Badan Kebijakan Fiskal kembali Buka Diskusi dengan Para Ekonom Indonesia

Banda Aceh (25/07) – Melanjutkan rangkaian Workshop Ekonom dan Seminar Kementerian Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) kali ini menyelenggarakan di Kota Serambi Mekkah. Sebanyak 16 ekonom dan akademisi ekonomi dari berbagai provinsi di Indonesia menghadiri workshop yang diselenggarakan di Aceh Ballroom Hotel Hermes Palace Aceh (24/07). Dilanjutkan pada hari kedua, di tempat yang sama diselenggarakanlah seminar yang dihadiri sejumlah kalangan. Dari mulai perwakilan instansi pemerintah daerah, asosiasi, ekonom, hingga akademisi ekonomi dari berbagai universitas.

“Sepanjang tahun 2019, ketidakpastian perekonomian global masih sangat tinggi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya perang dagang Amerika Serikat (AS)-Tiongkok; kebuntuan negosiasi lanjutan Brexit; serta faktor geopolitik yang ditandai dengan konflik antara AS-Iran; krisis Venezuela; dan dinamika Korea Utara”, ungkap Adriyanto, Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro (PKEM) BKF mengawali Workshop Ekonom Kementerian Keuangan dengan memberikan update ‘Perkembangan Perekonomian dan Kebijakan Fiskal Terkini’.

Namun, di tengah dinamika global tersebut Indonesia mampu menjaga stabilitas ekonomi, bahkan menjadi salah satu yang terbaik diantara negara G-20. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan inflasi yang terkendali. Meski demikian, perdagangan Indonesia dihadapkan pada persoalan daya saing ekspor yang melemah serta kualitas dan skill tenaga kerja yang masih rendah yang menyebabkan produktivitas secara umum masih rendah.

“Oleh karena itu, fokus kebijakan tahun 2020 ada pada manusia (human resources). Karena salah satu kunci untuk mengatasi Middle Income Trap (MIT) itu 3I (Infrastruktur, Institusi, dan Individu). Selain itu, membentuk SDM yang terampil, sehat, dan inovatif merupakan modal utama pembangunan Indonesia kedepan”, lanjut Adriyanto pada workshop yang bertemakan ‘Upaya Peningkatan Produktivitas Indonesia untuk Menghindari Middle Income Trap’. Selanjutnya diskusi workshop dimoderatori M. Shabri Abd. Madjid dari Universitas Syiah Kuala.

“Untuk meningkatkan produktivitas sektor-sektor usaha, sejumlah kebijakan sedang diupayakan. Dari mulai pengembangan Badan Layanan Umum (BLU), skema investasi untuk inovasi industri; proyek air minum; proyek kelistrikan, pengembangan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan digitalisasi pembiayaan ultra mikro”, jelas Syafriadi, Tenaga Pengkaji Bidang Perbendaharaan DJPB.

Selanjutnya, Kepala Bidang Kebijakan Pajak dan PNBP II BKF, Purwitohadi menjelaskan terkait ‘Insentif Fiskal untuk Mendorong Produktivitas Sektor Industri’. Ia mengatakan paradigma baru dalam pemberian fasilitas perpajakan ada 4: Simplicity & Certainty; Trust & Verify. Pemberian insentif pajak yang efektif dan sesuai dengan tujuan menjadikan insentif lebih menarik untuk mendorong peningkatan investasi.

Rully Novie Wurarah dari Universitas Papua optimis bahwa Indonesia mampu keluar dari MIT di tahun 2025 dengan meningkatkan secara optimal industri non migas yang berorientasi ekspor dan produktivitas faktor-faktor produksi seperti kepastian lahan, tenaga kerja, modal, teknologi. Pengembangan pusat pertumbuhan ekonomi yang memiliki indeks daya saing rendah seperti Papua, Maluku, Sulawesi Barat ,Sumatera Barat dan NTT juga harus dimaksimalkan.

“Penyebab utama Indonesia sulit terlepas dari MIT adalah belum optimalnya nilai tambah sektor-sektor potensial seperti pertanian, manufaktur, dan jasa pariwisata, terutama untuk kepentingan ekspor atau peningkatan cadangan devisa. Oleh karenanya transformasi struktural dan pengembangan revolusi industri 4.0 serta ekonomi digital perlu diperluas untuk penguatan skill dan adaptasi perubahan masyarakat”, ungkap Candra Fajri Ananda dari Universitas Brawijaya saat menyampaikan risetnya mengenai ‘Tantangan SDM menuju Revolusi Industri 4.0’.

Di sisi lain, Mohamad Ahlis Djirimu dari Universitas Tadulako mengungkapkan bahwa Rata-rata Lama Sekolah (RLS) berpengaruh signifikan (positif) di seluruh provinsi Indonesia. Hal ini menunjukkan peran penting pendidikan baik dari sisi akses, mutu, keluaran yang selanjutnya berpengaruh pada produktivitas tenaga kerja Indonesia.

Hasil diskusi workshop ini nantinya akan dijadikan bahan rekomendasi kebijakan fiskal mendatang yang diharapkan dapat membawa dampak positif pada perekonomian Indonesia. Dilanjutkan pada hari selanjutnya (25/07), Seminar Kementerian Keuangan diselenggarakan dengan tema ‘Menjaga Kesehatan APBN di Tengah Ketidakpastian Ekonomi Global’.

Seminar dibuka oleh Azhari Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Aceh, mewakili Sekretaris Daerah Aceh. Turut hadir sebagai narasumber seminar: Adriyanto, Kepala PKEM BKF yang menyampaikan ‘Menjaga Kesehatan APBN di tengah Ketidakpastian Ekonomi Global’; Raja Masbar, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala yang menyampaikan ‘Menjaga Kondisi Ekonomi Makro dan Keuangan Daerah Provinsi Aceh di tengah Ketidakpastian Global; dan Yusri, Kepala Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II Kanwil Ditjen Perbendaharaan Aceh yang menyampaikan ‘Kinerja Fiskal Daerah di Provinsi Aceh’. Seminar berlangsung dengan dimoderatori oleh Ieng, Kepala Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran I Kanwil Ditjen Perbendaharaan Aceh. (fms/lnf)