Rangkaian Diskusi Panel Pada AIFC 2019

Jakarta, (25/7): Annual Islamic Finance Conference (AIFC) ke-4 di Surabaya yang digelar pada tanggal 24-25 Juli 2019 menyajikan 5 diskusi panel dengan mendatangkan para pembicara prominen baik dari dalam maupun luar negeri. Dalam panel sesi I, para panelis menyampaikan pandangannya mengenai impact investment dan bagaimana perannya dalam pencapaian SDGs. Lima panelis dalam sesi ini adalah Joanne Manda (Innovative Financing UNDP), Thierry Sanders (PT Mekar Investama Sampoerna), Azam Khan (International Finance Corporation (IFC)), Emil Elestianto Dardak (Wakil Gubernur Jawa Timur), dan David Soukhasing (Angel Investment Network Indonesia).

 

Indonesia memiliki potensi dan peluang yang sangat besar dalam impact investment. Joanne Manda menyampaikan bahwa menurut UNDP, Impact Investment di Indonesia memiliki potential market yang sangat besar. Di tahun 2018, terdapat USD 148,8 juta investasi swasta secara umum. Senada dengan pendapat tersebut, Thierry Sanders berpandangan dalam lima tahun ke depan (2019-2023) Indonesia mempunyai peluang impact investment, yang berdampak luas bagi masyarakat, sebesar USD23 juta dolar di berbagai sektor, dimana energi menjadi sektor terbesar, diikuti agrikultur dan perikanan. Pada sesi ini, para panelis juga menyampaikan pengalaman dalam mengelola investasi yang dapat memberikan dampak positif bagi sosial dan lingkungan.

Dalam panel kedua AIFC yang dihadiri oleh empat narasumber, tema yang dibahas ialah peranan keuangan syariah untuk impact investing. Prof. Dato’ Azmi Omar (INCEIF) menyebut impact investing dan keuangan syariah sebagai match-made in-heaven. “Keuangan syariah memiliki banyak sekali persamaan dan tercipta untuk saling melengkapi. Beberapa persamaan tersebut antara lain bahwa keduanya menghubungkan antara kegiatan bisnis dan kegiatan sosial kemasyarakatan, mempunyai tujuan untuk menyejahterakan masyarakat, serta mempromosikan keuangan inklusif,” ujar Prof. Dato’ Asmi Omar.

Sementara itu, ketiga panelis lainnya, Dwi Irianti Hadiningdyah (Kementerian Keuangan), Matthew Martin (Blossom Finance), dan Adiwarman Azwar Karim (Karim Consulting Indonesia), memaparkan contoh instrumen keuangan syariah dalam impact investing. Dwi menceritakan tentang Indonesia Green Sukuk yang telah mendapat pengakuan dan berbagai penghargaan internasional. Menurut Dwi, dana hasil penerbitan Green Sukuk pertama memberikan dampak yang signifikan. Berdasarkan 1st Green Sukuk Report yang dirilis Februari 2019, Green Sukuk pertama telah berhasil membiayai 23 Green Project, 727 km pembangunan rel kereta api ganda, 121 unit solar, mini-hydro dan micro-hydro power plants, serta 3,4 juta keluarga yang memperoleh manfat dari proyek manajemen sampah rumah tangga.

Adiwarman Azwar Karim mengusulkan satu solusi untuk menutup gap pembiayaan proyek-proyek pemerintah yang nilainya sangat besar, yakni dengan mengoptimalkan charity. Meskipun proyek pemerintah memiliki manfaat besar bagi umat (impact investing), namun akan sulit menarik minat masyarakat untuk memberi sedekah (tidak pareto optimal). Untuk itu, pemerintah perlu memberikan insentif fiskal dan juga seed capital atau modal awal untuk memberikan sinyal bahwa proyek tersebut bagus. Sedekah ini dapat diwujudkan dalam bentuk wakaf temporer yang diberikan selama proyek berlangsung.

Dalam Diskusi Panel ketiga terkait aspek teknis implementasi keuangan syariah untuk impact investing, AIFC menghadirkan Mohammed Obaidullah (IRTI- --IsDB), Shaima Hassan (Refinitiv), Gulcin Salingan (UNDP Istanbul International Center for Private Sector in Development (IICPSD)), dan Muhammad Maksum (MUI). Obaidullah menyampaikan bahwa munculnya SDGs menambah urgensi pentingnya impact investing. Selain keuntungan dan risiko, penentuan investasi saat ini juga harus mempertimbangkan aspek dampaknya terhadap berbagai sektor, seperti pendidikan, kesehatan, dan akses keuangan. Prinsip impact investing ini jika ditambah dengan prinsip syariah akan semakin menguatkan prinsip bahwa suatu bisnis tidak boleh merugikan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.

Menurut US Forum for Sustainable and Responsible Investment, impact investing mengalami pertumbuhan hingga 38% dari USD8,7 triliun pada tahun 2016 menjadi USD12 triliun pada tahun 2018. Oleh karena itulah, ekonom Ikhsan Modjo dalam diskusi panel AIFC sesi 4 “Islamic Sosial Finance and Impact Investing” menilai Sustainable, Responsible, and Impact Investing (SRI) memberikan peluang bagi pertumbuhan keuangan syariah.

Salah satu skema yang dapat diimplementasikan dalam impact investing syariah adalah wakaf tunai. Md. Anwarul Azim Arif dari Social Islami Bank Limited menyampaikan bahwa lembaganya mulai memperkenalkan skema wakaf tunai pada Tahun 2004. Dalam skema ini, dana yang dikumpulkan kemudian diinvestasikan dan keuntungannya digunakan sesuai dengan keinginan dan harapan wakif (pemberi wakaf). Sementara itu, Imam Teguh Saptono (Badan Wakaf Indonesia) menyebut bahwa Islam sejak abad 15 sudah menyadari pentingnya memperhitungkan isu sosial ke dalam bisnis. Namun, Imam menyebut bahwa business framework yang berkembang saat ini kurang sesuai dengan islamic model.

Panel terakhir AIFC 2019 mengangkat tema “Role of Government to Support Islamic Finance for Impact Investment”. Staf Ahli Bidang Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan Bappenas, Amalia Adininggar Widyasanti, menegaskan bahwa Indonesia menyadari penuh pentingnya SDGs. Salah satu langkah nyatanya diwujudkan dengan meluncurkan 2019 Voluntary National Review, yakni laporan yang berisi tentang implementasi SDGs Republik Indonesia. Panelis lain, Arsalaan Ahmed (HSBC Amanah-Malaysia), memberikan gambaran umum bagaimana peran pemerintah Malaysia dalam impact investing, yakni sebagai katalisator kepada pihak swasta agar mau ikut mengambil bagian. Pembicara terakhir, Staf Ahli Menteri Keuangan bidang Pengeluaran Negara, Suminto, menyampaikan bahwa Indonesia bercita-cita menjadi negara maju di tahun 2045 dengan indikator tertentu. Menurut Suminto, secara prinsip, ekonomi islam dan impact investing memiliki resep kesuksesan dan tujuan yang sama, yakni mendukung tercapainya tujuan Indonesia mencapai negara maju. “Pemain utama dalam impact investment adalah sektor swasta, tetapi pemerintah juga dapat berkontribusi dengan menciptakan lingkungan yang mendukung agar sektor swasta mau bergerak.” Tutup Suminto. (atw/cs)

 

Klik disini..