Jakarta, (26/02/2025) - ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO) kembali mengadakan Kunjungan Konsultasi Tahunan ke Indonesia. Kunjungan ini berlangsung dari 3 hingga 14 Februari 2024, dengan agenda utama membahas proyeksi ekonomi makro Indonesia, kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024, serta outlook APBN 2025.
Dalam pertemuan ini, AMRO bersama Kementerian Keuangan mendiskusikan berbagai aspek ekonomi, termasuk reformasi perpajakan, desentralisasi fiskal, strategi pembiayaan anggaran, serta penilaian Economic Review and Policy Dialogue (ERPD) Scorecard terbaru untuk Indonesia.
Secara keseluruhan, AMRO menilai ekonomi Indonesia berada dalam kondisi stabil meskipun menghadapi berbagai tantangan global dan domestik. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan tetap kuat, meski sedikit lebih rendah dari proyeksi pemerintah. Sementara sektor fiskal dan perbankan dinilai masih cukup solid, Indonesia masih perlu mendorong pendalaman sektor keuangan untuk meningkatkan akses pembiayaan dan daya saing ekonomi.
Kunjungan konsultasi tahunan ini menjadi wadah penting bagi pemerintah dan AMRO dalam memastikan kebijakan ekonomi Indonesia tetap berjalan di jalur yang tepat dalam menghadapi dinamika global di tahun-tahun mendatang.
Proyeksi Ekonomi: Stabil dengan Tantangan Global
AMRO memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,0% pada tahun 2025 dan 5,1% pada tahun 2026, sedikit lebih rendah dibandingkan proyeksi Kementerian Keuangan sebesar 5,2% dan 5,5%. Perbedaan ini mencerminkan pandangan AMRO yang lebih konservatif terhadap perekonomian global dan risiko eksternal, seperti perlambatan pertumbuhan mitra dagang utama dan meningkatnya proteksionisme global.
Dari sisi inflasi, AMRO memperkirakan angka tetap terkendali di level 2,5% pada tahun 2025 dan 2026, sejalan dengan target pemerintah. Sedangkan untuk sektor eksternal, AMRO memproyeksikan defisit transaksi berjalan akan melebar menjadi -0,8% pada 2025 dan -1,3% pada 2026, seiring dengan menyusutnya surplus perdagangan.
Stabilitas Fiskal dan Tantangan Pembiayaan
Sementara itu, di sektor fiskal, AMRO memperkirakan rasio pendapatan terhadap PDB tetap stabil di kisaran 12,7% pada 2025 dan 12,8% pada 2026, sementara belanja negara meningkat menjadi 15,4% dan 15,5% akibat program prioritas pemerintah, seperti program makanan bergizi. Dengan kondisi ini, defisit fiskal diproyeksikan melebar menjadi 2,7%, sementara rasio utang pemerintah pusat naik menjadi 40,5% pada 2025 dan 40,8% pada 2026.
Meski kondisi fiskal masih terkendali, AMRO mencatat bahwa Indonesia menghadapi tantangan dalam pendalaman sektor keuangan. Rasio kredit sektor swasta terhadap PDB Indonesia masih terendah di antara negara-negara ASEAN-5, ditambah dengan tingginya biaya operasional dan minimnya riwayat kredit, yang menghambat penyaluran kredit secara luas.
Kondisi Perbankan Tetap Kuat
AMRO menilai sektor perbankan Indonesia masih dalam kondisi baik, dengan penyaluran kredit yang kuat didukung oleh kebijakan makroprudensial yang akomodatif. Meskipun pertumbuhan kredit untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) melambat, perbankan Indonesia tetap memiliki permodalan yang kuat, dengan rasio kredit bermasalah (NPL) yang stabil.
Walau demikian, AMRO menyoroti bahwa opsi pembiayaan di Indonesia masih terbatas. Data tahun 2021 menunjukkan bahwa 48% penduduk dewasa Indonesia belum memiliki rekening bank. Hal ini menyebabkan biaya pendanaan yang lebih tinggi, suku bunga kredit yang mahal, dan margin bunga bersih yang lebih besar dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya.
Penilaian ERPD Scorecard: Performa Ekonomi Tetap Solid
Dalam penilaian ERPD Scorecard, Indonesia terus menunjukkan kinerja baik di lima bidang utama: eksternal, fiskal, moneter, kesehatan keuangan, dan kecukupan data. Indonesia unggul dalam posisi eksternal yang berkelanjutan serta akses stabil ke pasar modal global. Namun, cadangan devisa Indonesia belum kembali menguat secara signifikan.
Dalam aspek fiskal, skor Indonesia mengalami sedikit penurunan akibat meningkatnya defisit fiskal dari 1,61% pada 2023 menjadi 2,29% pada 2024. Meskipun rasio utang publik tetap terkendali, defisit yang lebih besar dapat menjadi tantangan bagi stabilitas fiskal ke depan.
Desentralisasi Fiskal: Ketergantungan pada Dana Transfer
AMRO mencatat bahwa Indonesia telah mengimplementasikan UU No.1/2022 tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Meskipun pemerintah daerah telah meningkatkan penerimaan sendiri dalam beberapa tahun terakhir, mereka tetap bergantung pada transfer dari pemerintah pusat. Untuk tahun anggaran 2025, pemerintah mengalokasikan IDR 919,8 triliun untuk transfer ke daerah, meningkat 6,5% dari realisasi sementara tahun 2024. Ketergantungan ini mencerminkan kerangka desentralisasi fiskal saat ini, di mana sebagian besar sumber pendapatan utama masih berada di bawah kewenangan pemerintah pusat.
Pendanaan Iklim dan Transisi Energi
Indonesia berencana mengajukan NDC kedua pada Februari 2025, yang akan diimplementasikan sepanjang 2030-2035 dan selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045.
Pemerintah Indonesia, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, telah berkomitmen mendukung upaya global dalam mengatasi perubahan iklim dan transisi ke energi terbarukan. Revisi Kebijakan Energi Nasional menurunkan target energi terbarukan dari 23% menjadi 17-19% pada 2025, namun Presiden Prabowo menargetkan penghentian penggunaan bahan bakar fosil dalam 15 tahun ke depan (pada 2040). Pada September 2024, Asian Development Bank (ADB) menyetujui pinjaman berbasis kebijakan untuk mendukung Program Transisi Energi yang Terjangkau dan Berkelanjutan di Indonesia. Program ini bertujuan membantu Indonesia mencapai target NDC yang ditingkatkan serta net-zero power emissions pada 2050.
Dalam proyek investasi hijau, beberapa investor telah berkomitmen untuk berinvestasi dalam proyek penangkapan dan penyimpanan karbon (CCUS) serta pengembangan ladang gas di Papua. Proyek ini bertujuan meningkatkan produksi gas melalui CCUS di fasilitas LNG Tangguh, dengan potensi menyerap sekitar 15 juta ton CO2 dalam fase awalnya.
Dalam perdagangan karbon sukarela, IDX Carbon mencatat 100 peserta terdaftar per Desember 2024, dengan volume perdagangan mencapai sekitar 1 juta ton CO2. Pemerintah juga memperbarui pedoman keuangan berkelanjutan melalui penerbitan Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI) pada Februari 2024, yang mendukung pencapaian Net Zero Emission (NZE) sebelum 2060.
Kemitraan Transisi Energi yang Berkeadilan (Just Energy Transition Partnership / JETP)
Indonesia juga terus mendorong inisiatif JETP dengan mencari komitmen dari negara-negara maju untuk mendukung transisi energi yang adil dan berkelanjutan. JETP ini sejalan dengan target iklim global dan bertujuan mengatasi tantangan penghentian penggunaan batu bara serta peningkatan infrastruktur energi terbarukan.
Dengan berbagai tantangan dan peluang yang ada, AMRO menilai ekonomi Indonesia tetap stabil, namun perlu terus mendorong reformasi di sektor fiskal, keuangan, dan energi untuk memperkuat daya saing dan ketahanan ekonomi di masa depan. (fms)