Seminar Pendahuluan (Preheating Seminar) 9th Annual International Forum on Economic Development and Public Policy (AIFED) 2019

Batam, (22/10): Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan menyelenggarakan seminar pendahuluan (preheating seminar) 9th AIFED di Politeknik Negeri Batam, Kepulauan Riau. Kegiatan ini menjadi rangkaian kedua seminar pendahuluan setelah sebelumnya diselenggarakan di Yogyakarta pada tanggal 13 September 2019. Preheating seminar merupakan bagian dari kajian pendahuluan dan rangkaian diseminasi dari penyelenggaraan 9th AIFED yang mengusung tema “Thriving Indonesia: Reinforcing Strategies to Boost Productivity and Increase Competitiveness”.

Sejalan dengan tema AIFED 2019, topik pembahasan seminar ini adalah “Strategi untuk Meningkatkan Produktivitas dan Daya Saing” yang dibuka oleh Direktur Politeknik Negeri Batam, Priyono Eko Sanyoto dan pidato pengantar dari Kepala Bidang Analisis Neraca Pendapatan Nasional, Andriansyah.

Dalam seminar ini, Rahadian Zulfadin dari Pusat Kebijakan Ekonomi Makro, Badan Kebijakan Fiskal yang menjadi narasumber dari Kementerian Keuangan menjelaskan terkait kondisi perekonomian Indonesia. Ia mengungkapkan bahwa ekonomi Indonesia saat ini dihadapkan pada kondisi output gap yang menipis, pertumbuhan yang berada pada kisaran 5% dan mampu mendorong peningkatan kesejahteraan sosial. Hal tersebut dapat terlihat dari menurunnya tingkat kemiskinan, rasio gini, dan pengangguran.

Namun demikian level pertumbuhan ini tidak cukup untuk keluar dari perangkap negara berpendapatan menengah (middle income trap). Perlu upaya peningkatan produktivitas menuju sektor dengan nilai tambah yang lebih tinggi untuk mendukung peningkatan level pertumbuhan ekonomi. Namun secara umum proses ini mengalami tantangan yang disebabkan oleh beberapa faktor utama, antara lain: (1) aspek transformasi struktural yang mengalami tekanan dimana terjadi penurunan kontribusi sektor manufaktur dan stagnasi manufaktur berteknologi tinggi (high-tech industries); (2) aspek kewilayahan terkait dengan mayoritas wilayah mengalami penurunan produktivitas tenaga kerja, dan; (3) aspek pasar tenaga kerja yang relatif kompleks dan rigid,  serta secara struktur didominasi tenaga kerja berpendidikan rendah (60% SMP ke bawah). Untuk mengatasi kondisi tersebut dibutuhkan upaya-upaya berkelanjutan yang dapat mendorong tingkat produktivitas dengan melibatkan seluruh pihak, termasuk meningkatkan sinergi antar instansi pemerintah, swasta, maupun dunia pendidikan.

Tri Novianta Putra, Direktur Lalu Lintas dari BP Batam memaparkan terkait potensi dan rencana peningkatan daya saing ekspor dan produktivitas industri di kawasan bebas Batam. Lokasi Batam yang berada pada jalur pelayaran internasional menjadikan Batam menjadi wilayah yang strategis untuk menjadi destinasi investasi yang menekankan pada efisiensi biaya logistik, pengembangan rantai pasok, substitusi impor dan promosi ekspor, serta industry 4.0. Selain insentif investasi seperti tax holiday dan tax allowance, Batam juga memiliki berbagai insentif investasi khususnya dengan statusnya sebagai kawasan ekonomi khusus (special economic zone/SEZ) dan kawasan perdagangan bebas (free trade zone/FTZ) yang memberikan wewenang kepada BP Batam sebagai otoritas untuk menerbitkan sertifikat preferensi tarif ke berbagai negara. Fokus sektor industri di Batam juga diarahkan untuk dapat berkembang pada medium & high tech industries seperti industri elektronik & listrik, mesin & perlengkapan, teknologi informasi, semikonduktor, dan suku cadang. Namun demikian, peningkatan sektor industri ini mengalami tantangan khususnya terkait dengan upah minimum regional (UMR) yang tinggi. Fokus pengembangan sektor bernilai tambah tinggi di Batam juga diarahkan pada industri jasa seperti logistik, pariwisata, dan pemeliharaan perbaikan pesawat. Dalam hal peningkatan ekspor, terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi khususnya terkait dengan regulasi, belum adanya pengecualian tata niaga kawasan bebas yang terpisah dari daerah pabean, dan pembatasan impor bahan baku industri.

Sementara itu, Ditya Wirangga Pratama, Dosen Administrasi Bisnis Terapan D-4, Politeknik Negeri Batam menyampaikan aspek lain terkait dengan peran perguruan tinggi dalam meningkatkan daya saing ekspor dan produktivitas industri. Dalam rilis Global Competitiveness Index 4.0 edisi 2019, Indonesia berada pada ranking ke-50 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yang berada pada posisi 45. Aspek yang mengalami penurunan terkait dengan institusi, adopsi teknologi informasi, serta skill dan pasar tenaga kerja. Penurunan skor pada aspek skill dan pasar tenaga kerja ini harus menjadi perhatian dikarenakan akan berdampak pada daya saing dan pertumbuhan ekonomi nasional. Skill tenaga kerja dan pasar tenaga kerja yang fleksibel menjadi faktor kunci perkembangan industri yang telah memasuki revolusi industri 4.0. Sehingga kondisi ini harus didukung dengan perubahan paradigma pendidikan yang dapat berkolaborasi dan menyesuaikan dengan kebutuhan industri dan dunia usaha. Harus ada integrasi antara industri, teknologi, dan tenaga kerja dimana perguruan tinggi berperan dalam menciptakan tenaga kerja yang terampil, inovatif, memiliki etos kerja yang baik, dan mampu beradaptasi dengan revolusi industri yang sedang terjadi.

Turut hadir pada kesempatan tersebut, Rudi Sakyakirti, Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Batam dan Febriandy Norman, Supply Chain Manager PT. Caterpillar Indonesia Batam yang bertindak sebagai penanggap narasumber. Seminar pendahuluan 9th AIFED ini dihadiri oleh jajaran pejabat dari instansi pemerintah daerah, akademisi dan mahasiswa, ekonom daerah, serta perwakilan pelaku usaha di Kepulauan Riau. Gelaran 9th AIFED sendiri akan diselenggarakan pada tanggal 5 – 6 Desember 2019 di Nusa Dua, Bali. (PKEM)