Libatkan Akademisi, Pemerintah Semakin Fokus Menuju Transisi Energi yang Inklusif dan Berkeadilan

Yogyakarta, (15/12/2023) - Melanjutkan rangkaian Climate Gender Fest 2.0, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) menyelenggarakan Seminar dengan tema “Menuju Transisi Energi yang Inklusif dan Berkeadilan” yang bertempat di kampus Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Acara ini diselenggarakan untuk mensosialisasikan PMK 103/2023 tentang Pemberian Dukungan Fiskal Melalui Kerangka Pendanaan dan Pembiayaan Dalam Rangka Percepatan Transisi Energi di Sektor Ketenagalistrikan. Selain itu seminar juga mendiskusikan terkait dampak gender terhadap transisi energi dalam mencapai tujuan bersama untuk energi yang lebih berkelanjutan, inklusif, dan adil di Indonesia.


Acara yang diselenggarakan atas kerja sama BKF dengan UGM, USAID Sustainable Energy for Indonesia's Advancing Resilience (USAID SINAR), dan The Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) ini dihadiri oleh lebih dari 150 orang peserta terdiri dari mahasiswa, akademisi, profesional dan masyarakat umum.


“Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Keuangan telah membentuk Platform Transisi Energi untuk mengoordinasikan kegiatan transisi energi nasional dan mengembangkan kerangka kerja dalam mendukung transisi energi yang adil dan terjangkau. Platform ini akan memobilisasi sumber daya keuangan dan dukungan dari mitra internasional, termasuk lembaga multilateral dan bilateral, filantropi, dan investor swasta, untuk mencapai transisi energi yang adil dan terjangkau”, ujar Robert, Analis Kebijakan Ahli Madya BKF saat memberikan sambutan dan menjelaskan implementasi transisi energi di Indonesia.


Acara dibagi menjadi dua sesi diskusi yang menghadirkan berbagai narasumber ahli di bidangnya. Pada sesi pertama, Zenitha Astra, Analis Kebijakan Ahli muda BKF, menjelaskan bahwa kesenjangan gender masih terjadi di sektor energi, yang secara historis didominasi oleh laki-laki. Perempuan harus dimungkinkan untuk berpartisipasi dalam transisi energi melalui pengembangan keterampilan, pembinaan, advokasi, dan pendampingan. Zenitha menekankan penting untuk diingat bahwa perempuan tidak hanya rentan terhadap perubahan iklim, tetapi mereka juga aktor atau agen perubahan yang efektif terkait dengan mitigasi dan adaptasi.


“Kami banyak melakukan riset terkait kebijakan pemerintah saat ini karena peran universitas adalah sebagai jembatan antara Non Government Organization (NGO), pengusaha, dan pemerintah. Kami secara aktif terlibat dalam penyusunan berbagai Undang-Undang (UU) misalnya UU Migas yang sedang diubah khususnya dalam konteks transisi energi. Keselarasan secara regulasi penting sehingga transisi energi dapat dilakukan tanpa khawatir mengenai konsekuensi hukum di kemudian hari. Karena itu, transisi energi perlu mendapat kontribusi dan masukan dari berbagai macam bidang ilmu,” ungkap Dr. Irine Handika, Dosen Fakultas Hukum UGM pada sesi diskusi kedua yang berfokus pada pandangan akademisi terkait gender dan transisi energi melalui kajian dan publikasi ilmiah.


Turut hadir sebagai panelis di kedua panel diskusi, diantaranya: Chaerani Rachmatullah, Ketua Harian Srikandi PLN; Brittney Melloy, Evaluation Analyst CIF’s Accelerating Coal Transition/Women Led-Coal Transitions; Hasruf Hanif, Ph.D, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM; dan Dr. Akhmad Akbar, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM. (fms/PKPPIM)