Kemenkeu Luncurkan Laporan Anggaran Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim

Jakarta (30/03):  Dalam rangka menanggulangi risiko dan dampak dari perubahan iklim, Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya salah satunya melalui komitmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29% dengan upaya nasional dan hingga 41% dengan bantuan internasional pada tahun 2030, yang tertuang dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC). Untuk mencapai target penurunan emisi GRK tersebut, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu mengefisiensikan anggaran publik yang telah ada, serta berinovasi untuk mencari sumber pendanaan lain. Badan Kebijakan Fiskal (BKF) bekerja sama dengan United Nations Development Prtogramme (UNDP) Indonesia telah melakukan pelaksanaan Penandaan Anggaran Perubahan Iklim/Climate Budget Tagging (CBT) di tingkat nasional maupun daerah. Tahun ini, Laporan Anggaran Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim diluncurkan melalui acara “Dialog Publik: Pendanaan Publik Perubahan Iklim di Tingkat Nasional dan Daerah untuk Pencapaian NDC” yang diselenggarakan melalui video conference pada Selasa, 30 Maret 2021. 

Dalam peluncuran laporan tersebut, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyampaikan bahwa untuk memulihkan ekonomi, Indonesia menyadari adanya tantangan di level global, yaitu perubahan iklim. Tantangan ini sama dengan pandemi COVID-19, akan mengancam seluruh dunia.

“Kita perlu untuk terus menjaga agar Indonesia yang merupakan negara dengan geografi, populasi dan ekonomi yang besar ikut serta mencegah pemburukan perubahan iklim ini, karena dampaknya akan sangat luar biasa bagi ekonomi dan masyarakat,” ujar Menkeu.

Sistem penandaan anggaran perubahan iklim merupakan suatu upaya untuk mendukung pengelolaan anggaran perubahan iklim agar lebih terukur. Sistem ini mampu melacak alokasi anggaran mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, serta menyajikan data kegiatan, output, dan besaran anggaran yang dialokasikan pemerintah. Saat ini, penandaan anggaran telah melibatkan 18 Kementerian dan Lembaga (K/L).

Untuk tahun 2016 – 2020, komposisi anggaran perubahan iklim dialokasikan sebesar 74% untuk mitigasi dan 26% untuk adaptasi. Total belanja pemerintah pusat untuk mitigasi perubahan iklim sejak 2016 mencapai Rp256,7 triliun, sedangkan untuk adaptasi iklim mencapai Rp75,9 triliun. Lima prioritas dalam program mitigasi yaitu kehutanan dan lahan, energi dan transportasi, pertanian, Industrial Processes and Product Use (IPPU), dan limbah. Sementara itu, bidang yang menjadi prioritas adaptasi antara lain kesehatan pemukiman dan infrastruktur, ketahanan pangan, keanekaragaman hayati ekosistem hutan, pesisir dan pulau – pulau kecil serta research and development.

Kepala BKF Febrio Kacaribu menjelaskan bahwa selain sebagai wujud transparansi pengelolaan anggaran, data penandaan anggaran penting sebagai salah satu referensi untuk evaluasi dan pengembangan kebijakan penganggaran perubahan iklim. Tidak hanya itu, laporan ini juga menyajikan perkembangan pencapaian target kontribusi penanganan perubahan iklim Indonesia di bawah Persetujuan Paris.

“Dengan cakupan yang lebih luas seperti ini, informasi yang disajikan dapat lebih lengkap dan lebih bermanfaat bagi pemangku kepentingan untuk mengawal pengelolaan kebijakan negara secara efektif,” ujar Febrio.

Sementara itu, Kepala Perwakilan UNDP Indonesia Norimasa Shimamura berharap bahwa laporan ini dapat menjadi sebuah milestone untuk semua, dalam meningkatkan sinergi dan kerja sama antara Pemerintah Pusat dan Daerah, serta semua pemangku kepentingan, untuk menciptakan ekosistem pendanaan berkelanjutan, melalui mekanisme penandaan anggaran perubahan iklim. (cs)