Jamin Keberlanjutan Konsumsi Energi, Pemerintah Upayakan Lepas dari Ketergantungan terhadap Batubara

Jakarta (29/11): Sumber energi batu bara bersifat non-renewable akan habis dalam waktu 65 tahun dan menyumbang emisi karbon cukup besar sehingga diperlukan peralihan menuju Energi Baru dan Terbarukan (EBT) untuk menjamin keberlanjutan konsumsi energi. Namun, diisparitas harga listrik antara batu bara dan EBT menyebabkan EBT sulit bersaing. Oleh karena itu, insentif, fasilitas, dan subsidi yang diberikan pada batu bara perlu ditelaah lebih lanjut. Badan Kebijakan Fiskal menggelar Diseminasi Kajian Analisis Perhitungan Harga Batubara sebagai Input BPP Listrik dan Dampak Pencapaian Target Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam Bauran Energi terhadap Kebijakan Subsidi Listrik secara hybrid pada Senin, 29 November 2021.

“Saat ini Indonesia merupakan negara berkembang yang secara konsisten terus meningkatkan pertumbuhan ekonominya dengan beberapa upaya termasuk kebijakan-kebijakan yang sudah dilakukan untuk mendukung ke sana. Tentu pertumbuhan ekonomi tersebut juga akan meningkatkan pertumbuhan konsumsi energi di Indonesia seiring dengan meningkatnya aktivitas di masyarakat,” ujar Kepala Pusat Kebijakan APBN (PKAPBN) Ubaidi Socheh Hamidi saat membuka acara.

Ubaidi menambahkan bahwa pertumbuhan konsumsi energi di Indonesia merupakan salah satu yang tercepat di dunia. Namun sebagian besar kebutuhan energi tersebut masih ditopang oleh energi fossil khususnya batubara. Berdasarkan data tahun 2019, pada sektor ketenagalistrikan, 60% input energi listrik berasal dari batubara. Hal ini tidak terlepas dari harga batubara yang relatif kompetitif dan tingginya supply batubara di domestik.

“Hal ini yang menjadi penyebab mengapa Indonesia masih sulit terlepas dari ketergantungan terhadap batubara khususnya dalam penyediaan energi listrik,” jelas Ubaidi.

Pemerintah saat ini sedang berupaya untuk melepas ketergantungan terhadap batubara dan bahan bakar fossil lainnya melalui kebijakan transisi energi menuju energi hijau. Pemerintah terus mendorong pengembangan EBT khusunya di sektor ketenagalistrikan. Inisiatif ini dituangkan dalam bentuk PP No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, yang mengamanatkan pencapaian bauran energi nasional menagertkan besaran EBT dalam bauran energi primer adalah paling sedikit 23% pada tahun 2025 dan 31% pada dan 2030.

Acara ini  dimoderatori oleh Analis Kebijakan Ahli Madya PKAPBN Zulvia Dwi Kurnaini. Narasumber dari acara ini yaitu Indria Syafelifitria dan Febri Vabiono Pasaribu yang merupakan Analis Kebijakan di PKPABN BKF. Selain itu, hadir pula sebagai pembahas, yakni Kepala Biro Fasilitasi Kebijakan Energi dan Persidangan Yunus Saefulhak; Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Ida Nuryatin; dan Hot Matua Bakara mewakili Direktur Perencanaan PT PLN. Harapannya acara ini dapat memperkaya kajian khususnya masukan dan kritikan dari pada narasumber, pemangku kepentingan dan peserta terutama terkait kebijakan pencapaian target EBT dan transisi energi. (cs)