BKF Lakukan Sosialisasi Tarif Cukai Hasil Tembakau untuk Tahun 2020 kepada Asosiasi dan Industri Penghasil Tembakau

Jakarta, (4/11): Peraturan Menteri Keuangan terkait tariff cukai hasil tembakau telah dikeluarkan. Dadi Novandi, Kepala Subbidang Cukai, Pusat Kebijakan Pendapatan Negara, BKF, dalam sosialisasi peraturan tersebut mengungkapkan bahwa kenaikan yang akan diterapkan tahun depan ini bertujuan untuk mengendalikan konsumsi rokok yang berdampak negatif pada kesehatan. Hal ini sejalan dengan rencana jangka menengah pemerintah untuk menigkatkan kualitas SDM Indonesia melalui kesehatan dan pendidikan. Pada kesehatan misalnya, selain mengalokasikan anggaran sebesar 5%, pemerintah juga mengeluarkan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat Indonesia, salah satunya pengendalian konsumsi rokok.

Lebih lanjut Dadi menyampaikan bila kenaikan tariff ini selain mengendalikan konsumsi juga dipertimbangkan beberapa aspek seperti tingkat prevalensi merokok, kondisi pasar, kinerja industri rokok dan keberlangsungan tenaga kerja khususnya padat karya, industri kecil dan petaninya. Ia pun meyakinkan bahwa harga rokok per kemasan di pasaran tidak akan mudah dijangkau oleh anak – anak.

Kenaikan tariff cukai hasil tembakau lanjutnya secara rata – rata total sebesar 23% sedangkan harga jual ecerannya naik sebesar 35%. Secara terperinci kenaikan tariff cukai dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu Sigaret Kretek Mesin (SKM) yang naik berkisar 22% - 25%, Sigaret Putih Mesin (SPM) yang naik sekitar 26% - 32%, sedangkan Sigaret Kretek Tangan (SKT) / Sigaret Putih Tangan (SPT) naik sebesar 10% - 16%.

Kedepannya, pemerintah akan terus melakukan komunikasi dengan asosiasi, industri dan petani untuk mengevaluasi kebijakan tarif CHT agar kebijakan selanjutnya tetap mengakomodasi kebutuhan bersama. (is)