Ini Angka Realisasi pada APBN 2019

Jakarta (28/01): Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan angka-angka realisasi APBN 2019 dan Outlook 2020 dalam Rapat Kerja bersama DPR pada hari Selasa, 28 Januari 2020. Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2019 diproyeksikan bertahan di angka 5,1 %. Dengan kondisi eksternal yang bergejolak, fundamental ekonomi Indonesia masih lebih baik dibanding negara anggota G-20 lainnya.

“Kalau kita bandingkan dengan Turki yang pertumbuhannya ekonomi dari 5,8% menjadi 0,2%, India yang sebelumnya 7,5% menjadi 4,5%, itu penurunannya bisa memangkas hampir setengah ekonomi mereka. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Korea juga mengalami penurunan dari 3% menjadi 2%, Meksiko dari 2% menjadi 0%, dan Argentina yang saat ini sedang mengalami krisis. Jadi dalam konteks ini, Indonesia memiliki kemampuan resiliensi yang cukup baik,” ungkap Sri Mulyani.

Angka realisasi asumsi makro lainnya yakni inflasi sebesar 2,72%, di bawah inflasi asumsi. Suku bunga tercatat 5,6 %, lebih tinggi dari asumsi yang sebesar 5,3%. Nilai tukar Rp 14.146, lebih rendah dibandingkan asumsi nilai tukar Rp 15.000. Kemudian harga minyak mentah Indonesia terealisasi US$ 62 per barrel. Lifting minyak 741 ribu barel per hari, lebih rendah dibanding target 775 ribu barel per hari. Demikian juga dengan lifting gas sebesar 1.050 ribu barel per hari, di bawah asumsi 1.250 ribu barel per hari.

Selanjutnya, realisasi untuk pendapatan negara adalah sebesar Rp 1.957,2 T (90,4% dari APBN 2019). Sementara belanja negara mencapai Rp 2310,2 dengan belanja pemerintah pusat mencapai Rp 1.498,9 dan transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp 811,3.

“Pilihan kita dari sisi kebijakan fiskal adalah membiarkan belanja tetap sesuai dengan rencana. Kita biarkan supaya belanja negara menjadi stabilisator terhadap ekonomi yang sedang mengalami tekanan,” jelas Sri Mulyani.

Sri Mulyani menjelaskan bahwa risiko global bisa sangat unpredictable. “Memasuki Januari, terjadi hubungan yang sangat volatile antara Amerika dengan Iran, peningkatan tensi politik di Amerika Serikat dan adanya corona virus yang menyebabkan seluruh potensial pertumbuhan ekonomi tiongkok yang berasal dari faktor domestiknya tidak terealisasi,” ungkap Sri Mulyani.

Oleh karena itu, menurut Sri Mulyani semua negara wajib mewaspadai dan menyiapkan instrumen kebijakan untuk menghadapi di satu sisi keinginan untuk terus tumbuh namun kita juga tidak boleh buta terhadap environment global yang dipenuhi ketidakpastian.

Dari sisi kebijakan perpajakan, pemerintah akan memberikan dukungan melalui restitusi dan insentif perpajakan. Dukungan belanja negara terutama untuk belanja yang produktif dan bisa memberi bantalan sosial akan terus dilakukan baik di tingkat desa maupun di masyarakat. Pembiayaan juga akan tetap dijaga secara hati-hati dan akuntabel.

“2019 bukan tahun yang mudah, pelemahan ekonomi global mulai merembes ke dalam ekonomi domestik, namun kami melihat daya tahan ekonomi domestik cukup remarkable, dan ini lah yang tetap harus kita jaga. Kita berharap tahun 2020 proyeksi yang positif tersebut tetap terjaga,” tutup Sri Mulyani pada Raker Komisi XI ini. (cs/ddt)