tahun 2020-2024 yang mencakup:

    1. Penguatan kewirausahaan dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang dilaksanakan dengan strategi:
      • meningkatkan kemitraan usaha antara Usaha Ultra Mikro, Usaha Mikro Kecil dan Usaha Menengah Besar;
      • meningkatkan kapasitas usaha;
      • meningkatkan pendampingan usaha bagi usaha mikro yang non-bankable;
      • meningkatkan penciptaan peluang usaha dan start-up;
      • peningkatan akses pendanaan usaha oleh UMKM; dan
      • mendorong perbankan dan perusahaan pembiayaan, termasuk yang berbasis syariah untuk mengembangkan produk dan layanan keuangan mikro.
    2. Peningkatan penyaluran kredit perbankan yang dilaksanakan dengan strategi:
      • pengembangan skema penjaminan kredit/pembiayaan di daerah;
      • mendorong berdirinya perusahaan penjaminan kredit/pembiayaan daerah di setiap provinsi;
      • peningkatan literasi keuangan;
      • perluasan jangkauan agen bank (branchless banking); dan
      • Optimalisasi penyaluran kredit program kepada UMKM antara lain seperti program KUR dan UMi. Langkah ini penting meningat penerapan PSBB untuk menangani pandemi COVID-19 telah membuat sebagian besar debitur UMKM tidak dapat beroperasi dan membayar iuran kredit/pembiayaannya.
    3. Peningkatan penghimpunan DPK yang dilaksanakan dengan strategi:
      • pengembangan skema produk tabungan untuk siswa;
      • peningkatan literasi keuangan dalam pelaksanaan kurikulum pendidikan formal; dan
      • pengembangan layanan keuangan tanpa kantor (branchless banking).

Dalam rangka mendukung pencapaian sasaran strategis dimaksud di atas, arah kebijakan dan strategi yang akan ditempuh oleh PKSK di sepanjang tahun 2020-2024 diantaranya:

  1. Melakukan kegiatan (workshop, FGD, atau lainnya) guna mendukung pihak terkait lainnya dalam peningkatan literasi dan inklusi keuangan;
  2. Melakukan kajian terkait instrumen inklusi keuangan baru sebagai alternatif yang dapat menambah kedalaman dan stabilitas sektor keuangan;
  3. Mendorong perumusan rekomendasi yang mendukung penguatan inklusi keuangan;
  4. Berperan aktif dalam kegiatan atau forum nasional maupun internasional terkait inklusi keuangan; dan
  5. Melakukan kajian tentang keberlangsungan usaha UMKM pasca pandemi COVID-19.

Di samping itu, sebagai salah satu bentuk implementasi Pengarusutamaan Gender (PUG),  PKSK terlibat dalam jejaring (gugus tugas) keuangan inklusif  perempuan yang bertugas menyusun dan mengoordinasikan Strategi Nasional Keuangan Inklusif Perempuan (SNKIP), yaitu suatu strategi yang membuka akses perempuan terhadap layanan keuangan formal. Inklusi keuangan bagi perempuan menekankan penyediaan layanan keuangan berdasarkan kebutuhan yang berbeda dari tiap kelompok masyarakat perempuan meliputi kelompok umur, kelompok tingkat pendidikan, keterampilan dan literasi, serta kelompok tingkat pendapatan dan kesejahteraan. Meskipun inklusi keuangan mencakup semua segmen masyarakat perempuan, kegiatan inklusi keuangan perempuan difokuskan pada kelompok perempuan yang belum terpenuhi oleh layanan keuangan formal dan belum memiliki akses kepada sumber daya yang dapat meningkatkan kemandiriannya secara ekonomi. Adapun dukungan PKSK untuk SNKIP diimplementasikan melalui strategi di antaranya:

  1. Melakukan kajian tentang tantangan fintech bagi perempuan;
  2. Berperan aktif dalam merumuskan strategi perluasan akses perempuan ke asuransi dan dana pensiun;
  3. Melakukan kajian tentang asuransi bagi perempuan: analisis risiko, kemauan membayar (ability to pay), dan kesediaan membayar (willingness to pay);
  4. Melakukan kajian tentang potensi pembentukan dana pensiun perempuan