Modal Sosial serta Pertumbuhan yang Inklusif dan Berkelanjutan

Jakarta (02/12) – Melanjutkan sesi People, kali ini mengangkat tema Social Capital in bolstering strong, inclusive & sustainable growth. Suraya A. Afiff dari Universitas Indonesia memaparkan konteks modal sosial (social capital) dan urgensinya. Pembahasan mengenai modal sosial hingga saat ini semakin berkembang yang memperlihatkan adanya perhatian yang menonjol mengenai hal tersebut.

“Terlihat adanya keterkaitan antara modal sosial, keberlanjutan, dan modal manusia. Konsep modal sosial ini meliputi aspek kognitif dan struktural yang diantaranya mencakup nilai, keyakinan, persepsi, hubungan sosial, jejaring sosial, dan organisasi formal. Ada juga pandangan yang lebih komprehensif yang menekankan peran modal sosial sebagai aktor yang mencakup aspek lainnya seperti modal ekonomi, modal budaya, dan modal simbolik. Untuk dapat melihat keterkaitan antara produktivitas dengan modal sosial harus dikaitkan antara lain dengan tujuan, penerima manfaat, dan perspektif yang digunakan,” tutur Suraya.

Di sisi lain, Turro S. Wongkaren dari Universitas Indonesia memaparkan salah satu sumber pertumbuhan, yaitu kaum perempuan dan modal sosial yang dimilikinya. Peluang bonus demografi Indonesia hanya akan bertahan hingga tahun 2036 dan setengah populasi penduduk saat ini adalah perempuan.

“Tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan selama beberapa dekade terakhir relatif stagnan pada angka 50-an yang jauh lebih rendah dibandingkan tingkat partisipasi angkatan kerja laki-laki yang berada pada angka 80-an. Hal ini diantaranya dipengaruhi oleh norma sosial dalam keluarga dan pasar tenaga kerja terkait perempuan dan pekerjaan. Dengan kondisi 35% pekerja perempuan adalah pengusaha, salah satu peluang pekerjaan yang dapat dimanfaatkan oleh perempuan adalah bisnis online (e-commerce) khususnya dalam jenis social-selling type. Hal ini disebabkan lebih banyak pekerjaan sebagai social sellers lebih didominasi oleh perempuan dibandingkan laki-laki. Untuk mendorong hal tersebut, akses internet kepada perempuan dan edukasi mengenai e-commerce harus ditingkatkan,” jelas Turro.

Sesi terakhir membahas mengenai kebijakan publik dan karakteristik penduduk di Indonesia. Zulfan Tadjoeddin dari University Western Sidney menyebutkan karakteristik penduduk merupakan fondasi atas modal sosial. Untuk membangun hal tersebut, diperlukan tidak hanya bonding, tetapi juga bridging dan juga trust untuk dapat memberdayakan modal sosial secara optimal.

“Karakteristik penduduk lewat budaya merupakan hal yang bersifat majemuk dan tentunya tidak dapat diubah dengan mudah. Namun, karakteristik budaya dapat berubah sejalan dengan perkembangan ekonomi. Oleh karena itu, disinilah kebijakan publik berperan dan dalam perumusannya perlu memerhatikan beberapa hal, yaitu (1) bersifat jangka panjang dan dipikirkan dengan matang, (2) berdasarkan konsensus dan bersifat inklusif, serta (3) dijaga ketat dan didukung untuk dapat mewujudkan kebijakan yang berkelanjutan,” lanjut Zulfan.

Tak kalah menariknya, yang selalu menjadi bagian spesial dari gelaran AIFED: sesi Inspirational Figures. Narasumber yang hadir adalah Mohamad Bijaksana Junerosano dari Waste4Change yang bergerak di bidang ekonomi sirkular, Dian Prayogi Susanto dari Habibi Garden yang melakukan adaptasi teknologi untuk meningkatkan produktivitas di sektor pertanian, dan Hana Keraf yang mendirikan Du Anyam sebagai usaha kerajinan yang berbasis pemberdayaan perempuan.

Sesi ini membahas peluang sumber pertumbuhan baru serta mengangkat isu-isu struktural yang perlu dibenahi, antara lain terkait perubahan iklim, ekonomi hijau, dan ketimpangan gender, menggerakkan peran kaum muda ke sektor pertanian berbasis teknologi, mendorong ekonomi masyarakat dari level desa dan memberdayakan perempuan untuk berkontribusi terhadap ekonomi, serta perlunya kesadaran masyarakat akan isu lingkungan menjadi pesan kunci dalam sesi ini.

Gelaran AIFED hari ke-2 ditutup dengan Keynote Lecture: Spurring new potentials of greener economy yang menghadirkan Paul Ekins OBE dari UCL Institute for Sustainable Resources, London.

“Arah pertumbuhan yang sustainable adalah satu-satunya jalan untuk mempertahankan keberlanjutan kehidupan manusia. Selama ini kinerja ekonomi sejalan dengan penggunaan sumber daya yang menjadi sumber emisi karbon. Untuk mencapai pertumbuhan yang sustainable, harus ada upaya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dengan melakukan penghematan sumber daya (resources efficiency). Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi besar untuk mencapai kinerja ekonomi yang sustainable dengan ketersediaan sumber energi baru terbarukan yang cukup melimpah,” tutup Ekins. (fms)