APBN 2019: Ekspansif di Tengah Melambatnya Pertumbuhan Ekonomi dan Penurunan Harga Komoditas

Jakarta (07/01): Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beserta jajaran Eselon I-nya gelar konferensi pers #APBNKita terkait realiasi APBN tahun 2019. Bertempat di Aula Mezzanine, Gedung Djuanda I Kementerian Keuangan, konferensi pers kali ini jauh lebih disesaki para jurnalis dari berbagai media massa.

Perlambatan perekonomian global pada tahun 2019 mempengaruhi turunnya perdagangan dan harga komoditas dunia. Penurunan ini disebabkan sentimen perang dagang AS-Tiongkok yang berkelanjutan. Data per 31 Desember 2019 Kementerian Keuangan menyebutkan harga batu bara secara global turun sebesar 28%.

“Perlambatan perekonomian global ini juga jelas berdampak pada pertumbuhan ekonomi domestik, khususnya investasi, government spending (belanja pemerintah), ekspor Sumber Daya Alam, dan impor yang juga mengalami kontraksi”, jelas Sri Mulyani.

Meskipun demikian, Sri Mulyani menegaskan bahwa perekonomian domestik sepanjang tahun 2019 mampu menunjukkan ketahanannya di tengah gejolak ekonomi global dengan pertumbuhan yang diproyeksikan stabil pada kisaran 5% dengan didukung inflasi yang rendah, nilai tukar yang terkendali, serta yield surat utang negara yang menurun.

“Nilai tukar rupiah bagus, mengalami apresiasi, karena efek capital inflow kebijakan moneter negara-negara maju yang mengalami relaksasi dan neraca perdagangan yang menyempit defisitnya”, lanjut Sri Mulyani.

Di sisi lain, realisasi konsumsi masih tumbuh kuat. Belanja pemerintah selama 2019 dapat dijaga tumbuh positif, khususnya untuk alokasi belanja yang prioritas seperti dana abadi penelitian, penyertaan modal negara untuk infrastruktur, dll. Realisasi anggaran Transfer Ke Daerah dan Dana Desa juga naik untuk percepatan penyaluran dana desa, khususnya untuk desa-desa berprestasi. Hal ini dapat dicapai meski penerimaan APBN kurang optimal.

“Dukungan nyata APBN tahun 2019 sebagai instrumen countercyclical dalam menjaga momentum positif pertumbuhan ekonomi dan stabilitas makroekonomi, tercermin pada bauran kebijakan fiskal dalam mendukung pencapaian prioritas pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat”, lanjutnya.

Bauran kebijakan fiskal yang dimaksud antara lain: kebijakan perpajakan yang tetap memberikan dukungan insentif pajak terhadap dunia usaha di tengah tekanan perlambatan perekonomian; dukungan belanja negara yang produktif dan optimal dalam memperkuat perlindungan sosial, menunjang pembangunan infrastruktur serta memperbaiki kesejahteraan dan menciptakan keadilan ekonom; dan pembiayaan anggaran yang efisien yang turut mendukung pembangunan infrastruktur dan pendanaan sektor pendidikan.

“Dampak besar lain dari perlambatan ekonomi global adalah semua negara yang ekonominya melemah, defisitnya pasti melebar. Indonesia menjadi negara yang masih menjaga defisitnya dengan sangat baik”, ungkap Sri Mulyani.

Indonesia dapat menjaga defisit dari -1.8% terhadap PDB dan hanya naik menjadi -2.2% terhadap PDB. Kondisi ini terjadi di saat negara lain seperti India mengalami peningkatan defisit dari -6.4% menjadi -7.5%; Brazil dari -7.2% menjadi -7.5%; Tiongkok dari -4.8% menjadi -6.1%; dan Afrika Selatan dari -4.4% menjadi -6.2% terhadap PDB. (fms/ddt)