Laporan Kajian Efektivitas Subsidi Bunga KUR terhadap perekonomian

Penulis: Zulvia Dwi Kurnaini, Khaled Tuanida, Een Permana, Muhammad Olgiano, Moch Irfan (2021)

Akses finansial merupakan salah satu sumber terhambatnya pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia. Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan salah satu kredit program yang diluncurkan pemerintah untuk meningkatkan akses finansial untuk mendorong perkembangan UMKM. Meskipun sudah banyak kemajuan, masih terdapat kendala dari penyaluran KUR, salah satunya adalah efektivitas kebijakan subsidi bunga terhadap pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja belum terlihat. Oleh karena itu, studi ini bertujuan untuk menganalisis dampak perubahan skema KUR subsidi bunga terhadap pertumbuhan ekonomi dan terhadap penyerapan tenaga kerja. Studi ini akan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengukur tingkat efektivitas KUR skema subsidi bunga terhadap pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja dengan memakai tabel Input-Ouput (I-O), dengan membandingkan dampak antara skema KUR pada dua periode: (i) 2011–2014 (KUR skema Imbal Jasa Penjaminan (IJP)), dan (ii) 2016–2019 (KUR skema subsidi bunga). Untuk periode pertama, studi ini memanfaatkan tabel I-O 2010 sebagai basis, sementara untuk periode kedua juga menggunakan tabel I-O 2010 sebagai basisnya. Sementara itu, pendekatan kualitatif dalam studi ini berupa literature review untuk melihat global practice kredit sejenis di negara lainnya.

Sejak tahun 2007-2014, KUR dengan skema IJP memiliki suku bunga: (i) 22 persen (KUR Mikro); (ii) 13 persen (KUR Ritel); (iii) 22 persen (KUR TKI), dilakukan melalui 33 bank pelaksana dan 4 penjamin. Total penyaluran IJP KUR dari Pemerintah pada periode 2007–2014 sebesar Rp16,7 triliun dengan rincian Rp5,02 triliun untuk IJP KUR dan Rp11,7 triliun untuk PMN. Hal ini telah berhasil memancing dana bank sebesar Rp 178,71 triliun dengan 12,4 juta akad kredit yang disalurkan kepada UMKM dengan Non Performing Loan (NPL) sebesar 3,3 persen dan penyerapan tenaga kerja sebanyak 20.344.639 orang (KUR, 2018). Pada kebijakan KUR skema baru, yaitu skema subsidi bunga yang diluncurkan sejak 14 Agustus 2015, selama periode 2015-2019, realisasi KUR dengan skema subsidi bunga mencapai Rp474,19 triliun dengan jumlah debitur mencapai 18,62 juta debitur. Nilai outstanding pada periode tersebut sebesar Rp153,14 triliun dengan NPL sebesar 1,06 persen.

Stimulus ekonomi yang akan digunakan adalah plafon sektoral untuk periode 2011 hingga 2014, dan akad sektoral untuk periode 2016 hingga 2019. Selama periode 2011-2014, total penciptaan output dari KUR Skema IJP adalah sebesar Rp219,2 triliun dengan rata-rata per tahun sebesar Rp54,8 triliun. Sedangkan penciptaan output dari KUR Skema Subsidi Bunga selama periode 2016-2019 besarnya mencapai Rp661,4 triliun atau rata-rata sebesar Rp165,4 triliun per tahun. Selama periode 2011-2014, total Dampak Produk Domestik Bruto (PDB) dari KUR Skema IJP adalah sebesar Rp134,6 triliun dengan dampak PDB rata-rata per tahun sebesar Rp33,6 triliun. Sedangkan dampak PDB dari adanya KUR Skema Subsidi Bunga selama periode 2016-2019 besarnya mencapai Rp417,3 triliun atau rata-rata sebesar Rp104,3 triliun per tahun. Selama periode 2011- 2014, rata-rata per tahun dampak penciptaan lapangan kerja dari adanya KUR Skema IJP adalah sebesar 41.093 orang per tahun. Sedangkan selama periode 2016-2019, rata-rata per tahun dampak penciptaan lapangan kerja dari adanya KUR Skema Subsidi Bunga adalah sebesar 95.585 orang per tahun. 

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa KUR skema subsidi bunga memberikan dampak ekonomi (penciptaan output, PDB, dan tenaga kerja) yang lebih tinggi dibandingkan dampak ekonomi pada saat skema IJP diterapkan. Sektor-sektor yang konsisten memiliki dampak ekonomi yang besar diantaranya adalah sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor; sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; sektor Industri Pengolahan; dan Jasa keuangan dan Asuransi. Sedangkan, sektor-sektor yang relatif memiliki dampak ekonomi kecil di antaranya adalah sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial dan sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang. Sebagian besar sektor mengalami penurunan dampak ekonomi (PDB dan tenaga kerja) ketika skema KUR berubah dari skema IJP menjadi skema subsidi bunga. Meskipun demikian, penurunan tersebut masih terkompensasi dengan kenaikan pada sektor lainnya yang naik lebih tinggi. 

Untuk dapat menganalisis efektivitas kedua skema KUR, digunakan pendekatan Cost Effectiveness Analysis (CEA). Outcome yang diukur adalah dampak dari KUR terhadap penciptaan PDB dan tenaga kerja. Sementara nilai biaya diukur dalam besar pengeluaran pemerintah pada KUR di masing-masing periode skema IJP dan skema subsidi bunga. Skema yang menghasilkan rasio yang lebih besar dinilai sebagai skema yang memiliki efektivitas yang lebih baik. Rasio outcome (penciptaan PDB dan tenaga kerja) terhadap biaya pemerintah pada skema IJP lebih tinggi dibandingkan rasio yang sama pada skema subsidi bunga. Hal ini mengindikasikan bahwa skema subsidi bunga memiliki tingkat cost effectiveness yang lebih rendah dibandingkan skema IJP. Dengan demikian, rekomendasi kebijakan yang ditawarkan antara lain: (1) perlunya ada penyesuaian dan perbaikan jika ingin tetap mempertahankan skema subsidi bunga, seperti penambahan kriteria bagi penyalur sebagai indikator kinerja utama (IKU); (2) perlunya memperluas pelibatan lembaga-lembaga keuangan nonbank dalam penyaluran KUR; dan (3) perlu dipertimbangkan untuk kembali menggunakan skema KUR lama yaitu IJP KUR dikarenakan memiliki tingkat cost effectiveness yang relatif lebih baik dari skema yang ada sekarang, akan tetapi perlu dilakukan perbaikan tata cara, standar, dan kriteria dalam implementasinya agar dapat lebih efektif.

File Terkait:

Baca   Download