Pemerintah Terus Giatkan Perumusan RPP Konsesi dan Insentif bagi Penyandang Disabilitas

Jakarta, (04/07/2024) – Pemerintah kembali menggelar diskusi dengan organisasi penyandang disabilitas bersama sejumlah akademisi untuk terus menggiatkan perumusan RPP Konsensi dan Insentif bagi penyandang disabilitas, bertempat di Aula Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (04/07). Pertemuan ini merupakan diskusi lanjutan dari pertemuan sebelumnya pada tanggal 26 Juli 2024 lalu di sebuah hotel bilangan Jakarta. Pada pertemuan tersebut dibahas terkait definisi konsesi, besaran konsesi serta kriteria dan sasaran penerima konsesi bagi penyandang disabilitas. Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Wahyu Utomo sebagai perwakilan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) c.q Badan Kebijakan Fiskal (BKF), dalam pembukaan diskusi mengungkapkan bahwa Pemerintah ingin bersama-sama menyusun RPP ini bersama dengan penyandang disabilitas dan terus mendorong akses yang produktif.

“Pada diskusi ini kita sama-sama ingin menyusun RPP Konsesi dan Insentif bagi Penyandang Disabilitas. Kita ingin mendorong akses yang lebih inklusif bagi para penyandang disabilitas”, ujar Wahyu Utomo.

Kepala Pusat Kebijakan APBN menekankan bahwa beberapa koridor yang harus dijaga dalam penyusunan RPP ini yakni harus kuat secara konsep, kredibel secara substansi, dan dapat diimplementasikan dengan baik di level operasional. “Substansi yang kredibel akan memberikan manfaat yang nyata pada penyandang disabilitas dan dampak yang luas pada ekonomi. Tata kelola dalam RPP harus dijaga sebaik mungkin karena kebijakan publik harus tetap dipertanggungjawabkan kepada publik”, lanjut wahyu.

Diskusi kali ini mengenai konsep insentif dan pilihan sektor yang diberikan konsesi. Dalam penyusunan RPP, studi tiru sangat diperlukan untuk bisa melihat praktik terbaik dari berbagai negara yang sudah menerapkan konsensi dan insentif bagi penyandang disabilitas. Tujuan dari RPP dan sektor-sektor apa saja yang diberikan insentif, serta mekanisme untuk mendapatkannya perlu diperjelas pengaturannya.

“Benchmarking penting dalam penyusunan RPP ini. Dimana kita melihat best practice di berbagai negara agar tidak mengarang. Diihat mana saja yang sesuai dengan konsep kita, kita pakai. Tujuan RPP harus jelas, besarannya berapa, sektor apa saja yang seharusnya memperoleh, sasarannya siapa, dan mekanisme untuk memperolehnya”, ujar Wahyu.

Sebagai penutup, Kepala Pusat Kebijakan APBN menyampaikan perlunya komitmen bersama untuk hasil dari kesepakatan yang disusun bersama antara Pemerintah dengan organisasi penyandang disabilitas. “Kita bangun komitmen bersama untuk mencapai hasil yang disepakati bersama. Semoga ini menjadi momentum yang baik dan semoga kita dapat menuliskan regulasi yang benar-benar implementatif dan memberi makna untuk kita semua. Kita saling asah, asih, asuh”, tutup Wahyu dalam sambutannya. (fms)