KTT G-20 : Indonesia Termasuk Negara yang Terapkan Proteksionisme

Jakarta (Suara Karya): Sebanyak 17 negara dari 20 negara yang hadir pada pertemuan G-20 menerapkan aksi proteksionisme untuk melindungi perekonomian negaranya masing-masing. Terkait hal ini, Indonesia termasuk salah satu negara yang dinilai melakukan proteksionisme tersebut.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia MS Hidayat mengatakan, kebijakan proteksionisme ini masih tergolong wajar dan diterapkan untuk mengantisipasi dampak krisis keuangan global.

"Pertemuan Chamber of Commerce (Kadin internasional) di pertemuan G-20, menghasilkan catatan bahwa ada 17 negara yang dinilai mengarah pada aksi proteksionisme. Indonesia termasuk di antara 17 negara tersebut. Namun, ini memang lazim terjadi di saat krisis seperti ini," kata Hidayat di Jakarta, kemarin.

Kebijakan 17 negara tersebut, menurut Hidayat, sudah dicatat oleh Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) sebagai negara yang berkecenderungan melakukan proteksionisme. "Namun, kita harus hindari sistem itu di Indonesia sambil menanggulangi krisis ekonomi," ujarnya.

Hidayat menambahkan, Indonesia akan mengikuti hasil G-20, sehingga tidak harus mengacu pada sikap proteksionisme tersebut. Ini diupayakan meski hampir semua negara melakukan pengamanan dengan cara tersebut. "Kita itu tidak melanggar, tapi memang baru ada tendensi ke arah proteksionisme. Namun, ini karena kita ingin mengamankan kondisi ekonomi nasional," tuturnya.

Menurut dia, jika Indonesia melakukan proteksionisme , justru akan mengalami banyak kerugian. Salah satunya adalah tertutupnya akses dan hubungan dengan negeri lain dalam bidang perdagangan dan investasi. Dalam hal ini, hubungan bilateral Indonesia memang harus terus berjalan, mulai dari perdagangan hingga fasilitas pinjaman luar negeri. "Tapi kita tetap harus hati-hati. Memang kita tidak harus lakukan proteksionisme, tapi setidaknya ada langkah untuk mengamankan ekonomi nasional," ucapnya.

Sementara itu, Plt Menko Perekonomian/Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pihaknya akan menjelaskan persiapan atau respons Indonesia atas Komunike G-20 usai pertemuan Menkeu ASEAN (AFM) di Thailand. "Mungkin nanti saya kombinasikan dengan penjelasan mengenai hasil pertemuan ASEAN Financial Meeting, tentunya sesudah saya pulang dari Thailand nanti," katanya.

Menurut Sri Mulyani, penjelasan mengenai hasil pertemuan G-20 dan kesiapan Indonesia melaksanakan komunike bersama, bersifat detail, sehingga perlu dijelaskan secara khusus. "Saya akan menjelaskan mengenai konteks detail hasil G-20 dan bagaimana persiapan atau respons Indonesia untuk melaksanakan komunike itu," ujarnya.

Seperti diketahui, pertemuan menteri-menteri keuangan ASEAN akan berlangsung di Thailand pada tanggal 8 hingga 9 April 2009.

Lebih lanjut Menkeu menjelaskan, sesuai kesepakatan G-20, masalah regulasi dan berbagai pekerjaan yang berhubungan dengan supervisi serta pengaturan terhadap lembaga keuangan termasuk bank, konsentrasinya nanti akan dilakukan oleh Finansial Supervisory Board (FSB). "Dulu namanya Finansial Supervisory Forum (FSF), di mana anggotanya G-20 atau anggota FSF yang awal, yaitu G-8. Plus beberapa financial centre seperti Hong Kong, Singapura, Australia, plus negara anggota G-20 yang belum jadi anggota FSF," tuturnya.

Sementara itu mengenai kemungkinan G-20 membatasi pergerakan modus-modus yang merusak sis tem keuangan global, Menkeu mengatakan, kalau semua negara setuju membatasi itu, maka hal itu bisa dilakukan. "Kalau semua negara setuju kenapa tidak bisa. Money laundering (pencucian uang) dan terorisme saja bisa dilacak, jadi mengapa itu tidak bisa?" tuturnya. (Bayu)