Menteri Keuangan Hadiri Pertemuan Musim Semi IMF – World Bank Bahas Berbagai Upaya untuk Hadapi Tantangan Global Saat Ini

SP-38/KLI/2023    


Jakarta, 18 April 2023 – Pada 10-16 April 2023 telah dilaksanakan Pertemuan Musim Semi Kelompok Bank Dunia-Dana Moneter Internasional Tahun 2023 (2023 WBG-IMF Spring Meetings) di Washington DC, Amerika Serikat. Agenda Pertemuan Musim Semi 2023 berfokus pada isu-isu global seperti outlook perekonomian global, penurunan kemiskinan, dan pembangunan ekonomi. Rangkaian Pertemuan Musim Semi dilaksanakan dalam bentuk rapat utama, seminar, briefing, dan even strategis lainnya.

Dalam agenda pembukaan Pertemuan Musim Semi ini, David Malpass (Presiden Bank Dunia/WBG) menyampaikan bahwa dengan adanya persistensi inflasi, tingginya harga minyak, terganggunya kredit, dan normalisasi kebijakan suku bunga, maka diperlukan adanya penyesuaian aliran modal ke penggunaan yang lebih produktif. Disinilah peran Bank Dunia untuk membantu negara berkembang melalui kebijakan yang mendorong pertumbuhan ekonomi dan perbaikan standar kehidupan yang lebih layak. Senada dengan Presiden WBG, Kristalina Georgieva (Direktur Pelaksana IMF) dalam taklimat media terkait Global Policy Agenda menyampaikan bahwa proyeksi perlambatan pertumbuhan ekonomi global di 2023 merupakan proyeksi pertumbuhan jangka menengah terendah yang pernah ada karena faktor tekanan inflasi, geopolitik, dan juga fragmentasi ekonomi di perdagangan dan modal.

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, sebagai Gubernur Bank Dunia dan Alternate Governor IMF untuk Indonesia, memimpin delegasi dan berperan aktif dalam rangkaian kegiatan Pertemuan Musim Semi seperti pertemuan utama tingkat menteri, seminar, diskusi, dan pertemuan bilateral.

Di antara rangkaian Pertemuan Musim Semi Kelompok Bank Dunia-Dana Moneter Internasional, Menkeu juga menghadiri pertemuan para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 (FMCBG) untuk membahas tiga isu yang mencakup Ekonomi Global, Arsitektur Keuangan Internasional, Keuangan Berkelanjutan, Sektor Keuangan, Inklusi Keuangan, dan Perpajakan Internasional. Pertemuan tersebut membahas kemajuan yang dicapai oleh berbagai Kelompok Kerja dan Alur Kerja Jalur Keuangan G20 terkait hasil kerja sejak FMCBG G20 pertama pada Februari 2023 lalu dan meminta arahan dari para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ke depannya.

Para anggota sepakat bahwa G20 dapat berkontribusi untuk membangun pemahaman bersama dalam mengembangkan lingkungan yang kondusif untuk pemulihan ekonomi global, dan memastikan bahwa negara dan bagian populasi yang paling rentan dilindungi secara memadai. Pada agenda arsitektur keuangan internasional, diskusi difokuskan pada penguatan koordinasi multilateral untuk mengatasi tekanan utang yang meningkat di negara-negara berpenghasilan rendah dan berpenghasilan menengah yang rentan.

Diskusi G20 juga berfokus pada mobilisasi sumber daya untuk perubahan iklim, peran lembaga keuangan multilateral dalam mengkatalisasi aliran keuangan swasta untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan peran G20 dalam meningkatkan dan mendorong adopsi yang lebih luas dari instrumen investasi dampak sosial. Diskusi juga membahas perlunya upaya terkoordinasi menuju implementasi yang efektif dan adopsi yang lebih luas dari paket pajak internasional Dua Pilar. Kemajuan yang dicapai pada pertemuan kali ini akan menjadi bahan referensi untuk pertemuan FMCBG G20 ke-3 mendatang yang akan diadakan pada Juli 2023 di India.

Dalam seminar “Unlocking the Full Potential of Digital Transformation In Southeast Asia: Role of Public and Private Sector”, Menkeu menyampaikan bahwa tranformasi digital merupakan kesempatan bagi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk meningkatkan produksi dan berinovasi, termasuk membuka akses terhadap pembiayaan yang akan mendorong daya saing UMKM di tingkat nasional dan global. Lebih lanjut, Menkeu menyerukan komitmen Indonesia dalam Keketuaan ASEAN 2023 untuk memperkuat inklusi sektor keuangan melalui layanan keuangan digital, konektivitas pembayaran, dan mendukung pembangunan UMKM.

Selain itu, Menkeu juga menjadi panelis dalam acara “What Do Middle Income Countries Want from the Multilateral Development Banks (MDBs)?” yang diselenggarakan oleh The Center for Global Development (CGD). Dalam diskusi ini, Menkeu mengingatkan bahwa MDBs tidak hanya berperan untuk memberikan pinjaman, membuka akses jaringan, dan berbagi pengetahuan, tetapi juga berperan menyediakan platform untuk kolaborasi dan kerja sama. Menkeu juga menyerukan bahwa MDBs dapat berperan sangat penting dalam transisi energi melalui transfer pengetahuan terkait implementasi transisi energi, misalnya melalui pemberian bantuan untuk proyek pilot transisi energi. Pernyataan ini senada dengan poin-poin utama yang disampaikan Menkeu Sri Mulyani, sebagai Co-Chair pada pertemuan Koalisi Menteri Keuangan untuk Aksi Iklim (Coalition of Finance Ministers for Climate Action).

Dalam diskusi Early Warning Exercise, International Monetary and Financial Committee (IMFC), bersama beberapa Menkeu dan Gubernur Bank Sentral yang diundang secara khusus, dibahas risiko di sektor perbankan dan lembaga keuangan non-bank. Menkeu menyampaikan bahwa kegagalan perbankan di Amerika dan Eropa menambah tekanan pada ekonomi global, sehingga pengambil keputusan perlu melakukan upaya pengawasan dan analisa dalam melihat dampaknya pada ekonomi, menerapkan kebijakan makroprudensial yang tepat, meningkatkan koordinasi dengan otoritas dan pemangku kepentingan secara global maupun domestik, serta mengkalibrasi rencana kebijakan yang dapat memperkuat stabilitas sistem keuangan.

Selanjutnya dalam IMFC Breakfast Meeting, dibahas isu ekonomi global yang masih tetap mengalami krisis ganda, dimana tekanan inflasi yang masih tinggi dibandingkan sebelum pandemi, akibatnya suku bunga diperkirakan masih akan tetap tinggi serta kapasitas fiskal makin terbatas. Dalam pertemuan ini, Menkeu menjelaskan kondisi ekonomi Indonesia, dimana kebijakan fiskal memainkan peran penting dalam mengatasi pandemi dan menggiatkan kembali perekonomian, serta upaya untuk menekan defisit fiskal yang telah kembali di bawah 3%, lebih cepat 1 tahun dari yang direncanakan.

Pada rangkaian agenda tersebut, Menkeu juga melakukan berbagai pertemuan bilateral antara lain pertemuan dengan Presiden Financial Action Task Force (FATF), T. Raja Kumar; Presiden Bank Dunia, David Malpass; dan pertemuan dengan US Secretary, Janet Yellen.

Dalam pertemuan dengan FATF, kedua belah pihak membahas keanggotaan di FATF. Indonesia saat ini sedang menempuh Mutual Evaluation Review (MER) untuk menjadi anggota penuh FATF. Keanggotaan Indonesia penting karena akan berdampak pada persepsi positif terhadap sistem keuangan Indonesia. Selain itu, keanggotaan ini juga akan meningkatkan kualitas iklim investasi di Indonesia.

Dalam pertemuan bilateral dengan Presiden Group Bank Dunia, Menkeu menceritakan mengenai perkembangan ekonomi Indonesia yang mampu mempertahankan pertumbuhan yang solid pada 2022, ditopang oleh konsumsi domestik dan kinerja ekspor yang kuat yang didorong oleh kebijakan hilirisasi sumber daya alam. Selain itu, Indonesia mampu mengendalikan inflasi dalam negeri di tengah tekanan inflasi global. Beberapa lembaga internasional juga masih memberikan proyeksi positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2023, di tengah meningkatnya risiko global. Menkeu menyampaikan perlunya pembuat kebijakan, termasuk Bank Dunia, mengambil tindakan dan memitigasi dampak dari tantangan global saat ini, dengan tetap berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di tahun mendatang.

Di sela rangkaian Pertemuan Musim Semi, Menkeu bersama Menkeu Amerika Serikat Janet Yellen, telah menandatangani perjanjian hibah dari Pemerintah Amerika Serikat melalui Millennium Challenges Corporation (MCC) dalam program Compact II MCC yang bertujuan untuk pengentasan kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Sebelumnya Pemerintah Indonesia telah menerima hibah dalam program Compact I MCC di tahun 2013-2018 senilai USD600 juta. Pada program Compact II MCC kali ini Pemerintah Indonesia mendapat hibah senilai USD649 juta untuk pelaksanaan program selama 5 tahun, dan digunakan untuk program di sektor transportasi dan logistik, pengembangan pasar keuangan, serta pembiayaan UMKM.


Narahubung Media:

Yustinus Prastowo
Juru Bicara Kementerian Keuangan
kemenkeu.prime@kemenkeu.go.id

Baca