Hadiri Dubai Expo 2020, Kepala BKF Jelaskan Dukungan Pemerintah untuk Keuangan Berkelanjutan

Jakarta (22/12): Kementerian Keuangan turut berpartisipasi dalam Dubai Expo 2020 dengan kegiatan utama mensosialisasikan dukungan kebijakan fiskal dan keuangan terkini. Dubai Expo 2020 diselenggarakan dalam rangka meningkatkan branding Indonesia di bidang perdagangan dan pariwisata serta mengembangkan potensi investasi di sektor-sektor strategis. Dalam Talk Show on Indonesia's Sustainable Projects yang merupakan rangkaian acara Dubai Expo 2020, Badan Kebijakan Fiskal mensosialisasikan komitmen dan dukungan pemerintah untuk keuangan berkelanjutan, pendanaan iklim dan implementasi proyek strategis hijau berkelanjutan, serta potensi investasi di Indonesia.

Hadir secara virtual sebagai keynote speaker, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu menyampaikan bahwa meskipun saat ini penanganan pandemi COVID-19 masih menjadi prioritas, namun masalah perubahan iklim juga perlu menjadi perhatian karena merupakan bahaya yang jelas dan nyata. Serangkaian bencana alam akibat perubahan iklim seperti angin topan, angin topan, banjir, dan kekeringan terus melanda negara-negara di dunia yang masih berjuang mengatasi pandemi.

“Lingkungan kita telah memberi kita sinyal yang sangat kuat bahwa masalah iklim tidak boleh diletakkan di "back seat". Jika tidak ditangani dan dikelola dengan baik, masalah iklim dapat berubah menjadi bencana global yang tidak dapat diubah karena telah memperparah berbagai krisis yang dihadapi dunia,” ujar Febrio.

Lebih lanjut, Febrio menyampaikan bahwa menangani isu-isu perubahan iklim telah menjadi bagian penting dan krusial dalam menciptakan pembangunan berkelanjutan di masa depan. Pengurangan emisi gas rumah kaca dan target menjaga suhu bumi di bawah 1,5 hingga 2 derajat Celcius sebelum masa pra-industrialisasi harus menjadi perhatian bersama .

Febrio juga menyampaikan komitmen pemerintah terkait mitigasi perubahan iklim yang menargetkan pengurangan emisi sebesar 29% atas upaya sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2030. Untuk memenuhi komitmen tersebut, APBN sebagai instrumen fiskal berperan penting untuk mendorong dan mendorong proses transformasi menuju pembangunan berkelanjutan. Berdasarkan kajian Climate Change Fiscal Framework (CCFF), untuk dapat mencapai target NDC tahun 2030 masih terdapat gap pendanaan hingga 40%.

“Untuk mengatasinya, ada beberapa langkah fiskal yang dapat dilakukan, yaitu optimalisasi penggunaan anggaran dan mobilisasi sumber pendanaan perubahan iklim non APBN secara optimal, baik di dalam negeri maupun di luar negeri,” jelas Febrio.

Selain itu, dari sisi penerimaan juga telah disempurnakan beberapa kebijakan, dimana fasilitas perpajakan dan kepabeanan seperti; tax holiday, tax allowance, fasilitas PPN, dan bea masuk juga digunakan untuk mendorong upaya pengembangan energi baru terbarukan (EBT) dan teknologi bersih. Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) juga digunakan untuk mendukung aksi adaptasi perubahan iklim di daerah. Green Bond atau Green Sukuk Framework juga dikembangkan sebagai bagian dari pembiayaan inovatif untuk pembangunan berkelanjutan.

Pemerintah juga akan mengimplementasikan pajak karbon yang merupakan salah satu instrumen penetapan harga karbon dalam bentuk pungutan karbon yang bertujuan untuk mengubah perilaku pelaku ekonomi dan mendorong mereka untuk beralih ke kegiatan ekonomi hijau rendah karbon. (cs)