Tiga Menteri Keuangan ASEAN Bahas Upaya Transisi Pembiayaan Ekonomi Hijau

Bali, 31 Maret 2023 Berbicara mengenai aksi perubahan iklim, Pemerintah Indonesia terus berupaya memenuhi komitmen melalui langkah utamanya: (1) peningkatan reduksi emisi melalui penetapan Enhanced NDC dengan target 31,89% (tanpa syarat/usaha sendiri) dan 43,20% secara kondisional (dengan dukungan internasional) pada tahun 2030; (2)  Inisiasi Energy Transition Mechanism (ETM) sebagai upaya mitigasi perubahan iklim untuk mendorong transisi yang adil dan terjangkau di sektor energi, bersama dengan dukungan kepada renewable energy di sisi lain; (3) Implementasi regulasi yang mendukung aksi perubahan iklim, misalnya pembentukan pasar karbon dan penerapan pajak karbon. Dalam konteks yang lebih komprehensif dapat dikatakan bahwa pemerintah menjalankan komitmennya dengan mekanisme pasar maupun non mekanisme pasar.  “Indonesia telah mengeluarkan kebijakan fiskal untuk mendukung aksi perubahan iklim seperti memberikan insentif pajak, tax holiday, dan penghapusan PPN serta bea masuk untuk aksi yang terkait energy sector renewable dan retirement of the coal (pembatasan penggunaan batu bara),” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Seminar on Financing Transition in ASEAN hari kedua yang diselenggarakan di Bali Nusa Dua Convention Center (30/3).

Indonesia sangat memahami bahwa setiap kebutuhan pendanaan iklim membutuhkan sebuah framework yang dapat dijadikan rujukan bagi seluruh pihak, oleh karena itu OJK Indonesia telah menyusun dokumen taksonomi hijau sebagai dasar pedoman investasi hijau. Taksonomi hijau tersebut dapat menjadi benchmark bagi negara lainnya sebagai bagian dari aksi konkrit untuk menurunkan emisi. Taksonomi hijau Indonesia ini juga sejalan dengan The ASEAN Taxonomy for Sustainable Finance (ATSF) Versi 2 yang telah diluncurkan pada bulan  Maret 2023. ATSF Versi 2 dapat mengakomodasi kebutuhan asesmen yang lebih menyeluruh terkait “bagaimana dan dimana” kontribusi program coal phasing out untuk ditempatkan sebagai upaya dekarbonisasi dalam mendukung Paris Agreement.

Senada dengan Menkeu Thailand, Menkeu Indonesia menyampaikan bahwa aktivitas yang menghasilkan emisi merupakan isu lintas batas, oleh karena itu implementasi  untuk pasar karbon memiliki kompleksitas tersendiri diantaranya terkait yurisdiksi, klaim, dan pihak negara yang berhak mendapatkan penerimaan. Oleh karena itu, Indonesia menyambut baik dukungan internasional berupa dukungan teknis, pinjaman, maupun hibah dalam pengembangannya.

Sesi panel Ministerial Fireside Chat dalam seminar Financing Transition for ASEAN juga menghadirkan panelis prominen lain yakni H.E. Lawrence Wong, Deputi Perdana Menteri dan Menteri Keuangan Singapura, dan H.E. Arkhom Termpittayapaisith, Menteri Keuangan Thailand. Dalam paparannya, Lawrence Wong menyampaikan bahwa menurut McKinsey, upaya dekarbonisasi dalam mencapai kondisi greener economy memerlukan pendanaan sebesar USD 9 Triliun per tahun dari sekarang sampai 2050, atau kumulatif lebih dari USD 200 triliun yang merupakan dua kali besarnya produk ekonomi global saat ini.  Kawasan Asia memiliki tantangan tersendiri, dimana diperlukan USD 3 Triliun per tahun untuk proses transisi. Dibutuhkan kebijakan yang serius untuk memperluas  akses green financing (pendanaan hijau). Untuk itu cara yang ditempuh adalah dengan 3D, yaitu (i) Data, agar Bank dan Institusi Keuangan dapat melakukan monitoring; (ii) Disclosure, agar setiap aktivitas pendanaan dapat lebih akuntabel dan tidak ada greenwashing, dan (iii) Definition, untuk memperjelas definisi “proyek transisi” atas beberapa  area yang sering dikategorikan abu-abu (in between). Dalam hal ini, The ASEAN Taxonomy for Sustainable Finance (ATSF) Versi 2 diharapkan mampu untuk menjawab tantangan mengani isu “Definisi” tersebut. Selain itu, mengingat terdapat berbagai building blocks untuk taksonomi di dunia, idealnya Taksonomi ASEAN dapat terhubung, selaras, dan konvergen satu sama lain (interoperability, harmonisation, and convergence) dengan standar internasional.

Lebih lanjut, Arkhom Termpittayapaisith menyampaikan bahwa kita membutuhkan transformasi perekonomian secara menyeluruh. Penting untuk dibentuk suatu platform dan peningkatan kolaborasi negara-negara di dunia termasuk di kawasan ASEAN mengingat perubahan iklim dan aktivitas terkait emisi merupakan isu lintas batas. Kebijakan Thailand saat ini berfokus kepada upaya mencapai target reduksi emisi tahun 2030 serta upaya perubahan sumber tenaga listrik di sektor transportasi. Pemerintah Thailand memberikan insentif tambahan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat. Thailand juga mendorong zero waste melalui penerapan ekonomi sirkular, misalnya penggunaan kotoran hewan ternak sebagai pupuk sehingga mengurangi biaya pertanian.

Pada hari sebelumnya (29/3), Chair ASEAN Taxonomy Board Noorrafidah Sulaiman dalam opening speechnya secara umum menyampaikan bahwa The ASEAN Taxonomy for Sustainable Finance (ATSF) Versi 1 telah diterbitkan pada November 2021. Adapun ATSF Versi 2 baru saja diterbitkan bulan ini (Maret 2023) dengan menyajikan perkembangan signifikan pada komponen di ATSF Versi 1, dengan fokus pada Sektor Energi yang merupakan salah satu dari 6 sektor fokus di bawah ATSF dan telah mengakomodasi kondisi perekonomian dan pembangunan yang beragam diantara negara-negara ASEAN.   Menkeu dalam keynote speech pertamanya dalam rangkaian seminar ini menegaskan bahwa ATSF Versi 2 ini selaras dengan kerangka keuangan transisi G20 yang tertuang dalam Laporan Keuangan Berkelanjutan G20 tahun 2022 dimana telah disepakati oleh para Pemimpin G20. Hal ini menunjukkan komitmen atas  transisi yang teratur, adil, dan terjangkau, dan upaya berkelanjutan melalui diskusi global dalam menentukan aktivitas transisi.

Pada hari pertama juga telah terselenggara dua sesi seminar yang menghadirkan panelis-panelis ternama. Sesi pertama mengangkat tema ASEAN Financial Sector’s Readiness for Transition Finance menghadirkan panelis dari Otoritas Jasa Keuangan, Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ), Securities Commission Malaysia, dan MUFG, Net-Zero Banking Alliance. Sedangkan sesi kedua yang bertemakan Transition Standards menghadirkan panelis dari PT SMI, Rocky Mountain Institute, ADB, dan Climate and Sustainable Lead Asia Pacific.

Seminar yang diselenggarakan selama dua hari ini dirancang khusus untuk mengeksplorasi secara lebih mendalam atas isu-isu dan peluang keuangan berkelanjutan yang berkaitan dengan transisi iklim. Ini akan dibangun di atas Kerangka Referensi ASEAN (ASEAN Reference Framework) yang ada untuk pengembangan 'platform negara (country platform)' yang dapat membantu pemerintah dalam mengarahkan dan mengoordinasikan upaya semua pemangku kepentingan untuk mencapai transisi yang sukses. (bkf)