Ini Kondisi APBN Hingga Mei 2020, Belanja Bansos Melonjak Tinggi

Jakarta (16/06): Di tengah tekanan yang ditimbulkan akibat pandemi Covid-19, pemerintah mengambil berbagai kebijakan extraordinary yang memerlukan fleksibiltas APBN untuk memastikan ketersedian anggaran dengan tetap menjaga kesinambungan keuangan negara, salah satunya dengan diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 Tentang Perubahan Postur Dan Rincian APBN TA 2020 (Perpres 54/2020).

“Kita semua tahu bahwa tahun 2020 ini adalah suatu tahun yang sangat luar biasa tantangannya dan perubahannya, oleh karena itu APBN KiTa (Kinerja dan Fakta) dalam memberikan update setiap bulannya tidak hanya melaporkan perkembangan dari sisi ekonomi tapi juga dari sisi tantangan kesehatan karena hal ini merupakan trigger utama dari ekonomi nasional dan global,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa edisi Juni di Jakarta (20/05) melalui video conference.

Dari sisi indikator ekonomi makro pada APBN 2020, realisasi pertumbuhan ekonomi masih di 2,97%  karena ini angka kuartal 1.  Koreksi yang cukup signifikan akan terlihat di kuartal 2, namun pemerintah berharap itu terjadi hanya di kuartal 2 saja dan berupaya meminimalisir penurunan untuk kuartal 3 dan 4. Inflasi berada pada angka 2,19% (yoy) saat ini masih cukup terjaga, on track sesuai asumsi awal. Tingkat bunga SPN 3 bulan sebesar 3,2% artinya mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu.

Nilai tukar rupiah yaitu Rp 14.684 per US$ dan kemarin sempat mengalami apresiasi yang cukup bagus. Harga minyak secara rata-rata dari Januari s.d. 31 Mei 2020 adalah 41 US$/Barel karena pada Januari-Februari, Indonesia masih mempunyai harga minyak yang cukup baik. Lifting minyak dan gas masih di bawah asumsi 2020 yaitu beturut-turut sebesar 710.000 barel/hari dan 1.025.000 barel setara minyak/hari yang merupakan salah satu kewaspadaan pemerintah dari sisi produksi minyak.

Dengan kondisi tersebut, realisasi APBN s.d. Mei 2020 adalah sebagai berikut:
pendapatan negara Rp664,3 Triliun atau 37,7% dari target Perpres 54/2020 dengan realisasi penerimaan perpajakan sebesar Rp526,2 Triliun atau 36% dari target Perpres 54/2020. Hampir seluruh jenis pajak utama mengalami kontraksi pada Januari-Mei karena kontraksi penerimaan bulan Mei cukup dalam sebagai dampak perlambatan kegiatan ekonomi akibat Covid-19 dan pemanfaatan insentif fiskal dalam rangka pemulihan ekonomi nasional.

“Jadi kita melihat pada akhir bulan Mei 2020, penerimaan negara mengalami kontraksi dan pemerintah melihat ini sebagai sesuatu yang menjadi perhatian dan tentu akan kita monitor bagaimana kebijakan yang sudah kita keluarkan agar bisa mengurangi perlambatan tersebut,” jelas Menkeu.

Sementara dari sisi belanja negara, diperoleh angka realisasi sebesar Rp843,9 Triliun atau 32,3% dari Perpres 54/2020 dengan belanja pemerintah pusat sebesar Rp537,3 T dan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp306,6  Triliun atau 40,2% dari Perpres 54/2020.

Belanja negara juga mengalami tantangan yang tidak mudah. Realisasi belanja K/L adalah sebesar Rp270,4 Triliun mengalami kontraksi 6,2% dibandingkan tahun lalu karena pemerintah melakukan refocusing dan realokasi, sedangkan belanja non K/L adalah sebesar Rp 267 Triliun naik 10,1% dibanding tahun lalu.

“Jadi belanja pegawai mengalami kontraksi, ini bagus karena kita mengurangi belanja-belanja yang tidak prioritas,” kata Menkeu.

Belanja yang melonjak tinggi adalah belanja bantuan sosial (bansos). Ini menggambarkan upaya pemerintah dalam memberikan bantalan sosial akibat berbagai kontraksi ekonomi dan terjadinya PHK.

“Kalau dari sisi komposisi belanja, ini adalah komposisi yang diinginkan, belanja non esensial di luar bansos dikendalikan dan sebagian atau sangat besar belanja negara fokusnya untuk membantu masyarakat seperti dalam bentuk bansos yang kenaikannya 30,7% dibandingkan tahun lalu,” kata Menkeu.(cs)



APBN KiTa edisi Juni 2020 dapat diunduh melalui tautan berikut:

https://www.kemenkeu.go.id/media/15421/apbn-kita-juni-2020.pdf