Indonesia Jadi Teladan Strategi Pemulihan yang Kuat dan Berkelanjutan di Pertemuan ASEAN

Jakarta, 9 April 2022 – Di awal tahun 2022, meskipun terdapat sinyal pemulihan ekonomi di ASEAN, prospek ekonomi global masih diliputi ketidakpastian yang tinggi. Dalam rangkaian pertemuan Menkeu dan Gubernur Bank Sentral ASEAN pada 7-8 April 2022 yang pada tahun ini keketuaan dimiliki oleh Kamboja, Sri Mulyani mengungkapkan bahwa tantangan pembangunan saat ini tidak dapat ditangani negara secara individu. Kolaborasi di tingkat global seperti pada forum G20 maupun pada kerja sama regional di ASEAN perlu terus diperkuat dan konsisten dilanjutkan.

ASEAN merupakan kawasan yang resilien di tengah pandemi dan Indonesia. Pertumbuhan ekonomi ASEAN positif sebesar 2,9% (yoy) di tahun 2021, seiring dengan itu Indonesia mampu tumbuh positif 3,69% di tahun 2021. Baik ASEAN maupun Indonesia juga menahan kontraksi yang dalam di 2020 dimana sebagian besar kawasan maupun negara mengalami kontraksi yang lebih berat. Hal ini tidak terlepas dari respon kebijakan pemerintah dalam penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi. 

Menkeu RI diundang untuk menyampaikan strategi Indonesia sebagai contoh bagi negara-negara ASEAN pada Showcase Event on ‘Sustainable Finance: Mobilizing Financial Resources for Post-Covid-19 Economic Recovery’.

Menkeu menyampaikan bagaimana kiprah kebijakan fiskal sejak pandemi terjadi yaitu (i) pelebaran defisit di atas 3% PDB selama 3 tahun, setelah selama 15 tahun terakhir disiplin berada di bawahnya, (ii) fleksibilitas APBN agar APBN dapat responsif mendanai kebutuhan yang sangat prioritas di kala pandemi yaitu kesehatan dan sosial, serta (iii) gotong royong (burden sharing) dengan pihak lain seperti pemerintah daerah terkait pelaksanaan program bantuan sosial dan Bank Indonesia terkait pendanaan penanganan pandemi. 

Dalam konteks mobilisasi penerimaan perpajakan yang menjadi tantangan bagi kawasan ASEAN yang berkembang, Menkeu menyampaikan bahwa kebijakan perpajakan tidak diarahkan untuk penerimaan melainkan relaksasi selama pandemi. Insentif usaha dalam rangka menjaga keberlangsungan dunia usaha agar dapat bertahan dan tidak mengalami kebangkrutan seperti yang terjadi pada saat Krisis Keuangan Asia 1997/1998.

Di samping itu, otoritas fiskal juga mendorong kolaborasi dari sektor lainnya untuk semakin membantu dunia usaha misalnya sektor keuangan dalam bentuk keringanan kredit maupun skema dana bergulir. Dengan kerja sama seluruh pihak ini, Indonesia mampu pulih lebih cepat dengan defisit yang terjaga dan lebih baik dibandingkan negara lainnya.

Ke depan, seiring pemulihan, Pemerintah Indonesia merancang konsolidasi fiskal dengan lebih hati-hati dan terukur agar tidak mengganggu pemulihan ekonomi. Sepaket reformasi perpajakan menjadi kebijakan kunci untuk mendukung target ini, yaitu (i) UU Nomor 2 Tahun 2020 (emergency law), (ii) UU Cipta Kerja, (iii) UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), dan (iv) UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah. Paket reformasi perpajakan ini melengkapi strategi lainnya seperti peningkatan kualitas belanja negara. 

Menkeu juga menyampaikan komitmen Indonesia dalam pengendalian iklim yang semakin kuat. “Indonesia sudah mengintegrasikan Nationally Determined Contribution (NDC) untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dan emisi nol bersih pada 2060. Berbagai upaya juga telah dilakukan, baik melalui pemanfaatan dana publik maupun memperkenalkan pendekatan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) yang berbasis pasar melalui Perpres Nomor 98 Tahun 2021. Dalam skema NEK, Pemerintah mencoba memanfaatkan pasar karbon dan pajak karbon. Regulasi pajak karbon sendiri diperkuat melalui pengesahan UU HPP”, ujar Menkeu.

Di samping itu, Indonesia bersama ADB sedang merancang Mekanisme Transisi Energi (Energy Transition Mechanism/ETM) untuk memensiunkan dini PLTU Batu Bara dan mengalihkannya Energi Baru Terbarukan (EBT).

“Dalam konteks ETM, Pemerintah Indonesia mendorong kerja sama dengan lembaga terkait untuk menciptakan kerangka yang dapat meminimalisasi risiko dan biaya. Hal ini untuk memastikan transisi yang adil dan terjangkau, bagi masyarakat, PT PLN dan APBN”, ungkap Menkeu. Bauran pembiayaan Bank Pembangunan Multilateral, swasta, partner bilateral, dll juga diharapkan semakin mendukung transisi yang adil dan terjangkau.

Selanjutnya, Menkeu mengungkapkan tantangan geopolitik yang menjadi tantangan pemulihan ASEAN ke depan pada ASEAN Finance Ministers’ Meeting (AFMM). Hal ini merupakan tantangan yang berat para pembuat kebijakan di seluruh dunia termasuk kawasan ASEAN. Meskipun demikian, ASEAN dan Indonesia pada khususnya masih memiliki ketahanan yang baik. Untuk menjaga kinerja ini, kebijakan fiskal harus tetap diarahkan untuk melindungi masyarakat yang masih terdampak pandemi dan membantu ekonomi untuk pulih.

“Dalam hal ini, sebagai negara yang masih mengekspor komoditas, kenaikan harga komoditas telah memberikan keuntungan bagi penerimaan perpajakan Indonesia yang mencapai 40% (yoy). Hal ini diharapkan dapat membantu mempercepat konsolidasi fiskal”, sambung Menkeu.

Pada pada ASEAN Finance Ministers’ and Central Bank Governors’ Meeting (AFMGM), Menkeu berfokus pada agenda keuangan berkelanjutan dan digitalisasi jasa Keuangan. “Keuangan berkelanjutan semakin menjadi upaya baru untuk menarik investasi di banyak negara. Indonesia perlu memanfaatkan peluang ini dengan mendorong agenda hijau baik di level daerah maupun nasional. Dengan peran yang akan dijalankan sebagai keketuaan ASEAN di tahun 2023, Indonesia akan terus mendukung upaya pengarusutamaan iklim dan mengajak seluruh negara anggota ASEAN memainkan peran penting dalam mencapai agenda tersebut”, ujar Menkeu.

Terkait digitalisasi dalam sektor jasa keuangan, ASEAN diharapkan mampu beradaptasi dengan perkembangan layanan keuangan digital, mulai dari teknologi yang digunakan hingga pengembangan produk keuangan baru. Kerja sama keuangan ASEAN untuk mengintegrasi keuangan di kawasan juga perlu diperkuat dengan melakukan pertukaran pandangan mengenai peraturan terkait dan koordinasi yang lebih baik di antara komite kerja ASEAN. 

Menkeu juga menjelaskan Indonesia yang saat ini tengah menggarap agenda reformasi sektor keuangan yang bertujuan untuk meningkatkan akses layanan keuangan, memperluas sumber investasi jangka panjang, meningkatkan daya saing dan efisiensi, menyediakan instrumen alternatif dan meningkatkan mitigasi risiko, serta memperkuat perlindungan investor dan konsumen.

Di akhir pertemuan, Menkeu dan Gubernur Bank Indonesia menyatakan kesiapan untuk memimpin forum dan pertemuan tahunan ASEAN tahun 2023 mendatang. Persiapan Indonesia akan diarahkan pada penanganan isu dan tantangan yang dihadapi ASEAN agar dapat mendorong pemulihan bersama dan kuat di kawasan. (is/fms)