Pemerintah Akan Terapkan Cukai Kantong Plastik untuk Lingkungan yang Lebih Baik

Jakarta (12/07) – Indonesia menempati urutan kedua sebagai negara penghasil sampah plastik ke laut terbesar di dunia (Jambeck, 2015). Sekitar 9,85 miliar lembar sampah kantong plastik dihasilkan oleh kurang lebih 90 ribu gerai ritel modern di Indonesia setiap tahunnya. Menanggapi kondisi tersebut, pemerintah Indonesia ambil sikap. Kementerian Keuangan hari ini menyelenggarakan konferensi pers terkait rencana pengenaan cukai kantong plastik yang bertempat di Press Room, Gd. Djuanda I Kementerian Keuangan.

“Sebesar 62% sampah plastik Indonesia adalah kantong plastik atau kresek. Bahkan pemulung hanya sekitar 5% saja yang mau ambil kantong plastik. Selebihnya minimal mereka hanya mau ambil botol plastik. Jadi kemungkinan besar kantong kresek hanya dipakai satu kali saja (non-reusable). Berbeda dengan botol plastik yang masih memungkinkan untuk di-recycle”, Sutartib, Kasubdit Potensi Cukai dan Kepatuhan Pengusaha DJBC menjelaskan fokus pengenaan cukai kantong plastik kali ini.

“Sejumlah kota di Indonesia seperti Bogor sudah melarang penyediaan kantong plastik pada pusat pembelanjaan dan toko modern”, ungkap Adriyanto, Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro BKF.

Kota Bogor, Balikpapan, Banjarmasin, Jambi, dan Bali telah lebih dahulu melarang penyediaan kantong plastik pada pusat perbelanjaan dan toko modern. Sejumlah negara seperti Kanada, Argentina, Denmark, Kenya, Australia, Malaysia, dan India juga telah melakukan pengendalian kantong plastik di negaranya. Di samping itu, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) telah menerapkan kebijakan kantong plastik berbayar sebesar Rp200,-/lembar pada jaringan ritel seluruh Indonesia yang kemudian dikenakan pada konsumen. Pengenaan cukai ini merupakan cara lain untuk mengendalikan kantong plastik di Indonesia.

Cukai adalah alat atau instrumen fiskal bagi negara atau pemerintah untuk mengendalikan konsumsi barang-barang yang mempunyai eksternalitas atau dampak negatif bagi kesehatan, masyarakat, dan lingkungan. Terkait pengenaan cukai kantong plastik ini, menurut UU No.39 tahun 2007 tentang Cukai (Pasal 2 Ayat 1), plastik dikategorikan sebagai barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik antara lain konsumsinya perlu dikendalikan dan pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup.

Pengendalian kantong plastik dengan mekanisme cukai dirasa pemerintah lebih tepat untuk diterapkan karena besaran tarif cukai dapat disesuaikan dengan karakter barangnya. Kebijakan ini dinilai efektif untuk pengendalian karena memiliki kewenangan untuk melakukan kontrol fisik atas kantong plastik itu sendiri. Dengan kata lain, tujuan utama pengenaan cukai kantong plastik ini bukan untuk kebutuhan penerimaan negara.

“Selanjutnya detil tarif pengenaan cukai setiap jenis kantong plastik akan diatur pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Semakin ramah lingkungan suatu jenis plastik, tarif cukainya akan semakin rendah atau bahkan nol”, tambah Sutartib.

Nasruddin Djoko Surjono, Kepala Bidang Kebijakan Kepabeanan dan Cukai BKF menyatakan jumlah pungutan cukai yang diterima nantinya akan digunakan untuk pengelolaan limbah.

“Kebijakan cukai plastik ini diharapkan bisa sinkron dengan kebijakan pemerintah lainnya yang mendukung green industry, misalnya berupa tax allowance,” tutup Rofyanto Kurniawan, Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF. (fm/is)