Simposium Tingkat Menteri G20 tentang Pajak dan Pembangunan

Pada 14 Juli 2022, Presidensi G20 Indonesia menyelenggarakan Simposium Tingkat Menteri tentang Pajak dan Pembangunan. Simposium tersebut merujuk pada penilaian di G20 pada tahun 2021 tentang kemajuan negara berkembang sejak pembentukan Kerangka Kerja Inklusif OECD/G20 terkait Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) pada tahun 2016.

Laporan OECD, yang disahkan oleh Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara anggota G20, menunjukkan kemajuan yang baik, misalnya dalam penghapusan praktik pajak yang merugikan, dan adopsi luas standar internasional tentang transparansi pajak dan penetapan harga transfer.

Penerapan perangkat ini menghasilkan keuntungan pendapatan nyata, seperti pajak tambahan lebih dari EUR1,5 miliar yang dikumpulkan sebagai hasil dari program Tax Inspectors Without Borders yang diterapkan di negara-negara berkembang. Pada saat yang sama, transparansi pajak dan alat pertukaran informasi telah mengarah pada identifikasi tambahan pendapatan tambahan sebesar EUR112 miliar hingga saat ini, dimana sepertiga pendapatan ada di negara berkembang.

Laporan tersebut juga mencatat tantangan bagi negara-negara berkembang yang paling terbatas kapasitasnya dan menyerukan pemantauan dan dialog yang berkelanjutan. Simposium menanggapi rekomendasi ini dan memberikan kesempatan kepada para Menteri untuk mengeksplorasi cara-cara mendukung keterlibatan negara-negara berkembang dalam negosiasi pajak internasional, serta mengidentifikasi tantangan kebijakan pajak.

Menteri Keuangan RI, Sri Indrawati Mulyani yang membuka simposium ini, menyampaikan mengenai tantangan khusus yang dihadapi oleh negara-negara berkembang dalam menerapkan standar pajak internasional, dan menyoroti pentingnya memastikan partisipasi penting mereka dalam desain dan implementasi pajak internasional. Beliau menggarisbawahi pentingnya memastikan semua negara membuat kemajuan dalam hal transparansi pajak dan upaya untuk memerangi BEPS, dengan menyatakan bahwa “tidak ada negara yang boleh tertinggal.”  

Dalam sesi diskusi, para Menteri Kembali menegaskan pentingnya negara-negara berkembang mendapat manfaat dari agenda pajak internasional. Juga ditegaskan bahwa penting bagi G20 untuk membangun sistem pajak internasional yang kuat, koheren, dan stabil.

Terpilihnya salah satu negara berkembang sebagai co-chair Kerangka Kerja Inklusif OECD/G20 terkait BEPS menunjukkan program ini semakin inklusif. Sejumlah prioritas utama seperti kebutuhan untuk mempercepat kemajuan akses negara-negara berkembang hingga pelaporan negara demi negara telah diidentifikasi. Para menteri juga meminta OECD dan mitra pembangunan untuk meningkatkan upaya peningkatan kapasitas, khususnya dalam implementasi dua pilar Paket Pajak Internasional. Sekretaris Jenderal OECD dan Presiden Bank Pembangunan Asia mengumumkan prakarsa baru yang akan menyusul kemudian pada tahun 2022 untuk mendukung negara-negara di Asia-Pasifik untuk mendapatkan akses ke dukungan pengembangan kapasitas dan para narasumber spesialis.

Beberapa hal lain yang menjadi perhatian para Menteri adalah sistem baru perpajakan minimum global mendorong negara-negara berkembang untuk merefleksikan rezim pajak domestik mereka, dan untuk melihat kembali kebijakan insentif pajak yang diberikan dalam rangka menarik investasi. Selain itu, para menteri juga membahas peluang bagi negara berkembang untuk memanfaatkan kebijakan pajak guna mendorong kemajuan pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan seperti yang berkaitan dengan kesehatan dan lingkungan.

Para menteri menegaskan kembali komitmen mereka untuk memantau kemajuan negara-negara berkembang dalam Kerangka Kerja Inklusif OECD/G20 tentang BEPS dan menantikan Peta Jalan G20/OECD baru tentang Negara Berkembang dan Pajak Internasional yang akan disampaikan pada Oktober 2022. (oecd)