Ingin Ekspor Impor Semakin Lancar, Pemerintah Menerbitkan Buku Tarif Kepabenan Indonesia 2022

Jakarta (01/04): Pemerintah akan mengimplementasikan BTKI 2022 pada 1 April 2022. BTKI sendiri juga memuat struktur bea masuk, bea keluar dan pajak dalam rangka impor, yang digunakan sebagai salah satu dasar kebijakan fiskal dan non-fiskal, termasuk ketentuan larangan pembatasan, statistik, origin dan kepentingan lainnya. Pemilihan besaran tarif tersebut berdasarkan usulan K/L Pembina Sektor. Oleh karena itu, beberapa peraturan turunan terkait perpajakan akan menyesuaikan dengan ketentuan dalam BTKI, seperti peraturan terkait Free Trade Agreement (FTA), Bea Keluar, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22. Pemerintah akan terus melakukan koordinasi dengan K/L lain dalam perumusan peraturan terkait, sehingga regulasi antar K/L selaras dan semakin memudahkan pelaku usaha dalam menjalankan perdagangannya.

Perdagangan internasional adalah bagian yang sangat penting dari perekonomian Indonesia. Sepanjang tahun 2021, nilai ekspor berkontribusi sebesar 21,6 persen PDB dan impor mencapai 18,9% PDB. Pemerintah berupaya mendorong kelancaran perdagangan internasional dengan berbagai kebijakan yang secara langsung ataupun tidak langsung memengaruhinya. Salah satu kebijakan yang langsung berpengaruh adalah kebijakan fiskal yaitu bea, di mana diberlakukan tarif tertentu terhadap barang yang diekspor atau diimpor. Di tengah pandemi, kebijakan bea sangat penting untuk memperlancar arus barang terkait penanganan pandemi seperti alat kesehatan untuk mendukung 3T serta vaksin. Pemerintah Indonesia telah memberikan insentif perpajakan dalam bentuk pembebasan kepabeanan dan/atau, cukai, serta perpajakan atas impor. Di tahun 2021, realisasi insentif pajak mencapai 10,28% dalam rangka Program Pemulihan Ekonomi Nasional.

Perdagangan dunia selama pandemi mengalami dinamika yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh dampak pandemi pada aktivitas masyarakat termasuk aktivitas produksi sehingga mengganggu kelancaran perdagangan internasional. Ini berdampak pada banyak hal seperti naiknya harga komoditas serta inflasi. Baru-baru ini, tensi geopolitik juga memberikan tantangan pada perdagangan internasional.

Di tengah dinamika perdagangan internasional, kondisi ekspor dan impor Indonesia cukup resilien. Bahkan, ekspor Indonesia tumbuh ekspansif pada 2021 dan awal 2022. Di awal 2022, dengan pemulihan yang semakin kuat, Indonesia perlu perdagangan yang semakin lancar. Salah satu hal yang penting dilakukan adalah dengan menyesuaikan sistem kepabeanan kita agar semakin mengikuti ketentuan internasional.

“Upaya ini dimaksudkan agar ekspor dan impor semakin mudah. Hal ini tertuang dalam sistem klasifikasi barang sesuai amandemen HS yang umumnya disebut Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) yang mengacu pada uraian barang atau kode HS dari World Customs Organization (WCO) dan ASEAN Harmonised Tariff Nomenclature (AHTN) yang diperbarui secara berkala tiap 5 tahun,” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Kacaribu.

Dengan pesatnya kemajuan teknologi, perdagangan global juga semakin berkembang. Banyaknya inovasi memunculkan berbagai macam barang baru yang harus dimasukkan dalam BTKI. Barang-barang yang dapat diklasifikasikan dalam HS harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu antara lain memiliki nilai perdagangan dunia yang cukup besar, merupakan komoditas strategis, termasuk dalam hewan atau tumbuhan yang harus dilindungi, atau barang-barang teknologi terbaru yang sedang berkembang. Pembaruan yang dilakukan bertujuan untuk menyesuaikan dengan perubahan pola perdagangan dan situasi dunia terkini. (cs/is)