Tengok Proses Kesiapan Indonesia dalam Keanggotaan OECD

Paris, (11/10/2023) – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mendampingi Menteri Keuangan (Menkeu) RI, Sri Mulyani Indrawati menghadiri pertemuan the Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) Council khususnya dalam sesi ‘Update on Indonesia’s Request to Start the OECD Accession Process’ yang diselenggarakan di Kantor Pusat OECD, Paris (10/10).

OECD merupakan organisasi internasional yang terdiri atas 38 negara anggota yang merepresentasikan sekitar 80% perdagangan dan investasi global. Sebagai salah satu knowledge center dunia, OECD merupakan salah satu international standard setting body dalam pengembangan tools, analisis, serta standar kebijakan dalam meningkatkan kesetaraan, kesempatan, kesejahteraan, dan kemakmuran di dunia. 

Pemerintah Indonesia yang diwakili Menteri Koordinator Bidang Perekonomian secara resmi menyampaikan minat (intention) Indonesia untuk menjadi anggota OECD pada tanggal 14 Juli 2023 lalu. Keanggotaan Indonesia dalam OECD diharapkan dapat mendukung keberlanjutan reformasi struktural di Indonesia dalam meningkatkan perekonomian Indonesia yang semakin berdaya tahan (resilient), berkelanjutan, inklusif, dan dapat menunjang upaya mencapai Visi Indonesia Emas Tahun 2045. Intensi Indonesia ini disambut baik melalui surat Sekretaris Jenderal (Sekjen) OECD dan dilanjutkan dengan kunjungan Sekjen OECD ke Jakarta untuk bertemu dengan Presiden RI Joko Widodo pada tanggal 10 Agustus 2023.  

Sejak tahun 2007 hubungan Indonesia dan OECD berkembang pesat, termasuk peran aktif Indonesia dalam mendukung kerja sama OECD dengan negara di kawasan Asia Tenggara melalui pembentukan OECD Southeast Regional Program (OECD SEARP). Indonesia bersama Jepang telah menjadi Co-chairs SEARP tahun 2014-2017. Program kerja sama Indonesia dan OECD juga terefleksikan melalui Joint Work Program (JWP) sejak tahun 2017 dan telah menandatangani the 4th Joint Work Program (JWP) for 2022-2025 yang mencakup sejumlah area kebijakan prioritas seperti (i) kebijakan makroekonomi, kepatuhan pajak, dan tata kelola pemerintahan yang baik (sound macroeconomic policy, tax compliance and good governance); (ii) iklim bisnis dan digitalisasi (the business climate and digitalisation); (iii) modal manusia dan inklusi sosial (human capital and social inclusion); (iv) pembangunan berkelanjutan (sustainable development).  

Dalam pertemuan OECD Council di Paris, Sri Mulyani memaparkan sejumlah capaian reformasi struktural di Indonesia paska Krisis Ekonomi Asia Tahun 1997/1998 diantaranya peningkatan kualitas demokrasi, perbaikan akuntabilitas dan transparansi kebijakan, penguatan kebijakan anggaran, penguatan program perlindungan sosial bagi kelompok rentan (vulnerable group), peningkatan kebijakan persaingan (competition policy), penguatan independensi bank sentral, dan sejumlah program reformasi kebijakan lainnya. Indonesia juga menyampaikan komitmen dalam melanjutkan reformasi struktural dan transformasi dalam pengembangan kebijakan pembangunan ekonomi hijau yang sudah menjadi bagian dalam APBN beberapa tahun terakhir, termasuk kebijakan transisi energi melalui implementasi platform Energy Transition Mechanism (ETM).

“Pelaksanaan sejumlah reformasi struktural di Indonesia dalam lebih dari 20 tahun terakhir dan meningkatnya kerja sama Indonesia dengan OECD menjadi modalitas penting bagi keyakinan dan kesiapan Indonesia dalam menjalani rangkaian proses aksesi untuk menjadi anggota OECD”, ujar Sri Mulyani.

Indonesia menyadari bahwa proses aksesi menjadi anggota OECD akan membutuhkan waktu ­multi-years dalam memastikan bahwa Indonesia dapat memenuhi sejumlah standar kebijakan OECD bagi setiap calon anggota baru.  

Dalam mendukung proses tersebut, Pemerintah Indonesia akan membentuk Komite Nasional yang melibatkan sejumlah Kementerian dan Lembaga (K/L) yang terkait. Komite dimaksud akan fokus dalam melakukan identifikasi kebijakan dan peraturan yang diperlukan dalam memenuhi standar OECD, pengawasan atas proses persiapan, membangun kerja sama dengan pemangku kepentingan terkait, mengembangkan strategi komunikasi internal dan eksternal, serta sejumlah kegiatan lain yang dibutuhkan dalam menunjang proses keanggotaan Indonesia. Proses koordinasi domestik nantinya juga akan melibatkan pemangku kepentingan lainnya termasuk akademisi, NGO/CSO, maupun pihak swasta.

“Komitmen Indonesia untuk menjadi anggota OECD sejalan dengan mandat konstitusi yang mendorong peran aktif Indonesia dalam kerja sama internasional. Indonesia siap untuk bekerja sama dengan anggota OECD dan mitra internasional lainnya dalam memperkuat kerja sama multilateral”, tambah Sri Mulyani. Hal ini sejalan dengan konsistensi Indonesia saat menjalankan peran sebagai Presidensi G20 Tahun 2022 dan Keketuaan ASEAN Tahun 2023. 

Dalam pertemuan OECD Council tersebut, seluruh anggota OECD menyambut baik dan mendukung intensi Indonesia untuk menjadi anggota OECD. Indonesia akan menjadi negara Asia ketiga setelah Jepang dan Korea, serta negara ASEAN pertama yang menjadi anggota OECD. Keanggotaan Indonesia dalam OECD dinilai juga akan memberikan manfaat bagi OECD. Sejumlah negara anggota OECD juga menyampaikan tawaran untuk membagi pengalaman dan transfer pengetahuan yang diharapkan dapat membantu Indonesia dalam tahapan aksesi menjadi anggota OECD.

Keanggotaan Indonesia di OECD akan mendorong reformasi ekonomi dan tata kelola nasional yang lebih baik, yang dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Hal ini nantinya dapat menciptakan lebih banyak lapangan kerja dan meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia. Di sisi lain, seiring dengan pertumbuhan ekonomi, terdapat potensi pendapatan yang lebih tinggi bagi penduduk Indonesia. Kondisi ekonomi yang membaik dapat menghasilkan upah yang lebih baik dan peningkatan kesejahteraan bagi individu dan keluarga.

Keanggotaan Indonesia di OECD ini juga diharapkan dapat mendorong peningkatan reputasi dan stabilitas ekonomi Indonesia, sehingga dapat menarik investasi asing langsung (foreign direct investment / FDI). Hal ini dapat menciptakan lapangan kerja dan merangsang pembangunan ekonomi. Keanggotaan OECD dapat memfasilitasi perjanjian perdagangan dan kemitraan, sehingga memberikan akses yang lebih baik bagi dunia usaha Indonesia ke pasar internasional, dalam  meningkatkan ekspor produk industri nasional dan menciptakan peluang pertumbuhan bagi perusahaan dalam negeri. Semua hal di atas memerlukan komitmen dari pemerintah Indonesia untuk menerapkan prinsip-prinsip OECD, melaksanakan reformasi yang diperlukan, dan berpartisipasi aktif dalam inisiatif organisasi tersebut.

Intensi Indonesia menjadi anggota OECD telah dibahas dalam rangkaian pertemuan OECD Council di bulan September dan Oktober 2023, dan berlanjut pada beberapa pertemuan OECD Council berikutnya sampai Desember 2023, sebagai pertimbangan negara anggota OECD untuk memutuskan sikap terhadap minat Indonesia tersebut. Apabila OECD Council memutuskan menerima intensi Indonesia, selanjutnya akan disusun program kerja dalam memulai tahapan menuju keanggotaan Indonesia. Pertemuan OECD Council dipimpin oleh Sekretaris Jenderal OECD yang merangkap sebagai Ketua OECD Council, dan dihadiri oleh para Duta Besar Anggota OECD yang menjadi Wakil Tetap untuk OECD di Paris. (strkm/fms)