Pemerintah Komit Perkuat Harmonisasi Kebijakan Fiskal Pusat dan Daerah

Jakarta, 14/06/2023 – Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Kacaribu mendampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Kerja Komite IV DPD RI pada Selasa (13/06). Menteri Keuangan menekankan pentingnya desentralisasi fiskal untuk menciptakan keadilan sosial dan dalam upaya meningkatkan pelayanan pada masyarakat yang lebih baik. Sri Mulyani menilai penyerahan sumber pendanaan melalui transfer ke daerah (TKD) dan perpajakan daerah, disertai diskresi pengelolaan belanja untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah akan terus ditingkatkan dan disinergikan antara pusat dan daerah.

UU Harmonisasi Kebijakan Fiskal Pusat dan Daerah (HKPD) memandatkan pentingnya harmonisasi kebijakan fiskal pusat dan daerah sebagaimana UU HKPD menjadi kunci penguatan desentralisasi fiskal. Penguatan sinergi pusat dan daerah ini diperlukan untuk terus mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan.

“Dalam UU HKPD, pertama penguatan sistem perpajakan daerah. Ketimpangan vertikal dan horizontal sudah sering dan terus diupayakan untuk terus menurun. Kualitas belanja daerah menjadi perhatian semuanya karena alokasi TKDD yang meningkat dan harmonisasi antara belanja pusat dan daerah harus semakin tinggi”, ungkap Sri Mulyani.

Sebagaimana instruksi Presiden Joko Widodo terkait pentingnya Percepatan Konektivitas Jalan Daerah yang tertuang dalam Inpres No. 3/2023 mencakup: (i) Konektivitas di Kawasan produktif (industri pariwisata, pertanian, perkebunan); (ii) Pemantapan jalan di Kawasan industri strategis (Morowali, Konawe, Weda Bay, Tanjung Selor), dan (iii) Jalan di sekitar IKN.

Sri Mulyani melanjutkan bahwa TKD mengalami kenaikan yang signifikan. Tahun 2005 saat Sri Mulyani baru menjabat sebagai Menteri Keuangan, jumlah TKD hanya Rp150 trilun dibandingkan saat ini yang telah mencapai Rp816 triliun. Ia menekankan bahwa kenaikan jumlah nominal setiap tahunnya menggambarkan bahwa desentralisasi fiskal harus mencermikan tidak hanya kenaikan TKDD namun peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan kemakmuran masyarakat daerah harus semakin nyata.

“TKD adalah sumber pendapatan utama sebagian besar APBD yaitu 68,06%, namun kita juga lihat PAD juga semakin mengalami kenaikan. Ini menggambarkan ekonomi di daerah juga sudah semakin meningkat. Sehingga sumber-sumber penerimaan asli daerah juga mengalami perbaikan. Kita perlu terus meningkatkan pendapatan asli daerah tanpa mengurangi kesempatan investasi. Namun, pada saat yang sama kita juga harus melihat kualitas belanja daerah. Ini yang seringdilihats ebagai salah satu penghalang untuk terus memperbaiki efektivitas APBN & APBD dalam mendorong perbaikan kemakmuran dan kinerja perekonomian”, papar Sri Mulyani.

UU HKPD mendorong Pemerintah untuk terus semakin mengharmoniskan kebijakan pusat dan daerah. Pertama, bagaimana membaca peluang, tantangan, serta penguatan ekonomi regional melalui pertumbuhan ekonomi daerah, inflasi daerah, tingkat pengangguran terbuka, tingkat kemiskinan, dan rasio gini yang digunakan sebagai evaluasi bagaimana daerah tersebut membaca tantangan maupun kesempatan untuk maju ke depan.

Selanjutnya, terkait arah dan strategi kebijakan untuk mendukung transformasi ekonomi yang telah ditetapkan secara nasional harus dilaksanakan secara konsisten di daerah, baik untuk mengejar pertumbuhan ekonomi, mengendalikan inflasi, menurunkan kemiskinan ekstrem, menangani stunting, mendorong investasi, dan bagaimana agar tetap mengacu pada mandatory spending untuk mengejar perbaikan masing-masing daerah.

Batas defisit APBD bersama dengan APBN tidak melebihi 3% PDB. Ini menggambarkan konsistensi terhadap kebijaksanaan kebijakan fiskal pusat dan daerah. Hal ini juga mendorong daerah untuk mengembangkan instrumen pembiayaan di daerah, yang nantinya daerah tidak hanya bergantung pada TKDD tapi daerah mampu membuka ruang fiskal di daerah melalui pembiayaan utang dan inovasi lainnya.

Alternatif pembiayaan APBD akan diperkenalkan, diedukasikan, dan dilatih kepada setiap daerah. Hal ini mencakup bagaimana daerah mengelola pinjaman daerah, baik konvensional dan syariah, menerbitkan obligasi konvensional dan sukuk, membentuk dan mendesain kerja sama pembiayaan antara Pemerintah dan badan usaha.

“Daerah-daerah memang masih perlu meningkatkan kapasitasnya sehingga mereka mampu mengelola APBD-nya secara lebih efektif dan fleksibel sebagaimana pemerintah pusat mengelola APBN untuk tujuan-tujuan pengelolaan ekonomi”, lanjut Sri Mulyani.

Harmonisasi antara kebijakan fiskal pusat dan daerah bertujuan agar dampak APBN menjadi jauh lebih terlihat dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, menurunkan kemiskinan, mengurangi pengangguran dan memperbaiki rasio gini. Sri Mulyani menghimbau setiap daerah untuk melakukan benchmarking demi berlomba-lomba meningkatkan prestasinya. (fms)